Ending : Kupu-kupu dan Kenangan

5 0 0
                                    

Alan memandang dari kejauhan saat Gemini membakar naskah dan seluruh novelnya, meskipun beberapa novel tidak terkait dengan Penerbit Bayangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alan memandang dari kejauhan saat Gemini membakar naskah dan seluruh novelnya, meskipun beberapa novel tidak terkait dengan Penerbit Bayangan. Rasa sakit luar biasa mencengkeram hati Alan. Dia tidak pernah menduga Gemini akan melampiaskan semuanya di sana.

Kini, Alan takkan pernah lagi melihat semua hal yang berkaitan dengan penerbit mistis itu. Semuanya telah sirna, membuka jalan bagi kehidupan baru. Di sisi lain, ruang yang dulu ditempati Gemini telah berganti pemilik.

Skripsi Gemini terpaksa ditolak oleh pihak kampus. Menanggapi kabar pembunuhan yang baru-baru ini terungkap dan juga kasus pada beberapa tahun lalu, Gemini dikeluarkan dari kampus tepat saat masa kelulusannya hendak tiba. Tindakan Gemini menjadi bukti dan mengantarkan pada penemuan pelaku sebenarnya.

Tertekan oleh kegelisahan dan arwah Yudha yang selalu menghantuinya, Gemini pun jujur menceritakan semuanya. Di hadapan naskahnya yang terbakar, Gemini menangis tanpa henti.

"Apa Alan akan memaafkanku?" bisiknya lirih pada api yang berkobar.

****

"Aku mengerti kamu tidak mengenalku dengan baik. Kita baru dekat belakangan ini. Tapi, aku sudah membakar semuanya. Aku sudah mengakui semua. Aku mengaku sebagai pelaku pembunuhan yang terjadi beberapa tahun lalu. Aku juga mengaku menulis novel pembunuhan berdasarkan rasa dendamku dan ingin mewujudkannya," jelas Gemini sambil menahan tangan Alan yang menjauh darinya selama seminggu.

Alan menghela napas panjang, memberikan waktu pada Gemini untuk menjelaskan lebih lanjut.

"Aku mohon maafkan aku. Aku sudah meminta maaf kepada Yudha. Aku salah. Aku hanya iri dengan kehidupan Yudha yang sempurna. Melihatmu bersama Yudha, rasa iriku semakin menjadi terhadap persahabatan kalian. Kamu menulis cerita horor untuk melampiaskan rasa takutmu, sedangkan aku menulis novel hanya untuk melampiaskan rasa iriku. Semua rasa iri dan dengki itu mewujud menjadi penerbit mistis yang merusak hidupku," lanjut Gemini berusaha menahan tangisnya.

"Sudahlah, Kak. Aku tidak marah. Aku tahu kamu dekat dengan Yudha. Aku sudah melihat semuanya. Sebelum aku pergi ke kelas ... kakak harus tahu, aku sudah memaafkanmu. Tulislah cerita yang indah, perbaikilah semuanya. Aku tahu Kakak bisa melakukannya," tutur Alan sebelum berjalan mendahului Gemini yang masih berdiri di sana.

Gemini menoleh ke belakang dan menatap punggung Alan yang semakin menjauh dari pandangannya.

****

Alan sibuk mencatat materi yang dijelaskan dosen. Ia sengaja menggunakan buku catatan milik Yudha, sebuah cara untuk terus merindukan sosok kakaknya. Senyum Alan terpancar begitu indah saat ia menulis.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Maria berbisik di telinga Alan.

Maria mengambil mata kuliah yang sama dengan Alan, meski mereka berbeda jurusan. Alan menoleh, tidak menyadari bahwa Maria sudah duduk di sebelahnya sejak tadi.

"Aku baik-baik saja. Ada apa?" tanya Alan.

Maria menggelengkan kepalanya pelan, hanya tersenyum dengan tenang.

"Aku senang melihatmu seceria ini lagi. Aku tahu kamu pasti merindukan Yudha sekarang. Bicaralah sesuatu padanya," saran Maria.

Alan menatap Maria dengan tatapan bingung. Ia tidak mengerti maksud Maria, namun tetap mencoba mengikuti saran sahabatnya itu.

"Yudha, aku tahu kamu merindukanku. Kamu bagaikan kupu-kupu yang selalu hinggap untuk terus mencintaiku sebagai adikmu," bisik Alan.

Alan mendongakkan kepalanya, dan tepat di atas kepalanya, seekor kupu-kupu coklat hinggap, berwarna sama dengan warna kesukaan Yudha. Air mata Alan turun perlahan. Ia tidak ingin begitu percaya dengan takhayul China, tapi apa yang ia lihat di depannya sungguh tidak terbayangkan.

Lelaki itu baru saja mengucapkannya. Terlalu sulit untuk disebut kebetulan. Ini seperti takdir. Kupu-kupu itu hinggap di jari Alan. Warnanya begitu indah. Tetesan air mata Alan nyaris menyentuh sayap kupu-kupu. Sayap yang berkepak indah membawa kupu-kupu itu pergi menjauh.

****

"Ma! Alan pulang!" teriak Alan di depan rumahnya setelah memarkirkan mobil dengan rapi.

Alan memutuskan untuk pulang ke rumah dan menemui orang tuanya. Seharusnya, ia bersama Yudha saat ini. Namun, Alan tahu bahwa Yudha selalu ada di sisinya.

Sosok wanita paruh baya-sang ibu menghampiri anaknya dengan penuh kasih sayang.

"Ya ampun, Nak! Kenapa nggak bilang kalau mau pulang?" tanya ibu dengan penuh kerinduan.

Alan hanya tertawa kecil dan memeluk ibunya erat. Melihat kembali rumah orang tuanya, rasa rindunya pun terpenuhi. Sejak sibuk dengan kuliahnya, Alan memang diselimuti perasaan rindu.

Alan membuka pintu kamarnya, yang dihiasi dengan kenangan indah bersama Yudha. Kenangan mereka bermain, belajar, bahkan saling marah satu sama lain, terlintas di benaknya.

Senyum lebar terukir di wajah Alan saat melihat Alan kecil dan Yudha kecil bermain keluar dari kamarnya. Kenangan itu memang tidak terulang kembali, namun bisa tetap diabadikan dalam tulisan.

"Alan, bisa bantu Mama petik daun singkong di belakang rumah?!" perintah Ibu Alan dari dapur.

Alan yang baru saja menyiram tanaman hanya bisa menghela napas. Namun, ia tetap mematuhi perintah ibunya. Dengan hati-hati, Alan berjalan menyusuri jalan pedesaan. Ia tersenyum setelah berhasil menemukan daun singkong yang diminta ibunya.

Sudah lama Alan tidak menjelajahi perkebunan. Matanya melirik ke arah kiri. Dari kejauhan, ia melihat seseorang yang sangat mirip dengan Yudha. Sosok itu berdiri di atas jembatan, menatap derasnya aliran sungai.

Tak lama, sosok itu berjalan menjauh dan masuk ke dalam sebuah gang. Alan yang penasaran mencoba mengikutinya. Keranjang berisi daun singkong yang telah dipetik pun diletakkannya.

"Yudha?" gumamnya setelah memasuki gang.

Namun, Alan tidak menemukan sosok yang mirip Yudha tadi, "Apa tadi hanya perasaanku saja karena rindu?" tanyanya pada diri sendiri.

Tiba-tiba, sosok Yudha muncul kembali dari balik pohon dengan lambaian tangan seolah memberikan pertanda kepergiannya. Alan berlari mendekati pohon tersebut. Ia menyadari bahwa di sana hanya ada ukiran kecil di pohon bertuliskan "Kamu yang terbaik".

Alan menoleh ke sekelilingnya, namun ia tidak berhasil menemukan sosok Yudha di mana pun.

"Terima kasih, Yudha," bisiknya lirih.

"Terima kasih, Yudha," bisiknya lirih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Terjebak [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang