BAB 2 : Pertanda yang Mengusik

19 8 10
                                    

Dinginnya pagi yang diselimuti hujan tak menyurutkan semangat Alan untuk menyelesaikan tugas kuliahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinginnya pagi yang diselimuti hujan tak menyurutkan semangat Alan untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Secangkir cokelat panas menemani, diseruput perlahan. Memberikan kehangatan di tengah hawa dingin. Laptopnya terbuka, menampilkan tugas-tugas yang masih menanti untuk diselesaikan.

Denting kecil notifikasi dari laptop memecahkan kesunyian. Alan menoleh sekilas, ada surel masuk. Rasa penasaran membawanya untuk membuka surel tersebut. Matanya terbelalak saat melihat pengirimnya, Penerbit Bayangan. Sudah hampir satu bulan ia menanti jawaban atas naskah novelnya yang dikirimkan.

Jantung Alan berdebar kencang. Dengan hati-hati, ia meletakkan cangkirnya di atas meja, tak ingin menumpahkan cokelat panasnya karena rasa gugup. Jarinya bergerak cepat, membuka surel tersebut dan membaca isinya dari atas hingga ke bawah. Perlahan, senyum mengembang di bibirnya. Naskah novelnya diterima! Novelnya akan diterbitkan dalam waktu dekat!

Namun, kebahagiaannya tertahan sejenak. Alan mencari kontak yang bisa dihubungi untuk menanyakan lebih lanjut perihal penerbitan ini, seperti nomor ponsel atau media sosial. Tapi, nihil. Di dalam surel tersebut, ada penjelasan untuk menghubungi Penerbit Bayangan, hanya bisa melalui surel. Alan mengernyitkan dahinya, tak percaya.

"Mungkin, penerbit ini memang tidak suka menggunakan ponsel atau media sosial?" gumamnya.

Ia pun meraih ponselnya dan membuka Instagram. Dengan penuh harap, ia mencari akun Penerbit Bayangan. Dan benar saja, ia menemukannya, dengan logo yang sama seperti di surel tadi.

Akun tersebut terlihat sepi, namun jumlah pengikutnya cukup banyak, mencapai ribuan orang. Hal ini sedikit melegakan Alan dan membuatnya yakin Penerbit Bayangan adalah penerbit yang kredibel. Senyum Alan kembali mengembang. Ia tak sabar untuk melihat karyanya diterbitkan dan dibaca oleh banyak orang.

****

Alan menempelkan ponselnya di telinga kiri. Deringan nada sambung terdengar, menandakan bahwa Arini, sang ibu, sedang aktif di seberang sana. Senyum Alan merekah saat suara Arini terdengar.

"Halo, Ma!" sapa Alan dengan penuh semangat.

"Kelihatannya ada yang lagi senang nih," tebak Arini dari jauh sana.

Alan tertawa kecil. Kebahagiaannya tak terbendung. Matanya melirik ke luar jendela, melihat hujan yang masih dengan nyaman menyelimuti kota.

"Ada apa, nak?" tanya Arini dengan penuh rasa ingin tahu.

"Novel Alan, Ma. Diterima penerbit! Astaga, Alan senang banget! Nunggunya lama, Ma, hampir satu bulan."

"Syukurlah kalau sudah terbayarkan penantianmu. Semoga penerbitnya amanah ya, nak. Takutnya kalau ada kejadian yang tidak terduga, bahaya kan?"

"Aman kok, Ma! Semoga saja," jawab Alan, namun di sisi lain, keraguan mulai muncul di benaknya karena perkataan sang ibu.

"Oh ya, Nak. Ibu mau masak dulu ya. Hati-hati di sana. Kalau ada apa-apa, ajak Yudha biar bantu kamu," pesan Arini sebelum menutup telepon.

Terjebak [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang