2

66 15 1
                                    

Malam itu, ditemani sebatang lilin yang terus meleleh, Pangeran Taeyeon membalik halaman buku sampai ke bagian akhir dan melemparnya. Dia mengambil buku lain, kemudian membaca: catatan pertumbuhan penduduk pemerintahan Dinasti Silla. Tercatat ada 98 kali kelahiran bayi kembar di wilayah Geongju, 73 kali di wilayah Hwangju, 48 kali di wilayah Jeonju dan 105 kali di wilayah Cheongju.

Taeyeon menarik nafas dalam. Hampir separuh dari buku-buku di perpustakaannya tidak dapat menjawab rasa ingin tahunya. Laporan tertulis itu hanya mencatat kelahiran bayi kembar pada rakyat biasa. Tidak ada informasi khusus yang menjelaskan tentang kelahiran bayi kembar di keluarga kerajaan.

Masih teringat jelas kedua mata itu. Perpaduan warna coklat gelap dan sedikit kilau keemasan. Mata yang membuat Taeyeon serasa tercekik dan tenggelam ke dasar telaga.

Dia tidak mampu berpaling. Matanya bahkan tidak berkedip. Saat gadis itu berlari ketakutan dan menghilang dari pandangannya, Taeyeon merasakan kepedihan yang aneh di dalam hati. Sepertinya dia akan mengobrak-abrik kerajaan demi mencari keberadaan anak perempuan itu.

Taeyeon mengerjap berkali-kali, bola matanya menjadi merah dan kepalanya terasa melayang. Tidak ada tenaga. Pikirannya terlalu lelah untuk membaca. Dia berjalan sempoyongan ke kamar, menanggalkan jubah kerajaannya kemudian ambruk di atas tempat tidur.

Keesokan harinya, Kasim Kang membuka pintu kamarnya dan melongok ke dalam, memeriksa untuk melihat apakah pangeran muda itu telah terjaga. Dia mempersilahkan tabib istana masuk ke kamar kemudian cepat-cepat menutup pintu di belakangnya.

“Panasnya tinggi,” Taeyeon mendengar tabib berkata. “Pangeran terkena demam. Aku akan memeriksa kemungkinan yang lain.”

Tidak, Taeyeon ingin berkata, singkirkan jarum akupunktur itu. Dia mencoba untuk terbangun tapi matanya tidak patuh. Dia tidak bisa bicara. Tubuhnya tidak bisa bergerak.

Tabib meraba-raba permukaan kulit pangeran dengan sentuhan lembut. Ujung jemari tangan kirinya menekan sesaat sebelum tangan yang lain menusukkan jarum akupunktur. Dan saat itulah Taeyeon melenguh, merintih kesakitan, keningnya berkerut dan dibanjiri oleh keringat. Baru setelah jarum itu dicabut nafasnya secara berangsur-angsur mulai teratur.

Taeyeon pikir dia bisa melihat, tetapi dia tidak yakin apakah dirinya sedang bermimpi, karena begitu matanya terbuka dia menyaksikan wajah itu lagi.

Dalam penglihatan itu ada banyak kupu-kupu, bunga-bunga bermekaran dan alunan melodi dari dua belas dawai kecapi. Dia melihat dunia yang hanya terdiri dari keindahan, warna dan irama.

Dia merasakan sentuhan di pipinya. Jemari itu terasa sejuk bagaikan embusan angin di musim dingin. Gadis itu tersenyum, bibirnya bergerak mengatakan sesuatu yang tidak bisa Taeyeon dengar.

Orabeoni?

***

Gungnyeo secara harfiah adalah wanita istana atau dayang yang melayani keluarga kerajaan dan bangsawan yang bertugas sebagai pejabat pemerintahan. Pada beberapa tingkatan seperti sanggung dan nain—kepala dayang istana dan asisten dayang; punya peranan penting karena kedekatannya dengan raja dan ratu sehingga tidak jarang mereka dilibatkan dalam urusan politik.

Untuk mendapatkan posisi dayang itu sendiri juga tidak mudah. Informasinya tidak disebar secara luas dan hanya terbatas kepada anak-anak perempuan yang direkomendasikan oleh dayang senior. Banyak pertimbangan mulai dari garis keluarga, keperawanan, penampilan dan karakter menjadi syarat dalam pemilihan.

Umumnya calon dayang memasuki asrama saat berusia enam hingga dua belas tahun. Namun, Sooyeon adalah pengecualian. Asisten dayang Seo Juhyun selaku penanggung jawab asrama menerima sebuah surat tanpa nama pengirim: aku mengirim seorang anak perempuan dari kuil Gakwangsa. Dia bisa tinggal di sana tetapi jangan pernah menjadikannya sebagai dayang.

The Moon and The SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang