7

54 9 3
                                    

“Mengapa putra mahkota pergi ke luar istana?” tanya Sooyeon ketika mereka menuruni jalan gunung ke arah kota.

Yoona mengedikkan bahu. “Dia ingin menemukan kedamaian hidupnya.”

“Yah, itu cukup egois. Jadi, apakah kamu akan membiarkannya begitu saja?” tanya Sooyeon yang masih merasa penasaran.

Yoona mengedikkan bahu sekali lagi. “Aku tidak berhak melarangnya.”

Sooyeon tidak tahu bagaimana cara agar putra mahkota mau kembali ke istana sementara Yoona tampak enggan untuk membantunya.

“Ceritakan padaku soal putra mahkota,” kata Sooyeon setelah beberapa waktu berlalu dalam keheningan. “Apakah dia termasuk kumpulan pangeran-pangeran manja?”

“Jaga bicaramu!” sembur Yoona.

“Astaga, kamu mengejutkanku.” Sooyeon mengelus dada berkali-kali. “Aku hanya bercanda.”

“Putra Mahkota bukan anak manja,” kata Yoona mendengus. “Dulu dia sosok yang ceria. Karena kesibukannya, Taeyeon hampir tidak punya waktu untuk bermain. Terkadang dia mengajakku bermain saat tengah malam. Dia bersembunyi dan aku mencarinya.”

“Kedengarannya menyenangkan.”

“Awalnya begitu. Hingga pada malam itu, saat dia bersembunyi di belakang dinding aula, dia melihat pembantaian itu terjadi. Kakeknya mati dibunuh. Semua orang di aula utama tewas.”

Yoona terus bercerita tanpa menyadari garis kerutan di wajah Sooyeon. Dia tidak menyukai cara Yoona sedemikian kasar menggambarkan pembantaian tragis itu.

“Tapi Taeyeon selamat,” gumam Sooyeon.

Kini giliran Yoona yang memasang ekpresi wajah tidak senang saat mendengar gadis kurang ajar itu dengan ceroboh menyebut nama sepupunya tanpa gelar kerajaan.

“Aku tidak percaya orang sepertimu bisa lolos dari seleksi dan tinggal di asrama calon dayang.”

“Apa?”

“Yah, aku akan memaafkanmu kali ini,” sahut Yoona santai. Dia berbelok ke satu gang sempit. “Ke sebelah sini.”

Laki-laki itu membawanya memasuki kawasan pemotongan daging melewati jalanan sempit, padat dan baunya busuk seperti bau darah. Sooyeon rasanya ingin muntah. Dia buru-buru membekapkan tangan ke hidung sambil terus berjalan.

Setelah tiga puluh menit berputar dan berbelok, mereka berhenti di sebuah gubuk kecil di kaki bukit. Yoona mengetuk pintu kayu itu tiga kali.

“Siapa?” pekik suara nyaring dari dalam.

Sooyeon terlonjak. Dia mundur selangkah dan mengintip di belakang pundak Yoona.

“Ini aku,” balas Yoona dengan nada yang tak kalah nyaring. Dia sama sekali tidak terpengaruh. “Orang kesayanganmu di seluruh penjuru dunia.”

Terdengar bunyi logam bergerincing dari dalam. Kemudian pintu sedikit terbuka dan menampilkan seorang pemuda yang mengenakan pakaian abu-abu dengan ikat kepala senada. Taeyeon menyapa Yoona dengan anggukan pendek, lalu menyipit saat melihat sosok wanita di balik punggungnya.

“Sooyeon ingin bertemu denganmu,” kata Yoona menjelaskan maksud kedatangan mereka.

Taeyeon memutar bola mata. “Ya, aku bisa melihatnya berdiri di belakangmu.” Dia memberi isyarat pada mereka untuk masuk ke dalam dan mengikutinya duduk di lantai.

“Raja menanyakan soal pernikahan putra mahkota.”

“Lalu?”

“Aku menyetujuinya,” jawab Sooyeon takut-takut.

The Moon and The SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang