Alyssa mengerutkan kening memandangi wajah Kaaf yang kini sedang berkutat dengan makanan di depannya. Pagi ini mereka tengah duduk dan menikmati makanan cepat saji dari salah satu restaurant 24 jam di dekat kediaman mereka karena ruang dapur yang belum terisi perabot apapun sehingga Alyssa belum bisa memasak.
Seperti janji Kaaf kemarin, pria itu akan membawanya menemui orang yang mungkin selama ini ingin ditemuinya, padahal Alyssa pun tak mengetahui siapa orang yang dimaksud Kaaf. Ingin bertanya, namun justru sikap Kaaf pagi ini berubah dari pagi-pagi sebelumnya hingga Alyssa memilih untuk bungkam.
"Kenapa bengong?"
"Hah?!" Kaaf menautkan kedua alisnya melihat respon Alyssa. Nasi dan sepotong ayam goreng milik Alyssa begitu juga dengan telur dipinggirannya belum juga tersentuh sama sekali.
"Makanannya nggak enak?" Tanya Kaaf lagi.
"Ehh... Eng... enggak..." Jawab Alyssa terbata dan menyentuh makanan dihadapannya.
Kaaf mengalihkan pandangan kearah kendaraan yang lalu lalang di jalanan restaurant ini dari balik dinding kaca. Pikirannya melayang mendengar berita malam tadi dari salah satu informan yang kini sedang menangani seorang wanita mantan teman dalam selimutnya.
Ia tak habis pikir dengan motif sesungguhnya wanita itu hanya karena dendam di masa lalu hingga berani mengorbankan harga dirinya bahkan mungkin mencoreng citra baik sebagai seorang pekerja kesehatan di salah satu rumah sakit terkemuka.
"Kaaf..." Ucap Alyssa kini berganti menyadarkan sang suami dari lamunan. Memberi isyarat kepada Kaaf bahwa makanannya telah habis.
"Udah habis?" Tanya Maaf bodoh membuat Alyssa tersenyum kecil. Entah apa yang kini dipikiran sang suami, namun sarapan pagi ini benar-benar tak menarik di mata, bahkan tenggorokan Alyssa karena mereka yang saling berdiam diri.
"Yaudah, kita jalan sekarang yaaa... Keburu macet. Kemaren mas-masnya bilang mau nganter barang sore ini kan?" Alyssa mengangguk setuju lalu menyeruput minuman miliknya dan bangkit berdiri mengikuti langkah Kaaf menuju parkiran.
Kaaf memutar kunci mobil dan menekan pedal gas meninggalkan pelataran parkiran, membelah jalanan yang mulai ramai hingga mobil miliknya tak bisa berjalan terlalu cepat menuju tempat yang pernah ia datangi sebelumnya. Sementara Alyssa memilih bungkam dan menikmati perjalanan walau kini rasa penasaran semakin tinggi menggerogoti pikiran.
"Sebelum kita sampe disana, aku mau bilang maaf." Ujar Kaaf tanpa mengalihkan pandangan, persis seperti berbicara dengan angin.
"Maaf atas perilaku aku dulu." Sambung Kaaf pria itu lagi membuat Alyssa bingung.
"Tapi mungkin kita juga harus bersyukur atas itu. Kalo dulu aku nggak deket sama dia, mungkin ini bakal jadi misteri. Terutama buat kamu."
"Maksud kamu apa Kaaf? Aku nggak ngerti." Ujar Alyssa menyuarakan isi hatinya karena tak mengerti arah pembicaraan Kaaf.
"Dari pagi tadi kamu diem aja. Kita sarapan tadi juga kamu diem terus. Dan dari tadi malem sampe detik ini aku juga bingung kamu mau bawa aku kemana." Ucap Alyssa tampak frustasi. Entah mengapa air matanya menggenang padahal ia hanya mengatakan perkataan itu. Rasanya apa yang dilakukan Kaaf pagi ini cukup menggoreskan luka dihati kecilnya, hingga akhirnya setitik air mata mengalir diwajah Alyssa.
"Loh? Kok kamu nangis?" Kaaf sesekali mengalihkan pandangan lagi antara jalan raya dengan sang istri yang sibuk menghapusi air mata diwajahnya.
"Maafin aku yaaaa..." Ucap Kaaf mengulurkan tangan menyentuh wajah Alyssa malah semakin membuat wanita itu semakin terisak. Kaaf menggarukan kepalanya yang tak gatal, menepikan mobil dibawah pohon tepi jalan. Ia melepas safety belt-nya dan mendekat ke arah Alyssa serta membawa wanita itu ke dalam pelukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Bayaran
FanfictionBekerja menjadi pemuas nafsu para pria berhidung belang bukanlah hal yang diinginkan oleh Alyssa Mandaya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menjalankan perannya. Menjalani dunia yang penuh dengan kegelapan dan begitu suram. Bahkan sebagai wanit...