"Dia kencan dulu, mau nyusul katanya.” jawab Pandu yang diangguki Radis.
Setelah mendapat satu suapan dari Pandu, Radis segera beranjak menuju kamar mandi. Ibunya memang sangat sensitif dengan kebersihan. Kotor saja sedikit kasur atau tikar yang digunakan untuk tidur atau sekedar bersantai, pasti tubuh ibunya akan bereaksi berlebihan. Kalau tidak gatal-gatal ya muncul ruam. Dan sayangnya ke-sensitifan ibunya itu harus diturunkan kapadanya. Padahal Radis juga ingin sekali-kali langsung tidur ketika capek dari luar.
“Ndu, Berta kesini jam berapa?” tanya Raya dengan kepala menyembul dari kamarnya yang tertutup oleh kelambu.
“Gak tau, dia kalau kencan suka khilaf.” jawab Pandu dengan enteng. Dia tidak sadar bahwa kata terakhirnya membuat ibu Radis mengerutkan keningnya dan menatap tajam Pandu. “Khilaf waktu maksudnya.” lanjutnya ketika menyadari tatapan Mama Ila.
“Tanyain dong, gue mau nitip spidol warna putih soalnya.”
Pandu mengangguk dan mulai meraih handphone yang berada di sakunya, dia mengetikkan sesuatu disana dan mengirimkannya pada Berta. Belum ada 5 detik bubble dalam kolom chatnya berganti warna menjadi biru. “Iya kata Berta. Cuman dia kesini jam 9 malem. Mau quality time dulu.”
“Dasar anak muda jaman sekarang.” cibir Raya dan kembali masuk ke dalam kamarnya.
Pandu mendengar cibiran Raya, “Eh lo juga anak muda ya!” teriak Pandu dari tempat duduknya.
“Udah, Ndu. Gak baik teriak-teriak depan makanan.” tegur Mama Ila.
Radis sudah selesai mandi dan sedikit berdandan. Perlu waktu sekitar 20 menit untuk dia kembali lagi ke ruang tamu. Dia melihat Pandu beranjak dari duduknya dan membawa kantong kresek berwarna putih. “Mau kemana lo? Berta aja belum sampai.”
Pandu menoleh, “Pulang. Lo sih lama, gue keburu disuruh emak gue pulang.”
“Tumben emak lo nyariin,”
“Disuruh nganterin pesanan gue. Besok katanya mau dipake.” jawab Pandu yang diangguki Radis. “Oh ya, Berta nanti kesini jam 9, sekalian ngasih spidol titipan kakak lo.” Radis mengangkat jempolnya ke arah Pandu, tanda dia paham. Ibunya tadi sudah beranjak menuju kamar selepas Pandu pamit, katanya ingin istirahat karena capek. Dia mengantar Pandu sampai depan rumahnya. Tiba-tiba bayangan gurih kuah mie ayam hinggap dalam kepalanya. Mie ayam Pak Somad. Ah sial sekarang malam, dan mie ayam Pak Somad hanya ada di kampusnya.
“Ndu, lo mau nganter pesenan box dimana?” tanya Radis tiba-tiba.
Pandu berhenti melangkah, dia menoleh kearah Radis, “Kenapa, lo?”
“Jawab aja deh, cepet!”
“Daerah Kota, deket utama.” jawab Pandu dengan menyebutkan salah satu toko peralatan sekolah dekat rumah Nadia.
Radis mengangguk, “Gue boleh ikut gak? nanti gue bantuin bawain box-nya.” kata Radis dengan tersenyum kearah Pandu.
“Lah ngapain? Gak capek lo dari pagi udah banyak kegiatan?” balas Pandu dengan heran. “Diceritain Mama Ila tadi.” lanjutnya ketika menangkap raut kebingungan Radis karena Pandu mengetahui agendanya hari ini.
“Maka dari itu, Ndu. Karena gue capek, gue mau self reward.”
“Self reward, sel reward. Itu namanya njajan, Dis.” cibir Pandu pada Radis dengan melanjutkan langkahnya.
“Tau aja lo gue mau njajan. Jadi gimana, gue boleh ikut gak?” tanya Radis memastikan. Pandu diam, dia hanya mengangguk dengan kembali terus berjalan.
“Jangan lupa pamit ke Mama Ila. Berta juga bilangin, lo lagi keluar. Nanti takutnya dia nyampe sini, nyariin lo.” kata Pandu yang diangguki Radis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Me, Arham!
General FictionRadis tidak tau mengapa perasaannya pada sosok Fajar Arham Ardani tidak pernah habis. Dua tahun lalu hingga sekarang. Dia ingat betul bahwa pertemuan pertamanya pada sosok Arham adalah ketidaksengajaan. Wajah Arham pada saat itu, beserta potongan ra...