BAB 29 : TWO FLAVORS

7.6K 294 7
                                    

Happy reading 💋
Wellcome new followers Teresa💗
Enjoy the story💋

🏴‍☠️

Menendang kotak sampah di dekat pintu atap gedung, Heksa melampiaskan amarahnya yang sedari pagi ditahan.

Sedangkan itu, Diaz yang paham alasan kemarahan tersebut hanya duduk diam sembari membaca buku di tangannya. Setelah dari kantin, Heksa memutuskan pergi sendiri untuk meredam kekesalannya. Namun, Diaz diam-diam mengikuti sahabatnya itu untuk memastikan kalau Heksa tidak bertindak jauh.

"Gue nggak habis pikir dengan jalan pikiran Bastian." Kekesalan itu semakin terlihat ketika Heksa membanting pintu atap.

Tadi pagi Heksa dibuat terkejut dengan kehadiran Chloe di sekolahnya. Pasalnya, gadis itu menghubungi Heksa di malam hari jika sudah tiba di tanah air. Sang kekasih mengatakan ingin menemuinya besok untuk melepaskan kerinduan satu sama lain.

Namun, siapa sangka jika Chloe berdiri di parkiran sekolahnya bersama Bastian saat Heksa baru datang. Gadis itu menjelaskan kepindahannya dengan alasan yang kurang masuk akal.

Sebenarnya, Heksa tahu jika itu ulah Bastian. Tidak mungkin Chloe semudah itu pindah dari sekolah favoritnya demi Heksa. Karena Heksa tahu betul jika hubungan mereka berada di urutan paling bawah dari pendidikannya. Jadi, mustahil Chloe punya inisiatif untuk pindah ke sekolahnya. Dan karena itulah api amarah Heksa tersulut. Ia ingin menghajar Bastian saat itu juga, tetapi Heksa tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman di antara hubungan lainnya.

"Kendalikan diri lo," peringat Diaz melirik Heksa yang masih dikuasai amarah.

"Sahabat lo nyari masalah, Yaz."

"Dia juga sahabat lo. Lagi pula jangan kelihatan banget kalau di antara lo dan Teresa ada sesuatu."

Ucapan Diaz membuat Heksa mengernyit bingung. Laki-laki itu kini menghampiri Diaz, lalu duduk di sampingnya.

"Gue nggak ngerti apa yang lo katakan."

Membuang napas kasar, Diaz menutup buku bacaannya, lalu menyandarkan punggung. Ia menoleh pada Heksa seraya tersenyum tipis.

Sungguh, kebingungan semakin melingkupi Heksa yang tidak mengerti ucapan Diaz. Entah kemana arah pembicaraan sahabatnya itu.

"Cara lo menatap Chloe dan Teresa beda. Gue sempat tertipu beberapa saat, tapi ketika menyadari satu hal, gue langsung sadar kalau lo nggak mencintai Chloe," jelas Diaz. Tentu saja hal itu tidak disetujui oleh Heksa.

"Yaz, lo pernah jatuh cinta, kan? Pasti tahu definisi mencintai seseorang melebihi diri lo sendiri."

Diaz mengangguk mengerti. "Dan definisi itu hanya berlaku untuk Teresa. Gue nggak melihatnya untuk Chloe."

"Really? Sekarang lo ikut-ikutan menyudutkan gue kayak yang lainnya."

"Fakta, Sa. Lagi pula lo hanya takut kehilangan Chloe. Semua orang di lapangan basket waktu itu tahu bagaimana sempurnanya Chloe menembak lo lebih dulu. Dia tertarik, tapi lo nggak. Karena selalu ada dinding yang lo bangun tinggi di antara hubungan kalian."

Pernyataan Diaz mengingatkan Heksa tentang kejadian waktu itu saat di lapangan basket sekolah lawan, dimana Chloe bersekolah di sana. Gadis itu dengan seragam cheerleaders menghampiri dirinya di tengah lapangan setelah pertandingan, lalu mengungkapkan perasaan di depan semua orang.

Heksa terkejut. Ia tidak berekspektasi jika seorang gadis mengungkapkan perasaannya lebih dulu. Chloe bilang itu cinta pandangan pertama. Namun, sampai detik ini pun Heksa bingung dengan perasaannya. Ia takut kehilangan Chloe, sangat takut. Rasa cinta itu mulai tumbuh, tetapi tidak besar. Hanya sedikit mengisi kekosongan hatinya.

𝐓𝐄𝐑𝐄𝐒𝐀 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang