Happy reading everyone 💋
🏴☠️
Wajah Teresa tetap datar saat petugas PMR membantunya mengobati luka yang mengenai tulang kering. Cairan merah kental itu sudah mengering, jadi sedikit kesusahan untuk membersihkannya.
Sebenarnya sangat perih saat obat merah mengenai luka yang lumayan lebar itu. Butuh kehati-hatian untuk mengambil pecahan beling yang menancap di lukanya. Untung saja benda tajam itu tidak besar jadi masih bisa ditangani oleh petugas kesehatan sekolah.
"Nanti sampai rumah Kakak ganti perbannya, ya," pesan gadis berkepang satu yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya.
"Thank you."
Mengangguk sembari tersenyum tipis. Adik kelasnya itu beranjak untuk membersihkan sisa pengobatan.
Saat adik kelasnya pergi ke toilet, pintu UKS terbuka menampilkan wajah seseorang.
"Gimana keadaan lo?" tanyanya mendekat ke brankar Teresa.
"Baik." Terkesan dingin. "Ngapain?" tanyanya saat brankar kosong di sebelahnya di duduki.
"Cek kondisi lo. Anggota tadi ada yang laporan kalau lo dan dia ribut lagi."
"Cewek gila," desis Teresa.
Damar melirik perban yang masih baru tersebut. "Lukanya parah?"
Melihat kemana arah pandang Damar, gadis itu ikut melihat kakinya. "Kecil," jawabnya tidak yakin. Ia sempat melihat robekan yang lumayan lebar.
Mengangguk, Damar mengulurkan tangannya. Teresa hanya melirik sekilas tangan tersebut, lalu berdiri dengan sedikit kesusahan karena lukanya mulai terasa perih dan nyeri. Bahaya. Jika tidak segera sembuh dalam beberapa jam maka pekerjaannya akan berantakan.
Menyadari bantuannya tidak diterima baik, Damar berniat menarik kembali tangannya. Akan tetapi, Teresa langsung menyambar tangan tersebut saat kakinya tidak seimbang dan nyaris jatuh.
"Shit!" umpat Teresa.
"Jangan memaksa," saran Damar.
Justru itu Teresa harus memaksa jalan agar kakinya tidak kaku. Ia juga tidak boleh terlihat lemah di hadapan musuhnya.
Meringis pelan, Teresa kembali duduk ketika lukanya semakin perih. Ia tidak bisa terus seperti ini. Bisa-bisa Teresa akan kesulitan berjalan.
"Sebaiknya lo istirahat di sini sampai sedikit membaik. Nanti gue bantu izinin sama guru piket. Tenang aja, gue bisa mengendalikannya."
"Enggak perlu. Gue baik-baik aja."
Berdecak kesal karena Teresa yang keras kepala, Damar menyenggol pelan luka tersebut membuat sang empunya meringis sakit.
"Kayak gitu 'baik-baik aja'?"
"Gue nggak selemah itu."
"Enggak ada yang bilang lemah, Teresa. Ini demi kebaikan lo juga. Tetap diam di sini dan istirahat. Gue nanti cek kondisi lo di istirahat kedua."
Damar berusaha meyakinkan Teresa sebaik mungkin. Melihat iris yang menatapnya teduh, hati Teresa tiba-tiba menghangat. Ia pun hanya mengguman kecil lalu kembali berbaring di brankar.
Tersenyum kecil, Damar menepuk pelan puncak kepala Teresa, lalu menaikkan selimut. Semua pergerakan itu tidak luput dari pengawasan Teresa.
"Thank you," ujar Teresa.
"You are welcome. See you."
Sebelum pergi Damar melemparkan senyuman padanya, tetapi Teresa hanya memasang wajah datar. Setelah kepergian laki-laki tersebut, Teresa menyingkapkan kasur dengan kasar, lalu turun dari brankar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐄𝐑𝐄𝐒𝐀 [SELESAI]
Romance𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Young adult - Romance⚠️ Pemberani. Keras kepala. Angkuh. Tiga kata yang menggambarkan karakter dari seorang gadis yang duduk di bangku sekolah tingkah akhir. Teresa. Gadis misterius pemilik iris hitam yang hidupnya se...