BAB 36 : JAIL'S

7.5K 291 8
                                    

Happy reading everyone 💋

🏴‍☠️

Pukul dua dini hari lintasan balapan di timur laut baru saja berhenti beroperasi saat pertandingan terakhir dimenangkan oleh gadis yang baru saja keluar dari mobil bewarna merah.

"Tere! Congratulasion!" Suara laki-laki menyambutnya saat Teresa berjalan angkuh menghampiri meja panitia.

Uang yang terbungkus amplop cokelat diserahkan padanya sebagai hadiah kemenangan malam ini. Cukup tebal dan bernilai fantastis. Tidak rugi bagi Teresa untuk merelakan jam malamnya demi uang berlipat ganda tersebut.

"Selamat, Re," ujar Natha menepuk bahunya.

"Thank you, Bang. Ini buat kita." Teresa mengangkat amplop cokelat tersebut, lalu Natha menerimanya saat Teresa menyodorkan barang itu.

"Gue yakin lo menang. Dan, kemenangan itu menjadi milik lo." Zaden mengedipkan sebelah matanya saat Teresa melirik padanya.

"Thank you, Bang," ujarnya pada Zaden. Laki-laki itu tersenyum sumringah.

Kemudian, ketiganya berjalan beriringan menuju mobil masing-masing. Namun, baru saja akan masuk ke dalam mobil, Teresa dikejutkan dengan sirine aparat kepolisian dari semua penjuru.

Seketika lintasan berubah semakin mencekam saat tembakan asap dilemparkan pada mereka. Disusul suara letusan senjata api yang mengarah ke udara menginterupsi mereka untuk tiarap.

"Bang—"

"TERE AWAS!"

Tubuh Teresa terhuyung ke samping, lalu ambruk bersama tubuh lainnya.

Gas air mata?

"Ada yang luka?" tanya Zaden.

Teresa menggeleng samar. Iris hitamnya mengedar di antara kerumunan—mencari keberadaan Natha. Ia mengkhawatirkan laki-laki itu yang pergi ke mobilnya di belakang lintasan.

"Ayo!"

"Bang Natha," lirih Teresa.

"Dia baik-baik aja. Kita harus segera pergi, Re. Ayo!"

Pasrah. Tubuhnya direngkuh dengan kepala yang ditutupi oleh jaket Zaden. Laki-laki tersebut mengajaknya menyelinap di balik mobil pembalap lainnya untuk kabur secara diam-diam.

"Kita mau kemana?" Suara Teresa nyaris bergetar. Ia tidak bisa meninggalkan Natha seorang diri di sana. Laki-laki itu pasti membutuhkan bantuannya.

"Re, dengar ini baik-baik." Zaden memegang kedua bahunya dengan sedikit menyentak. Mencoba menyadarkan Teresa yang sedang kalut.

"Bang Natha," gumam Teresa. Kedua matanya menatap kosong lintasan yang benar-benar kacau. Tumpahan api dari tong membara di setiap sudut. Kepulan asap serta jeritan para penonton perempuan saat terkena gas air mata membuat hati Teresa sakit.

Seharusnya ini tidak terjadi.

"Natha baik-baik aja."

"Dia nggak baik-baik aja!" marah Teresa. "Mereka akan menangkapnya, Bang. Gue nggak mau bang Natha terluka. Gue mohon selamatkan dia." Bahkan Teresa sudah hampir putus asa. Ia tidak mau kehilangan lagi.

Zaden yang melihat raut putus asa serta sorot mata penuh ketakutan itu sangat terluka. Ia seperti melihat sisi lain dari seorang Teresa. Rapuh.

"Tere." Zaden memaksa Teresa untuk menoleh padanya. "Lo mau Natha baik-baik aja, kan?"

Mengangguk cepat, Teresa meremas ujung jaketnya.

"Lari terus dan jangan berhenti sampai lo menemukan batu besar yang atasnya tumbuh pohon bakau. Telusuri terus hutan bakau ini, Re. Jangan pernah lari di sisi pantai. Paham?"

𝐓𝐄𝐑𝐄𝐒𝐀 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang