Delapan

402 83 2
                                    

Menikah?

Bagaimana bisa? Frasa itu masih mengganggunya. Walau kini dirinya sudah berada di antara hiruk pikuk kelab malam yang entah kenapa begitu penuh sesak malam itu. Apakah semua orang sedang tidak baik-baik saja seperti dirinya?

Bagaimana bisa lelaki itu betul-betul menikah dan tidak mengatakan apa pun pada Arantxa yang selama ini mencari-carinya setengah mati?

Apa susahnya menekan nomor ponsel dan mengatakan sesuatu pada Arantxa? Well kemungkinan wanita itu akan mengamuk dan memaki Arkana di telepon. Tapi setelahnya tidak akan ada dendam lagi. Seperti yang dialaminya saat ini. Ia benci. Ia penasaran. Ia mendendam. Ternyata cinta hanya meninggalkan kenangan buruk di akhir riwayatnya.

Ia teringat kejadian siang tadi. Begitu Amrita pergi bersama Bagas, Ara tidak melanjutkan kegiatan berbelanja. Ia membayar yang ada di dalam trolinya. Tidak banyak seperti biasanya. Lalu ia segera lari ke mobil.

Arantxa menggeleng. Ia berdiam begitu lama di dalam mobilnya. Memandangi foto kebersamaannya dengan Arkana. Foto itu diambil di tepi sungai Yarra. Mereka berangkulan. Muda. Bahagia.

Ia sangat mencintai Arkana. Dulu, lelaki itu adalah sosok yang menurut Arantxa sangat bertanggung jawab. Mandiri dan penyayang. Arantxa masih ingat ketika ia harus menunggu ibunya menjemput. Saat itu ia baru mengikuti ekstrakulikuler English literatur. Arantxa pulang terlambat karena mereka sedang berdiskusi siapa yang akan dikirim untuk lomba karya tulis berbahasa Inggris. Lebih tepatnya novelet berbahasa Inggris.

Lomba itu diadakan oleh FIB sebuah kampus swasta di bilangan Jakarta Barat. Dan karena diskusi itu, akhirnya Arantxa pulang pukul delapan malam. Saat itu ternyata anak basket juga sedang berlatih. Arantxa kaget karena mendapati Arkana masih nongkrong di kantin sekolah hingga malam begini.

Diantara Arantxa, Lyanna, dan El, hanya Arantxa yang ikut ekskul. El disibukkan dengan kursus privat yang sudah diatur oleh ibunya. Sementara Lyanna ikut tim basket sekolah.

Hari itu Lyanna sudah pulang. Dan Arantxa harus menunggu jemputan ibunya yang kebetulan hari itu ada meeting. Ketika itulah Arkana tanpa basa-basi menghampirinya di depan gerbang sekolah.

"Kok sendirian?"

"Iya nih. Tungguin Mama. Ada meeting katanya."

"Temen-temen lo ... "

"Lyanna udah ngabur ke mal. Ada Vidi Aldiano manggung." Arkana tertawa mendengar penjelasan Arantxa. "Vidi Aldiano ya?"

Arantxa mengernyitkan dahi. "Emang apa salahnya ngefans sama Vidi? Dia cute kok."

"Kalo dia cute kok elo nggak ikut-ikutan ngefans?"

"Gue suka Danny The Script kok."

"Oh."

Setelah itu Arkana menggaruk bagian belakang kepalanya. Salah tingkah. "Lo bawa handphone kan?"

Arantxa menaikkan alisnya.

"Lo bisa dong bilang ke nyokap kalau lo mau baliknya dianterin gue."

Sekonyong-konyong wajah Arantxa memerah. Sejak saat itu, mereka sering jalan bareng. Nge- date. Empat bulan kemudian keduanya jadian.

Selama mereka pacaran, Arkana adalah tipikal boyfriend materials itu memang tidak selalu ada di samping Arantxa. Tapi bila punya waktu longgar, lelaki itu tidak segan-segan untuk menghabiskan waktu bersama Arantxa.

Wanita itu merasa sangat dicintai dan dipedulikan oleh pacarnya. Bahkan sewaktu Arantxa harus menemani Lyanna sepanjang minggu karena sahabatnya itu patah hati lantaran diselingkuhi oleh pacarnya yang anak kuliahan waktu itu.

In Between Where stories live. Discover now