10. Gosip panas

56 10 0
                                    

"Gue lihat-lihat, kandidat nomor satu semakin maju tak gentar nih."

Sudah biasa Aima mendengarkan ini. Dari kemarin setelah makan siang bersama Ahan, Eva tak berhenti meledeknya sampai hari ini. Katanya, ini merupakan kemajuan seorang Aima yang harus mendapatkan Ahan ketimbang Fathir. Aima tidak menggubris, untuk apa dia meladeni ucapan-ucapan yang ketara sekali itu tidak mungkin terjadi.

"Sembilan puluh persen dia punya perasaan ke lo. Yakin gue," kata Eva membuka bungkus snack-nya.

"Lo sendiri tahu sebenci apa Ahan sama gue. Udah lah Ev, dia juga udah suka orang. Nggak baik gosipin dia kayak gini."

Eva mendengkus mendengar jawaban Aima. "Hah? Ai, seriously? He is Ahan loh! He's not just any guy."

Mau bagaimanapun Aima juga harus tahu batasan setelah mendengar bahwa laki-laki itu memiliki orang yang dia sukai. Setidaknya, dia membantu Ahan agar image jeleknya yang tidak sembarang orang tahu, menutup rapat-rapat hal tersebut.

"Mau buang sampah. Nitip nggak?" tanya Aima sewot, mengambil sampah Eva yang perempuan itu tunjuk dengan senyum tidak tahu malu.

Sebelum keluar, Andi yang duduknya di depan paling pojok– dekat dengan pintu, menitip sampah bungkus makanan. Kenapa kebanyakan teman-temannya berperilaku tidak tahu malu seperti ini. "Nitip ya Mbak Ai, semoga dilancarin urusannya– kalau ikhlas buangin sampah ini. Inget, satu sampah satu pahala!"

Kan, semakin tidak tahu diri malah.

Bertepatan dengan dibukanya pintu, Ahan berjalan melewati kelas Aima. "AHAN!"

"Apa?"

"Galak amat kayak habis ditolak," goda Aima tersenyum geli melihat bagaimana Ahan menahan kesal.

"Cowok yang dia suka habis putus sama pacarnya. Menurut lo, dia bakal seneng atau nggak?"

Aima seperti tengah berpikir. "Bisa jadi seneng sih sebenernya. Tapi kan– loh loh Han?! Kok pergi gitu aja sih," ucap Aima semakin pelan.

Salah ngomong. Aima merutuki dirinya sendiri karena dia yakin bahwa ucapannya tadi sudah keterlaluan. Dia memang berbicara jujur tapi masih ada lanjutan di ucapannya yang masih belum dia selesaikan karena laki-laki itu sudah pergi begitu saja.

"Menurut gue sih enggak ya, tapi dia kan cowok sensitif, mungkin aja nggak sih dia tipe yang nggak menerima penolakan?" respon Eva ketika mendengar cerita Aima barusan.

Aima memang salah. Tapi, Ahan juga tidak boleh berpikir seperti itu padahal dia tidak melakukan apa-apa. Kasarnya, he has no effort pada perempuan yang disukainya. "Ngatain orang HTS pengecut. Padahal dirinya sendiri pengecut banget," ejek Aima, walau orang yang dia ejek tidak bisa mendengarnya.

"Siapa sih? Lo tahu orangnya?" Eva jadi penasaran dengan perempuan yang memikat hati Ahan.

"Katanya disuruh nebak. I don't have any ideas. One class maybe or an Olympic friend," tebak Aima.

Eva manggut-manggut, sedikit setuju dengan tebakan Aima. "Atau kalau enggak ya lo!" balasnya, dibalas dengusan oleh Aima.

Mulai nih, mulai.

Obrolan mereka terhenti, ketika Zidan datang berbisik-bisik dengan Andi yang kelihatan mendapat gosip menarik sambil melihat ponsel milik Andi. Bahkan, Iqbal yang tidak pernah tertarik menggosip, jadi ikutan mengikuti dari belakang.

"Ada apa sih bisik-bisik?" tanya Eva. Mereka berhenti sejenak, kemudian berjalan kearah Eva dan Aima. Layaknya orang yang mendapat uang miliaran, Zidan datang dengan perasaan yang membingungkan.

Tak ada yang memulai untuk menceritakan, mereka bertiga sibuk melihat ponsel Andi. Aima paham, pasti ada hal yang menggemparkan di sekolah yang dikirim lewat ponsel. Sayangnya tidak ada yang mengiriminya, selain harus bertanya pada mereka bertiga.

"Bal?"

"Fathir kelas IPA 2 diputusin depan kelas," jawab Iqbal masih sibuk menonton.

Wow?

Eva melirik ke arah Aima, ingin tahu reaksi apa yang dikeluarkannya. "Dia bikin masalah apa gimana, kok sampe menggemparkan?"

"Va, ini tuh beneran menggemparkan lah! Orang cekcok buantere puol sampe kelas lain pada keluar nontonin," balas Zidan yang sepertinya excited dengan berita ini.

"Termasuk Andi yang ambil video?" tanya Aima yang dibalas senyuman penuh arti oleh Andi.

Berita ini memang mengejutkan bagi Aima. Perasaan baru kemarin dia mengetahui bahwa hubungan Fathir dan pacarnya termasuk kategori lama. Ini kenapa tiba-tiba jadi putus gini? Aima bingung, perasaannya biasa saja ketika mendengar berita tersebut. Justru, dia malah menyayangkan hubungan yang 3 tahun dijalani malah kandas begitu saja. Mungkin Eva benar, tentang Aima yang hanya kagum dengan sosok Fathir.

"Mbak, mau nonton nggak?" tawar Andi pada Aima, menyerahkan ponselnya secara cuma-cuma padanya. Aima menggeleng, walau tahu Fathir sudah putus, dia tetap enggan. Fathir sudah dia masukkan kedalam jejeran cowok yang hanya Aima kagumi saja. Untuk masalah diluar prestasi atau penampilan, Aima tidak ingin tahu lebih lanjut. Berita bahwa laki-laki itu sudah putus sudah termasuk cukup.

"Kalau nggak ada Ahan, mungkin Fathir udah habis-habisan di tangan Yasa," ucap Iqbal.

"Emang Ahan ngapain?" tanya Aima spontan.

"Amboy-amboy, lebih suka berita tentang Ahan rupanya," ejek Zidan, mendapati wajah Aima yang lebih penasaran tentang Ahan.

Andi, selaku orang yang menyaksikan keributan antara Fathir dan Yasa, menjelaskan apa yang dilakukan laki-laki itu untuk menengahi. "Ahan ngomong ke Yasa kalau Yasa bikin keributan sama Fathir disini, namanya mempermalukan diri sendiri. Katanya juga nunggu emosi turun dulu baru ngomong. Lebih kompaknya lagi, temen kelasnya tuh langsung kayak nyeret Yasa sama Fathir ke kelas. Salut gue sama Ahan, padahal dia nggak satu kelas sama mereka."

"Kalau Fathir nggak temennya, mana mau tuh Si Ahan bantuin ngomong gitu," ucap Iqbal yang memang disetujui oleh mereka.

"Dan, awas ya kalau lo kayak gitu. Gue pecat lo dari IPA 1," ucap Iqbal tajam. Zidan hanya cengengesan saja di tempat.

Di antara teman kelas, hanya Zidan yang mempunyai pacar adik kelas. Karena tahu hubungan mereka yang sering putus nyambung, Iqbal was-was kalau Zidan sampai berbuat memalukan seperti kejadian tadi. "Lo kok nggak pacaran sih Bal?" Aima jadi tertarik membahas kisah percintaan ketua kelasnya.

"Waktunya udah dihabisin buat band sama bimbel tuh," jawab Andi mengingat Iqbal yang sering tidak mau diajak nongkrong karena mengincar sekolah kedinasan.

"Udah gedhe nggak usah banyak tingkah," balas Iqbal pada Andi. "Gue bukan Zidan yang pacarannya bentar-bentar putus nyambung." Zidan hendak memprotes, lantaran namanya ikut diseret-seret. "Bukan Andi juga, yang hobinya ramah ke semua cewek."

"Perasaan gue diem aja..."

"Dia maunya yang kayak eva. Mandiri dan berdedikasi tinggi." Zidan dengan mulut gosipnya mengucapkan keras-keras.

Mendengar nama Eva disebut, Aima melirik temannya dengan tatapan menggoda. Diam-diam ternyata dekat dengan ketua rupanya. "Eva? Wow."

"Mulutnya tolong dijaga. Syirik kan lo, dapetnya malah bocah!" ejek Iqbal kejam.

"Tipenya emang dedek gemes Bal. Kalau syirik sama lo, dia nggak bakal putus sama Lia lah!" Andi ikut menimpali, membuat Zidan merasa terpojok dan mendapat gelak tawa dari mereka.

___

10-07-24



Balik Kanan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang