Chapter 08.

35.1K 2.3K 34
                                    

Maaf aku lagi sedikit mager update karena juga ceritanya lumayan sepi, ini aku up juga karena ternyata ada yang nungguin.

Makasih buat yang udah nagih cerita ini di wall!

Waktu sudah menunjukkan pukul empat petang. Setelah seharian bermalas-malasan di kamar, Saina memutuskan untuk menyiapkan makan malam untuk Saka. Persetan dengan undangan makan malam dari ayahnya, Saina tidak peduli.

Ia yakin, selain mengenalkan Cecilia si anak haram itu, ayahnya akan membandingkan dirinya beserta saka, bahkan tak ayal menghina pria tersebut, sesuai dengan kejadian di masa lalu.

Di masa lalu, Saka mereka memang datang ke acara makan malam tersebut karena Saina merasa akan terlepas dari belenggu pernikahan bersama Saka. Tetapi, harapan Saina tersebut sirna dengan diperkenalkannya Cecilia. Hal tersebut membuat Saina kesal bukan main sehingga tanpa sadar turut menjelek-jelekkan Saka seperti yang ibu tiri dan ayahnya lakukan.

Kali ini, ia akan mengubahnya. Terlalu banyak perasaan sakit yang ia torehkan kepada laki-laki itu, bahkan sampai membuat Saka gangguan jiwa.

Saina mulai berkutat di dapur, semua bahan dapur terlihat cukup lengkap membuatnya cukup leluasa memasak beberapa hidangan. Tidak terlalu banyak, hanya untuk malam ini dan mungkin sisanya untuk besok.

Saina terlalu asyik berkutat di dapur sampai-sampai tidak menyadari bahwa Saka telah pulang. Pria itu masuk ke dalam rumah kemudian senyum kecil tersungging di bibirnya kala melihat punggung istrinya. Dengan mengendap-endap ia berjalan mendekati Saina, kemudian tanpa aba-aba memeluk wanita itu erat.

Saina yang tidak siap tentu saja terkejut dan secara spontan terpekik kecil. Tangannya sudah bersiap meraih pisau tetapi bisikan lembut di telinganya menyadarkan Saina bahwa yang memeluknya adalah sang suami.

"Sayang..." bisikan rendah dari suara berat sang suami membuat bulu kuduk Saina meremang. Kecupan-kecupan lembut turut wanita itu rasakan menghujam di tengkuknya.

"Geli, Saka..." Protes Saina sedikit mengejang. "Kamu juga ngagetin, hampir aja aku ambil pisau terus tusukin ke kamu," lanjutnya menggerutu.

Saka terkekeh geli. "Tega banget suaminya mau di tusuk. Nanti jadi janda gimana?"

"Ya makanya jangan ngagetin, kan bisa permisi dulu sebelum masuk, minimal bilang 'sayang aku pulang', kan sopan kalau begitu, hati istri pun tenang," celotehnya.

"Kayak sama siapa aja pake permisi dulu. Inikan rumah aku. Lagi pula tadi aku udah manggil kamu, tapi kamunya aja yang gak denger," cibirnya.

"Terserah!" sahut Saina malas, seraya tangannya kembali mengolah masakan yang ia buat, tak peduli tangan suaminya yang meraba sana sini. Meski begitu, Saka tidak meraba area sensitifnya karena masih merasa canggung dengan Saina yang versi 'jinak' begini.

"Geser dulu ah! Aku mau mindahin masakan ini." Saina menepis tangan kekar tersebut namun bukannya terlepas, Saka justru memeluk semakin erat.

"Kan bisa pelukan sambil mindahin masakan," gumamnya.

"Gak bisalah, sulit, nanti jatuh terus tumpah gimana?" ketusnya. "Lepas sebelum aku kelepasan nyerang kamu pake pisau ini!" lanjutnya mengancam.

Bukannya merasa takut, Saka justru terkekeh geli. Tak ayal, ia melepaskan tangannya dari pelukan sang istri kemudian mengecup pipi mulus itu sekilas. "Aku tunggu di meja makan."

~o0o~


Dinginnya angin malam masih tak mampu menembus kehangatan dari pasangan suami istri yang sedang berpelukan di balik selimut. Pasangan suami istri yang tak lain adalah Saina dan Saka itu sedang berbicara dan bersenda gurau di atas ranjang untuk pertama kalinya. Hanya bercakap, tak lebih karena Saka pikir Saina juga belum siap untuk melakukan kegiatan panas tersebut.

"Bentar lagi rencananya aku mau masak lauk pauk warung biar besok bisa buka. Kamu jadi pergi 'kan?" tanya Saka.

"Pergi? Ke mana?" Dahi Saina mengerut pertanda kebingungan.

"Bukannya kamu mau pergi makan malam keluarga, ya? Kalau jadi aku batalin buka toko besok biar kita segera siap-siap berangkat."

Dahi Saina mengerut semakin dalam. "Loh! Kamu tahu dari mana? Aku 'kan belum kasih tahu kamu?"

"O-oh, aku... Aku di kasih tahu sama ayah mertua katanya ada agenda makan malam," ucap Saka sedikit gugup.

Mendengar hal tersebut, Saina hanya mengangguk pelan pertanda mengerti meski ucapan Saka masih menyimpan tanda tanya di kepalanya. Saina baru tahu jika Saka diberi tahu perihal makan malam tersebut padahal di masa lalu Saka baru mengetahui makan malam ini karena diberi tahu oleh dirinya.

Mungkinkah alurnya sekarang juga berubah? Tapi kenapa? Apa karena dia bersikap sangat baik kepada Saka, atau... Saka juga mengalami pengulangan waktu?

TBC.

Enervate (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang