BAGIAN 18

199 37 16
                                    

***

Ansel dan Aderfia lain berlari bak kesetanan di koridor rumah sakit, bukan hanya sekarang tapi saat di jalanan pun mereka mengendarai motor seperti di kerjar rentenir, masa bodoh dengan sekolah mereka telah meminta izin walaupun tak di izinkan.

Sesampainya di ruangan tempat David di rawat mereka memelankan langkah kaki mereka agar tak menganggu David yang terbaring dengan mata terpejam di ranjang, tangan dan kakinya di perban membuat yang lain meringis membayangkan sakit.

"Sel sini dulu abang mau ngomong." Panggil Bara yang duduk di sofa tunggu, tentu Bara meminta kamar VIP untuk merawat adiknya.

Ansel mendekati Bara di ikut yang lainnya, ada yang duduk di sofa dan sebagian duduk lesehan di lantai, bersiap mendengarkan Bara yang sepertinya akan bercerita.

"Tadi kalian kenapa sekolah bawa motor masing-masing, bertiga kan berangkatnya?" Tanya Bara pada Ansel yang menunduk di depannya.

"Iya bertiga, tapi Dav pergi dulu bawa motornya, Ansel anterin Samuel dulu." Jawab Ansel yang masih menunduk.

"Kemarin abang udah bilang kan kalo berangkat bertiga bawa mobil, abang keluar sebentar cari obat aja kalian udah rusuh kaya gini." Ujar Bara dengan suara rendahnya membuat bukan hanya Ansel yang menunduk tapi teman-temannya pun ikut menunduk.

"Cari obat siapa yang sakit?" Tanya Ansel memberanikan diri.

" David yang sakit, semalem demam ngigo mulu nyari bunda Nessa, niatnya hari ini abang mau larang David buat sekolah dulu tapi pas pulang malah abang dapet kabar kalo Dav kecelakaan." Jawab Bara semakin membuat Ansel merasa bersalah, pantas saja David manja pagi ini, minta berangkat bareng ternyata dia lagi sakit.

"Terus David gimana bang? Ngga parah kan?" Tanya Hugo saat yang lain hanya diam, ia tak sabar menunggu Bara bercerita.

"Lukanya emang ngga parah, tapi jantungnya semakin lemah, David ngga boleh kecapekan sama sekali dan ada beberapa makanan yang tak boleh di makannya." Jawab Bara sembari menatap sendu adiknya yang terbaring lemah di ranjang pesakitan.

"Kita gagal bang." Ujar Ansel.

"Kita gagal jagain David, sewaktu David masih bersama bunda Nesaa, David sehat-sehat aja, walaupun sakit tapi tak separah ini."

***
David berjalan di sebuah taman yang sangat indah, entah bagaimana ceritanya ia bisa tiba-tiba berada di sana, semakin ia berjalan semakin indah pemandangan yang ia lihat, banyak bunga bermekaran dan kupu-kupu berterbangan, hingga perhatian David teralihkan pada sesosok yang sangat ia rindukan.

"Ayah!!"

"David kenapa di sini? Di sini bukan tempat David." Ujar seorang lelaki paruh baya yang duduk di kursi panjang di tengah-tengah taman itu.

"Tapi ayah juga di sini, David mau sama ayah aja." Jawab David yang duduk di samping seseorang yang ia panggil ayah.

"Di sini tempatnya indah ya, David suka."

"Balik ya nak, David ngga seharusnya di sini." Tutur ayah dan setelahnya hilang begitu saja dari hadapan David.

"Ayah!! Ayah dimana??? Ayah!!!"

***

"Detak jantung pasien kembali dok." Ujar si perawat membuat dokter bernafas lega.

Tak lama setelah Ansel dan yang lain sampai di tempat David tadi, tiba-tiba saja kondisi David menurun, badannya kejang dan detak jantungnya melemah hingga sempat menghilang, beruntung David kembali.

Dokter keluar ruangan membuat Bara dan Ansel buru-buru menghampirinya.

"Kondisi pasien kembali stabil, tapi untuk sementara biar berada di ruang ICU terlebih dahulu sampai kondisinya benar-benar membaik."

"Baik dok terimakasih, tapi apa kami boleh menjenguk adik kamu dok?" Tanya Bara penuh harap.

"Boleh, tapi hanya satu orang." Jawab dokter membuat Bara dan Ansel saling pandang.

"Kamu aja yang masuk, abang mau kabarin papa." Ujar Bara sembari menepuk pundak Ansel.

Ansel memasuki ruangan dingin tempat dimana kembarannya terbaring lemah.

"Dav, maaf." Ujar Ansel sembari menggenggam tangan dingin kembarannya.

"Lo boleh minta apa aja ke gue, lo boleh berangkat sekolah bareng gue, lo mau ajak gue kemanapun dan kapanpun gue bakal turutin, tapi lo bangun dulu, lo harus kuat Dav, lo ngga boleh tinggalin gue, kita baru aja ketemu Dav." Ansel mengusap-usap dada David yang terdapat jantung dengan detak yang lemah di sana, David sangat menyukai usapan lembut Ansel ketika penyakitnya kambuh.

"Lo kenapa nangis kemarin, ada masalah? Kenapa ngga cerita ke gue kalo ada masalah?" Baru sekarang Ansel ingat dengan pertanyaan yang akan ia utarakan pada David.

Terlambat dan Ansel sangat menyesal sekarang, andai ia menerima tawaran David untuk berangkat bersama pasti sekarang David tak akan berbaring di sini, mungkin sekarang mereka tengah bermain kejar-kejaran dengan pak Hartanto, atau bisa jadi ngerusuh di kantin.

Pergerakan tangan David yang ia genggam membuat Ansel segera menatap David, bulu mata lentiknya bergerak-gerak membuat Ansel tersenyum, buru-buru ia memanggil dokter yang berjaga di ICU untuk memeriksa kondisi David.

"Mohon tunggu di luar, biar kami memeriksa pasien." Ujar Dokter membuat Ansel secara terpaksa keluar ruang ICU.

Tak butuh waktu lama, dokter keluar dengan mendorong ranjang pesakitan dengan David di sana.

"Pasien akan kami pindahkan ke ruang rawat." Ujar dokter dengan senyum ramahnya.

"Terimakasih dok." Balas Bara tak lupa dengan senyumannya, ia merasa bersyukur adiknya sudah lebih baik.

Bara dan Ansel mengekor dari belakang dokter yang mengantar David, anggota Aderfia lain tentu sudah balik ke sekolah karena ceramah dadakan dari Bara.

Tak berselang lama David sampai di ruang rawatnya, Giselle datang dengan topengnya.

"Sayang maaf ya mommy baru jenguk, tadi ngurus rumah dulu, gimana? Mana yang sakit nak?" Giselle pura-pura menyeka air matanya, tangannya ia gunakan mengusap tangan David yang terbalut perban.

David rasa ia ingin muntah mendengar tutur halus nenek lampir di depannya.

"David kok diem aja itu mommy nanya." Tutur Bara lembut saat David tak merespon apapun yang di tanyakan Giselle, sebenarnya bukan hanya Giselle tapi David mengabaikan semua orang di ruangan itu.

Suara pintu terbuka membuat David menoleh dan langsung tersenyum.

"Kak, gimana? Mana yang sakit, bilang sama bunda." Tanya Nessa, seseorang yang baru saja membuat David tersenyum.

Nessa mendekati David dan mengusap lembut surai anak angkatnya itu.

"Sini sakit bunda, semua badan Dav sakit." Jawab Dengan puppy eyes nya.

"Sakit ya, kasian anaknya bunda, kok bisa jatuh sih, sini cerita sama bunda." Ujar Nesaa.

David menceritakan bagaimana ia terjauh, bagaimana rasa sakitnya dan hal yang membuat semuanya terdiam adalah David bercerita ia bertemu dengan ayahnya.

Giselle memandang sengit David, sedangkan Bara dan Ansel memandang sendu David yang begitu ceria bercerita dengan Nessa, padahal sebelum Nessa datang David mengabaikan semua orang.

***
See u next chapter guyss
Jangan lupa vote dan komen
감사합니다




AYO VOTE DAN KOMEN

AYO VOTE DAN KOMEN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumah untuk pulang? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang