1

100 3 0
                                    

Ada banyak sekali perubahan yang tampak dari bertambahnya usia seseorang. Begitupun yang terjadi pada Naladhipa Aira Nawasena. Sosok anak kecil bergigi ompong kini menjelma seorang gadis dengan wajah menawan dan senyum menyejukkan.

Pada usianya yang telah menginjak 19 tahun itu, Nala berhasil dikenal sebagai mahasiswa kedokteran semester tiga yang kecantikannya sering kali memikat perhatian banyak orang. Di bawah sinar matahari, kulitnya seakan memancarkan cahaya lembut dan rambut hitam panjangnya jatuh terurai melewati bahu. Tak hanya penampilan menarik, Nala juga dikenal karena kepintaran dan kepribadiannya yang hangat.

Hanya entah sejak kapan, di balik senyuman lebar dan mata cokelatnya yang bersinar, tersimpan ketegangan yang jarang diketahui orang.

Dilahirkan dan dibesarkan di bawah naungan aturan tegas kedua orang tuanya, Farhan dan Lita, Nala tumbuh menjadi gadis yang disiplin dan penuh dedikasi. Papa dan mamanya, meskipun berlimpah kasih sayang, selalu melindungi Nala dengan cara yang kadang terasa mengungkung. Tidak ada malam yang dihabiskan di luar rumah tanpa izin, tidak ada pergaulan yang sembarangan, dan setiap langkah kehidupannya terencana dengan baik.

Maka tidak heran jika Nala mendapat julukan "Little Princess" dari teman-teman satu angkatannya. Mereka sudah paham sekali bagaimana kedatangan Nala yang menakjubkan setiap kali ke kampus.

Little Princess itu pasti selalu diantar-jemput seorang sopir menggunakan sedan premium. Nala semakin cocok menyandang julukan tersebut karena kerap kali menolak ajakan menongkrong dari teman-temannya dan selalu beranjak pulang sebelum matahari terbenam. Paling banter sampai pukul sembilam malam dan itupun harus dengan alasan jelas seperti tugas perkuliahan. Lebih dari itu ponselnya pasti akan dicecar banyak panggilan, baik dari Papa maupun Mama.

Orang tua Nala juga sangat tegas dalam hal hubungan pribadi. Mereka melarang Nala untuk berpacaran sebelum mendapatkan gelar sarjana. Bagi Papa dan Mama, Nala masihlah anak kecil polos yang tidak boleh ternodai hanya karena perasaan yang melibatkannya dengan lawan jenis.

"Nala, kamu nggak perlu memikirkan cinta untuk sekarang. Fokus dulu aja sama studi kedokteran kamu. Cinta bisa menunggu kok sayang," kata Mama suatu hari. Bagi Nala, ini adalah salah satu aturan yang paling mengikat. Dia mengerti niat baik orang tuanya, tetapi larangan ini membuatnya merasa terkekang.

Meski tidak sedang mendamba cinta, kadang-kadang Nala merasa iri melihat teman-temannya yang bisa bebas berbicara tentang perasaan mereka, berbagi cerita tentang pacar atau gebetan. Di kampus, ketika teman-temannya berkumpul untuk mengobrol tentang kehidupan cinta mereka, Nala hanya bisa tersenyum dan mendengarkan. Dia tidak bisa berbagi cerita yang sama karena tahu orang tuanya tidak akan setuju.

Pernah suatu hari, Anin, adik sepupunya, bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, "Nal, kok elo nggak pernah cerita tentang cowok yang lo suka ya. Apa nggak ada yang menarik hati lo di kampus?"

Nala tersenyum lembut. "Gue belum ingin mikirin hal itu sekarang sih, Nin. Fokus gue adalah meraih gelar dokter. Udah itu aja."

Jawaban Nala itu tidak mengandung kebohongan. Setelah melalui banyak hal, untuk saat ini dia memang hanya ingin berfokus pada studinya dan tidak tertarik menjalin hubungan dengan lawan jenis dalam waktu dekat. Maka sekali lagi tidak heran jika teman-teman dekat di satu jurusannya, menilai Nala begitu menikmati kehidupannya sebagai Little Princess.

Oleh karenanya siapa yang menyangka di balik kata-katanya yang tenang, Nala merasakan tekanan yang begitu besar. Setiap malam, setelah selesai belajar, dia sering merenung di kamarnya, memikirkan betapa banyak hal yang ingin dia coba, tetapi tidak bisa karena aturan yang ketat. Dia merindukan kebebasan untuk membuat keputusan sendiri, untuk merasakan cinta dan persahabatan tanpa rasa takut atau khawatir.

Namun, meskipun merasa tertekan, Nala tidak pernah menunjukkan pemberontakan secara terbuka. Dia tahu bahwa orang tuanya hanya menginginkan yang terbaik untuknya. Ambisinya untuk meraih gelar dokter adalah impian sejak kecil yang selalu didukung oleh Papa dan Mama. Walau tak dapat dipungkiri, dia berharap suatu hari bisa berbicara dengan mereka dan menjelaskan perasaannya, berharap mereka mengerti bahwa kadang-kadang, kebebasan adalah bagian penting dari pertumbuhan.

Sayangnya harapan Nala itu layaknya bintang di langit yang sukar digapai. Keputusan tegas kembali datang dari orang tuanya. Farhan dan Lita harus pergi ke Bali untuk urusan bisnis yang mendesak selama seminggu. Kekhawatiran mereka tentang meninggalkan Nala sendirian di rumah membuat mereka memutuskan untuk menitipkan putri tercintanya kepada sang tante, Hanaya.

Ketika keputusan itu disampaikan, Nala merasakan keinginan untuk menolak. Dia ingin tetap di rumahnya sendiri, menikmati sedikit kebebasan yang jarang dia rasakan.

"Nala, Papa dan Mama sudah memutuskan. Kamu akan tinggal di rumah Bunda Hanaya selama kami pergi. Ini demi kebaikan kamu sendiri sayang," kata Papa dengan nada yang tidak bisa dibantah.

Nala hanya bisa mengangguk, menyembunyikan rasa kecewanya. "Iya, Pa," balasnya pelan sambil mengukir senyum andalan. Dia tidak ingin berdebat lebih jauh karena tahu keputusan itu takkan pernah berubah.

☆~~~♡

Tibalah pada hari Minggu yang merupakan hari keberangkatan orang tua Nala ke Bali untuk kepentingan bisnis perusahaan keluarga mereka, Nawasena Reality yang bergerak di bidang properti.

Lalu saat mobil yang mereka gunakan berhenti di depan rumah Bunda Hanaya, Nala menghela napas panjang. Meskipun hatinya masih dipenuhi keengganan untuk meninggalkan kenyamanan rumahnya sendiri, dia tahu bahwa selama seminggu ke depan, rumah ini akan menjadi tempat tinggalnya. Bunda Hanaya sendiri adalah sosok yang istimewa baginya, bukan hanya sebagai tante, tetapi juga sebagai figur ibu kedua. Dia selalu memanggilnya dengan sebutan "Bunda", sebuah panggilan yang penuh kasih sayang dan penghormatan.

Ketika Nala melangkah keluar dari mobil, dia melihat pintu depan rumah terbuka dan bundanya berdiri di sana dengan senyum hangat yang selalu membuatnya merasa disambut.

Langkah Nala diiringi oleh papa dan mamanya. Begitupun dengan Pak Radit selaku sopir yang dimintai membawakan barang-barang Nala selama menginap seminggu ke dalam rumah bundanya.

"Nala, sayang, selamat datang!" seru Hanaya sambil membuka lebar lengannya.

Nala tersenyum dan memeluk bundanya dengan erat. Dia merasa lega sekarang. "Terima kasih, Bunda. Maaf ya, Nala bakal merepotkan Bunda selama seminggu ini," katanya dengan tulus.

"Ah, nggak perlu khawatir. Nala pasti tahu kan kalau rumah ini selalu terbuka untuk kamu sayang," jawab Hanaya dengan lembut.

Nala memandangi rumah bundanya yang dipenuhi kenangan masa kecilnya. Di sini selama seminggu ke depan, dia berharap bisa menemukan sedikit ruang untuk menjadi dirinya sendiri, jauh dari bayang-bayang perlindungan ketat kedua orang tuanya.

Namun, Nala tidak tahu bahwa seminggu ini akan menjadi lebih dari sekadar acara menginap di rumah bundanya. Ini akan menjadi minggu yang penuh kejutan dan awal mula dari perubahan hidupnya.

**♡**
.
.
.
**♡**

____________________________________

Ehem!

Pengen nyapa, tapi ragu ada yang baca, hiks :)

DRAGGING US DOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang