Sorry ya guys, baru bisa update sekarang. Nulis chapter ini tuh harus ekstra. Sempat kena writer blocks juga, jadi makin molor deh wkwk.
Baca pelan-pelan, jangan ada yang terlewat karena chapter ini tuh penting banget.
Btw, jangan lupa vomen :)
~~~HAPPY READING~~~
Di tengah-tengah diskusi kelompoknya, ponsel Nala bergetar di atas meja. Nama mamanya muncul di layar. Dengan segera dia meminta izin pada teman kelompoknya untuk mengangkat telepon dengan senyum kecil.
Setelah berada di tempat sepi, telepon pun terhubung. Suara mamanya, Lita, terdengar di seberang, begitu hangat juga menunjukkan sedikit tanda khawatir. "Nala, chat kamu baru sempat Mama baca. Jadi, hari ini kamu pulang malam ya, Sayang? Mama ingin memastikan kamu baik-baik aja."
Nala tersenyum tipis, merasa hangat oleh perhatian mamanya. "Iya, Ma. Nala masih di perpustakaan, lagi ngerjain tugas kelompok. Tapi Mama nggak usah khawatir, nanti aku pulangnya bareng Abang. Kebetulan Abang juga lagi sibuk sama kelompoknya untuk mendiskusikan rancangan desain di pameran nanti. Jadi, kita bisa bareng pulangnya."
Suara Lita menjadi lebih tenang. "Iya, syukurlah. Kalau ada abang kamu, Mama jadi lebih tenang. Tapi kamu tetap harus hati-hati ya, Sayang."
"Ya udah, ya, Ma. Nggak usah khawatir. Ini Nala juga—"
"Sayang, kamu hati-hati. Jangan lengah!"
Baru saja Nala hendak mengakhiri panggilan karena tidak ingin terlalu lama meninggalkan kelompoknya, tetapi suara tegas papanya membuatnya harus mengurungkan niatnya itu. Nala pun tersenyum tipis menanggapi kekhawatiran berlebihan dari sang papa. "Iya, Pa. Aman. Nala bisa jaga diri, kok," ujarnya.
"Bahaya nggak ada yang tahu, Sayang. Jadi, kamu harus selalu waspada sama sekitarmu."
Nala hanya membalas dengan anggukan kecil meski orang tuanya tidak bisa melihat itu. Lagi pula, dia tahu kok kalau ucapan papanya itu benar adanya dan tidak terbantahkan.
"Di kelompokmu itu ada laki-lakinya?"
Nala terdiam sejenak, menyadari betul arah pertanyaan tersebut. Orang tuanya terutama sang papa, Farhan, memang terkenal protektif, terutama terhadap interaksinya dengan lawan jenis. Nala tahu betapa mereka tidak menyukai dirinya menjalin hubungan dekat dengan laki-laki, apalagi tanpa pengawasan.
"Ya, ada, Pa," jawab Nala dengan hati-hati. "Tapi, ini benar-benar tugas kelompok, kok. Kami cuma diskusi bareng tentang tugas."
Meskipun begitu, Nala bisa merasakan ketegangan di seberang telepon. Orang tuanya tidak pernah terlalu nyaman dengan ide dirinya berinteraksi terlalu dekat dengan laki-laki. Namun, Nala berharap penjelasan sederhana ini cukup untuk menenangkan kekhawatirannya, meskipun dia tahu bahwa di mata Papa dan Mama, batasan itu selalu harus dijaga dengan ketat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAGGING US DOWN
ChickLitNaladhipa Aira Nawasena, seorang gadis yang sebenarnya hidupnya lurus-lurus saja. Hingga suatu hari hidupnya berubah karena kehadiran janin di dalam perutnya. Nala tidak salah. Dia jelas sekali hanya korban. Laki-laki itu yang sudah membuat hidupny...