chapter 三十五

136 32 19
                                    

HAPPY READING

35






Türk, Naviland, 1917.

Freyja sibuk berceletuk kesal sendirian sambil merapalkan mantra pembuka portal waktu yang menguras seperempat energi hari ini. Hendak bagaimana lagi, Óðr selaku suaminya meminta sebuah pertanggungjawaban sebab wanita berumur kekal itu telah cukup lama meninggalkan Asgard tanpa meninggalkan satu pesan apa pun. Tidak mungkin rasanya Óðr tak murka pada Freyja apabila begitu. Untung saja perempuan tersebut dengan mudah menjelaskan keadaan yang membuang keberangan Óðr.

Kalau tidak ingin sang suami kembali meradang, Freyja harus menuruti segala keinginan Óðr yang baru mendatangi tanah manusia setelah berseteru dengan para dewa-dewi lain lantaran menitipkan kewewenangan beserta tugas kewajibannya sementara waktu. Kini, sembari memberi penjabaran lebih lanjut seputar mengapa Freyja menghilang dari Asgard, ia mengajak Óðr melewati portal waktu untuk kembali ke tahun 1917 di tanah manusia; bertepatan dengan masa perang yang tengah berlangsung.

Lubang ajaib seukuran tubuh manusia normal terbuka di permukaan dinding, menghubungkan sebuah ruangan pada tahun 1945 dan salah satu lorong kota Türk di tahun 1917. Freyja lantas menoleh ke belakang, mendapati Óðr menaikkan sebelah alis meminta penjelasan mengapa perempuan itu justru membuka portal waktu.

"Sedang apa? Kemarilah!" cetus Freyja setengah mendesak karena Óðr tak kunjung melangkah melewati portal yang telah ia buat sepenuh hati. Memutar bola mata jengah, Freyja berkacak pinggang ketika pergerakan Óðr sangat lambat seperti sengaja memancing amarah.

"Di mana ini?" tanya Óðr saat portal tertutup sempurna ketika ia telah menginjakkan kaki di sebuah lorong kumuh—tempat tak dikenal—lalu mengernyit keheranan. Freyja tadi memang sempat berkata bahwa ia hendak menjelaskan awal penyebab mengapa dirinya pergi dari Asgard. Namun Óðr tak menyangka Freyja justru mengajaknya pergi menjelajahi masa lampau di tanah manusia.

Belum kunjung membalas, Freyja hanya tersenyum. Dua manik kelabu selayak langit mendung Freyja teralih beredar menemui setiap sisi kota Türk yang hanya terlihat secuil bagian dari ujung salah satu lorong kumuh. Bangunan-bangunan dua sampai tiga tingkat sekitar tersusun rapi, namun di beberapa wilayah kota, terdapat banyak reruntuhan akibat insiden pengeboman di sana dan sini.

Abu-abu menumpahi seluruh bangunan batu dan rumah kota, memberi kesan monoton bercampur muram. Pun orang-orang bersetelan nyaris sama—tebal juga berwarna netral—terlihat disibukkan mengenai urusan masing-masing tanpa mau mencampuri perihal lain. Kepulan asap hitam ditiup semilir angin, berasal dari cerobong asap beberapa bangunan yang sepertinya merupakan pabrik tekstil atau penghasil senjata perang.

Merasakan tatapan Óðr kian melesat erat, Freyja melirik pria itu yang tengah menatapnya seolah berkata sedang-apa-kita-di-sini. Sadar apabila ia terlalu tertelan memperhatikan hiruk-pikuk kota, Freyja segera mengalihkan pandang lalu kemudian sebuah senyum mengembang. Hal yang menjadi incaran topik pembahasan kali ini sudah berada tepat di depan mata.

"Kau lihat anak itu?" tanya Freyja seiring jemarinya menunjuk seorang anak laki-laki di tengah-tengah lorong tempat mereka berada, "dia adalah penyebab semua ini."

Sekilas, Óðr menilik Freyja lalu melabuhkan pandangan menuju anak laki-laki berumur sekitar lima tahun yang sedang terbaring beberapa meter di hadapan mereka, tepatnya di tengah lorong sepi nan usang. Menautkan alis, Óðr bertanya, "Ada apa dengan anak itu?"

Nirvana in FireWhere stories live. Discover now