5. Pulang

1.1K 181 48
                                    

Ahyeon memperhatikan dengan seksama ketika Rora masuk dan duduk di sampingnya, lalu menutup pintu mobil dengan pelan. Ahyeon memalingkan pandangannya ke depan, memerintahkan sopir untuk segera jalan.

Mobil mulai bergerak perlahan, dan suasana di dalam mobil pun berubah menjadi tegang. Sang sopir sesekali melirik dua gadis di belakang melalui spion tengah, mungkin penasaran dengan suasana yang tampak membeku.

Keheningan di dalam mobil terasa berat, seolah-olah setiap detik menjadi lebih lambat. Rora menatap lurus ke depan, berusaha keras untuk tidak menunjukkan kecemasannya.

Di sisi lain, Ahyeon menatap Rora dengan pandangan tajam, matanya seakan-akan mencoba menembus pikiran Rora.

Tidak ada kata-kata yang terucap, hanya tatapan yang berbicara, menciptakan atmosfer yang semakin menegangkan.

Rora bisa merasakan ketegangan dari setiap pori-porinya. Jantungnya berdetak kencang, dan tangan yang ia letakkan di pangkuannya mulai berkeringat. Sesekali ia melirik ke arah Ahyeon, berharap ada sedikit tanda bahwa ketegangan ini akan mereda.

Namun, Ahyeon tetap diam, matanya tidak berpaling sedikit pun dari Rora. Keheningan itu membuat Rora semakin gelisah, ia merasa seolah-olah sedang disidang tanpa kata-kata.

Setiap kali sopir batuk kecil, suara itu terdengar nyaring di tengah keheningan, menambah kegelisahan di dalam mobil.

Rora mencoba mencari-cari kata untuk memulai percakapan, tetapi lidahnya terasa kelu. Rora merasa setiap detik seperti satu jam, dan dia berharap sesuatu akan mengubah suasana yang tegang ini.

Ahyeon, di sisi lain, mencoba menenangkan dirinya, mencari cara untuk memulai percakapan tanpa meledak.

Rora duduk dengan gugup, tangannya saling meremas di pangkuannya. Dia tidak tahu kenapa Ahyeon terlihat sangat marah-apa gara-gara dia menggodanya dengan sebutan sosis pink? Gak mungkin dong sampai semarah ini, pikirnya.

Setiap kali Rora melirik Ahyeon, dia hanya melihat tatapan dingin yang membuatnya semakin gelisah. Dia mencoba mengingat-ingat apakah ada hal lain yang mungkin telah membuat Ahyeon marah, tetapi tidak menemukan jawabannya.

Di sisi lain, Ahyeon benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana. Dia tidak semarah yang terlihat, hanya sedikit jengkel. Namun, sepertinya wajahnya tidak mendukung dan malah menampilkan ekspresi yang terlihat seperti orang yang marah besar.

Dalam hatinya, Ahyeon merasa sedikit bersalah melihat Rora yang begitu tegang, tetapi gengsi dan kebingungannya menahan dirinya untuk tidak langsung menjelaskan.

Dia mengambil napas dalam-dalam, berusaha mencari cara untuk meredakan ketegangan ini tanpa terlihat terlalu lunak.

"Udah 30 menit kamu pamit tadi, kok masih di jalan utama? Jemputanmu mana?" Ucap Ahyeon tanpa melepas tatapannya, sorot matanya tetap tajam, menuntut penjelasan.

Rora menelan ludah pelan, merasa sudut bibirnya bergetar sedikit. Bagaimana dia bisa menjelaskan tentang kebohongan itu, bahwa sebenarnya tidak ada yang menjemputnya.

Dia mengatakan kebohongan itu hanya untuk tidak diantar Rami. Namun jika dia tahu akhirnya malah akan diantar Ahyeon, mendingan dia sama Rami aja.

Perutnya bergejolak, rasa gengsi, takut, dan malu bercampur jadi satu, membuatnya semakin sulit untuk berpikir jernih.

"Rusak motornya, kak," bohongnya dengan pelan, suaranya nyaris berbisik. Rora berharap Ahyeon tidak akan menanyakan lebih lanjut, tapi dia bisa merasakan tatapan Ahyeon semakin tajam, seolah menembus matanya.

Rora menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan gejolak di dadanya. "Bodohlah," pikirnya, "ayo turunin gengsi, gue rasanya bakal mati kalau begini terus."

Gengsi [Pinksoz/Royeon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang