10. Gini aja

1.4K 202 69
                                    

Setelah kegiatan OSIS selesai, Ruka membubarkan dan menyuruh semua untuk pulang dengan hati-hati. Rora memilih untuk pulang naik bus seperti biasa, tetapi kali ini dia ditemani oleh Chiquita.

Meskipun sebelumnya Ruka dan Rami menawarkan untuk mengantar pulang, Chiquita memberikan kode yang jelas kepada Rora untuk menolak. Terlihat jelas bahwa tidak hanya Rora yang merasa kesal terhadap ketua OSIS dan si Rami-Rami ini tapi Chiquita juga.

Di dalam mobil Ruka, suasana terasa tegang. Ahyeon membanting kepalanya di paha Asa, mencoba menutupi semua wajahnya dengan tindakan yang terkesan tidak seperti Ahyeon yang biasanya.

Pharita dan Ruka, yang duduk di kursi depan, saling pandang dengan ekspresi yang mengangkat bahu, menunjukkan bahwa mereka juga merasa kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Ken-"

"Jangan tanya," potong Ahyeon dengan nada yang tegas, memotong ucapan yang hendak keluar dari bibir Ruka. Tidak perlu kata-kata lebih lanjut untuk mengungkapkan bahwa Ahyeon sedang dalam suasana hati yang sulit diprediksi, dan situasi ini jelas membuatnya merasa tertekan.

Asa mengusap lembut kepala Ahyeon, mencoba memberikan sedikit kenyamanan. Sentuhan itu mencerminkan perhatian dan dukungan tanpa kata-kata.

Menunjukkan bahwa dia memahami bahwa Ahyeon sedang mengalami sesuatu yang sulit dipahami dan ingin memberikan dukungan sebisa mungkin.

Gestur sederhana itu mungkin tidak bisa mengubah situasi secara langsung, tetapi menjadi bukti bahwa Asa ada di sana untuk Ahyeon, siap mendengarkan jika Ahyeon memilih untuk berbicara nanti.

Pharita hanya melirik, lalu tersenyum dan tertawa pelan, memecah keheningan yang terasa begitu tegang di dalam mobil.

"Udah lama gak liat kamu kayak gini, Yeon, bahkan lebih parah." ucapnya dengan nada hangat, mencoba menyentuh hati Ahyeon dengan kata-katanya.

Tentu saja, Ruka dan Asa terlihat bingung dengan pergantian suasana ini, tidak mengerti sepenuhnya apa yang terjadi di balik kata-kata Pharita.

Ahyeon, yang merasa terkejut dengan perhatian dan kepekaan Pharita, hanya bisa merespons dengan lirih, "Kak Rita diam...."

"Sial, Kak Rita peka banget..." batin Ahyeon, merenungkan betapa Pharita mampu membaca perasaannya dengan begitu tepat, bahkan dalam momen-momen yang penuh ketegangan seperti ini.

Pharita memanfaatkan kesempatan untuk mengalihkan perhatian dari suasana tegang di dalam mobil dengan membahas topik yang lebih ringan. Walaupun ada sesuatu dibalik tindakannya ini.

"Drum sekolah udah rusak, aku udah komunikasi sama klub seni musik buat perbaiki, tapi katanya gak bakal selesai sebelum HUT," ungkap Pharita dengan nada prihatin, mencoba memecah keheningan yang terasa tegang di dalam mobil.

Ruka menanggapi dengan mantap, "Jadi kita harus sewa," menunjukkan sikapnya yang pragmatis dalam menyelesaikan masalah.

"Iya, tapi cari dimana yang cuman nyewain drum?" tanya Pharita, mencari solusi dengan penuh pertimbangan.

"Asa? Kamu gak ada kenalan?" Ruka bertanya kepada Asa dengan harapan bisa mendapatkan solusi dari jaringan sosialnya.

"Ad—" Asa hendak menjawab sebelum terpotong oleh Pharita yang cepat bicara, "Bukannya Mamahnya Ahyeon punya kafe live music?"

"Oh iya benar juga," ucap Ruka dan Asa hampir bersamaan, menangkap ide yang muncul dengan cepat.

Ahyeon, yang sejak tadi masih menundukkan kepala di paha Asa, mendengar percakapan itu tetapi tidak mengangkat kepalanya.

Meskipun begitu, dia memberikan persetujuannya dengan suara lembut, "Iya, boleh kak," mengungkapkan sikapnya yang setuju namun masih mempertahankan ketenangannya.

Gengsi [Pinksoz/Royeon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang