41. Takut

773 138 58
                                    

Dua minggu telah berlalu, dan bagi Ahyeon, setiap hari seolah-olah membawa keajaiban kecil yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Selama ini, hidupnya telah berubah drastis, terasa seperti mimpi yang manis namun nyata.

Ada kebahagiaan yang menyelimuti setiap sudut hidupnya, meskipun di dalam hati kecilnya, Ahyeon tahu ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang semakin lama semakin menjauh darinya.

Hari-hari manis itu dipenuhi dengan kehangatan yang baru ia kenal. Setiap pagi, Ahyeon bangun dengan perasaan hangat, mengetahui bahwa hari itu akan diisi dengan senyuman, tawa, dan kasih sayang dari Sang Ayah.

Jung Juyeon, yang selama ini hanyalah bayangan samar dalam hidupnya, kini hadir dengan nyata, mengisi setiap ruang kosong dalam hatinya.

Dia memperkenalkan Ahyeon pada hal-hal kecil yang dulu tak pernah ia rasakan, seperti makan siang bersama di kafe kecil, berjalan-jalan di taman saat sore hari, atau hanya duduk bersama, berbagi cerita tentang masa lalu yang tak pernah Ahyeon ketahui.

Mereka sering kali tertawa bersama, bahkan hanya untuk hal-hal kecil yang mungkin tampak sepele bagi orang lain. Ahyeon merasakan sesuatu yang baru, sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya—sesuatu yang selama ini hanya menjadi angan-angan dalam hidupnya, kini ada di depan mata, dapat ia rasakan setiap saat bersama Ayahnya.

Namun, di balik semua kebahagiaan itu, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang membuat Ahyeon merasa sedikit cemas. Hubungannya dengan Maminya, yang dulu begitu dekat, kini mulai merenggang, sedikit demi sedikit.

Setiap kali mereka bertemu, ada ketegangan di udara yang tak bisa mereka abaikan. Ahyeon mencoba untuk tidak memikirkannya, mencoba menikmati setiap momen bersama Sang Ayah, tetapi di dalam hatinya, ada perasaan bersalah yang terus tumbuh.

Setiap kali dia melihat sang Ibu, Ahyeon merasakan jarak yang semakin jauh, seperti ada tembok tak kasat mata yang memisahkan mereka.

Hari ini, Ahyeon duduk sendirian di kamar, menatap foto-foto yang berjejer di mejanya. Foto-foto yang diambil selama dua minggu terakhir, penuh dengan kenangan manis bersama Sang Ayah.

Ada foto mereka berdua di taman, dengan senyum lebar yang sama-sama terukir di wajah mereka. Ada juga foto saat mereka mengunjungi kafe favorit baru mereka, di mana Ayahnya dengan bangga memperkenalkan Ahyeon kepada pemilik kafe sebagai "putri tercintanya." Ahyeon menatap foto-foto itu satu per satu, merasakan kebahagiaan yang meluap dari dalam dirinya.

Namun, di balik senyum itu, ada rasa rindu yang tak terungkap. Rindu pada sosok ibu yang dulu selalu ada di sisinya, yang kini terasa semakin jauh. Ahyeon tahu bahwa dia telah berubah, bahwa hubungan mereka tak lagi sama seperti dulu.

Setiap kali mereka berbicara, ada sesuatu yang tertahan, sesuatu yang tak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata. Ibunya tak pernah bertanya tentang Juyeon, dan Ahyeon tak pernah menawarkan cerita, seolah-olah mereka berdua takut untuk menghadapi kenyataan yang ada di antara mereka.

Ahyeon mengambil salah satu foto di meja, sebuah foto di mana dia dan Ayahnya berdiri di tepi pantai, matahari terbenam di belakang mereka. Juyeon memeluk Ahyeon dengan lembut, dan Ahyeon bersandar di dadanya, merasa aman dan dicintai.

Saat itu, Ahyeon merasa seperti dunia hanya milik mereka berdua, bahwa tak ada yang bisa mengganggu kebahagiaan mereka.

Tetapi sekarang, saat dia menatap foto itu, Ahyeon merasakan sejumput kesedihan. Bagaimana bisa dia merasa begitu bahagia bersama Sang Ayah, sementara dia tahu bahwa Maminya menderita karenanya?

Apa yang harus dia lakukan untuk memperbaiki semua ini? Bisakah dia mempertahankan kebahagiaan barunya tanpa kehilangan satu-satunya orang yang dulu dia miliki?

Gengsi [Pinksoz/Royeon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang