Gengsi [Pinksoz/Royeon]

34. Ketahuan

Ahyeon duduk di sofa, menonton TV yang menayangkan acara favoritnya, tapi pikirannya melayang jauh dari layar. Sorotan cahaya dari televisi memantul di wajahnya yang penuh kebingungan dan tanda tanya.

Dia ingin bertanya banyak hal, ingin memahami lebih dari apa yang sekadar terlihat, tapi setiap kali pikirannya mencoba merangkai kata-kata, seakan ada tembok tak terlihat yang menghalangi.

Suara langkah kaki Rora yang lembut mendekat, membuyarkan lamunan Ahyeon. Rora baru saja selesai memasak dan kini berjalan ke arahnya dengan senyum hangat yang selalu berhasil membuat hati Ahyeon sedikit lebih tenang.

Melihat Rora, Ahyeon tak bisa menahan senyum simpul, meski bayang-bayang pikiran yang berat masih menggelayut di benaknya. Tanpa banyak kata, keduanya duduk bersama, menghabiskan waktu hanya dengan kehadiran satu sama lain.

Saat mereka makan bersama, Ahyeon mencoba fokus pada rasa masakan yang dibuat Rora. Setiap suapan seolah menjadi pengalihan yang menenangkan dari pusaran emosi yang berputar di dalam dirinya.

Namun, sesekali, Ahyeon diam, terpaku pada piringnya, terjebak dalam lamunan yang kembali menghantuinya. Rora, yang selalu peka, menyadari perubahan kecil pada Ahyeon, dan dengan candaan atau pertanyaan sederhana, dia berhasil menarik Ahyeon kembali ke momen itu.

Tatkala Rora bercanda, tawa Ahyeon terdengar, meskipun sedikit terlambat. Ia berusaha menikmati momen tersebut, meskipun kepalanya masih berat dengan berbagai pikiran.

Tak berselang lama selesai dari makan bersama, kini keduanya tengah berpelukan di sofa, tenggelam dalam kehangatan yang terasa nyaman dan akrab di bawah selimut. Ahyeon menikmati momen itu sepenuhnya, mendengarkan detak jantung Rora yang cepat dan merasakan kehangatan tubuhnya.

Ada rasa damai yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, seolah dunia di luar mereka tak lagi ada. Ahyeon sudah memakai pakaian Rora, pakaian yang lebih nyaman dari pada turtle neck yang dia pakai seharian.

Ahyeon tak perlu lagi khawatir tentang menutupi apa pun, toh pembuatnya sedang berada dipelukannya.

Kehangatan itu berlangsung cukup lama, dan Ahyeon merasa enggan untuk memecahkannya. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, sebuah pertanyaan yang ia tahan sejak pertemuan tadi.

Akhirnya, Ahyeon mengumpulkan keberaniannya. "Rora..." panggilnya dengan lembut, berharap bisa membahas topik itu tanpa mengusik kenyamanan yang mereka rasakan.

"Mmm?" Rora menjawab, suaranya terdengar tenang, namun Ahyeon dapat merasakan ketegangan yang sedikit berbeda dari sebelumnya.

"Kamu kenal Pak Juyeon dah lama?" tanya Ahyeon, suaranya penuh keraguan. Ia ingin tahu lebih banyak tentang orang yang secara tiba-tiba menjadi pusat perhatiannya, orang yang selama ini dia pertanyakan kehadirannya.

"Mmm." Jawaban Rora singkat, namun ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat Ahyeon merasakan hal yang sama lagi. Nada suara yang sama, abu-abu, yang ia dengar sebelum-sebelumnya.

"Bisa cerita?" tanyanya lagi, kali ini lebih ragu. Ia tidak ingin menekan Rora, tapi keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang Pak Suho-tentang ayahnya-terlalu kuat untuk diabaikan.

"Ke-kenapa?" suara Rora terdengar terbata-bata, membuat Ahyeon semakin merasa janggal. Tapi mengapa? Dia harus berhenti overthinking.

Ahyeon memandang Rora yang masih dalam pelukannya, mencoba mencari jawaban di mata gadis itu. Namun, sebelum ia bisa mengungkap lebih jauh, Rora menghindari tatapannya, memutuskan pelukan mereka, dan mengarahkan Ahyeon untuk menghadap ke depan, ke arah televisi.

Rora kemudian memeluk Ahyeon dari belakang, memberikan kesan bahwa ia sedang mencoba melindungi dirinya sendiri dari pertanyaan-pertanyaan Ahyeon.

Ahyeon tersenyum kecil. Meski sikap Rora ini terasa lucu dan manis, Ahyeon tidak bisa mengabaikan kegelisahan yang perlahan tumbuh dalam dirinya.