degup yang asing

50 18 0
                                    

"Satu cewek yang lo perjuangin keras sampe ngorbanin darah, keringat, dan air mata lo."

"Ada itu namanya cinta sejati, Nyed."

Untuk berbagai alasan Gale ingin meledakkan tawa. Cinta sejati, katanya. Candaan atau memang niat membualkan omongan kosong.

Sebagai bentuk menghargai, Gale iya-iyakan saja. Namun, untuk tabiatnya patutlah sekali dihujat. Gale mengakui dirinya sendiri. Kesalahan besar yang sulit termaafkan, ia sadar akan hal itu.

Belum mampu mengikat hubungan serius. Sekali saja tidak pernah, tapi ada saja tambahan satu perempuan untuk masuk daftar sederet korban pendekatan Gale Akhasa.

Cerita akhir tertebak. Target ditinggalkan bersama harapan membumbung yang terpaksa dikubur.

Sohibnya dari bangku TK, Iyaaan (nama asli Bian) hafal di luar angan sehari Gale bercerita menggebu-gebu semangat 45. Kedua bola mata Gale berbinar-binar seperti ditebar kelopak bunga berguguran.

"Iyaaan! Gue lagi deket sama Kak Helena!"

Helena siapa lagi.

Perasaan baru kemarin dia membahas cewek yang bernama Emma-Emma, sekarang sudah ada yang baru lagi.

Sejujurnya, jika bisa mengungkapkan secara terbuka, Gale tak sungguh-sungguh memiliki maksud buruk tertentu. Semua perempuan dikenalnya berlarut karena interaksi dari setiap insiden tak terduga.

Misalnya, Nadia yang disinggung Iyaaan.

Itu sore yang gelap, mendung tebal akan menurunkan hujan lebat. Gale tak cukup tega meninggalkan seorang gadis sendirian di parkiran sepi bersama mesin motor yang tak kunjung menyala.

Atau, Jennyta, ketua cheers yang kakinya terkilir tak sengaja terkena lemparan maut bola basket. Sekali lagi, Gale bertanggungjawab. Mengantarkan cewek itu ke ruang kesehatan serta membawakan ice pack untuk kompres memar.

Selanjutnya, segalanya mengalir begitu saja bagaikan air es membasahi kerongkongan kering.

Obrolan yang saling menyambung. Perasaan nyaman berdua dengannya. Lantas, babak terakhir, bertukar nomor telepon. Merancang janji jalan bersama. Begitulah, apa adanya.

Tetap saja, Gale paham tak dapat membela apapun. Perilakunya tak dibenarkan sama sekali. Tak selamanya juga ia terus menerus begini. Sekaranglah waktunya berhenti. Mengakhiri apa yang seharusnya tak dimulai sedari awal.

"Kakak-kakak cantik sekalian ..." ada jeda saat Gale membuka sapa.

"Diabsen coba, lupa nggak?" Salah satu menantang, yang berdiri agak jauh dari keenam lainnya. Gadis dengan permen karet selalu di mulut bersedekap menatap angkuh.

Raut Gale benar-benar murung, "Kak Nayla jangan gituuu ...." Kata-katanya susut, merajuk sedih.

Hanya begitu, Nayla berdecak, dibuat bungkam sekali balasan. Muka galaknya melengos, ia semakin menggerakkan giginya mengunyah permen karet yang rasanya sudah hambar. Jengkel. Panas di pipinya mulai menyebar.

Lupa, siapa cowok yang sedang dihadapinya. Memang berondong sialan.

"Maaf." Penyesalan terungkap jelas dalam ucapan Gale yang serupa bisikan lemah.

"Gue benar-benar minta maaf, Kak. Udah ngilang, enggak pernah nanggepin chat, kesannya kayak ngasih harapan palsu lalu ditinggal gitu aja, jahat memang. Mungkin sebagian dari kalian marah, kesel, bingung, kecewa, sedih. Tapi, sungguh gue nggak bermaksud apapun. Payahnya gue adalah nggak mampu mengutarakan perasaan gue yang sesungguhnya ... takut kalian kesinggung. Paling pengecut, gue malah yang main kabur, lari dari masalah, sembunyi-sembunyi tanpa kejelasan. Yang mana itu lebih ngasih luka di hati kalian. Maaf."

keepyousafe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang