di bawah tatapan itu

71 18 1
                                    

"Iya, dia orang yang di depan rumah, dia juga yang meluk gue waktu itu!"

Kana mengulang lagi ucapannya justru makin memperburuk keadaan. Paling syok jelas Gendhis, kembali mereog dalam Bahasa Jawa. Kameranya terguncang-guncang seolah sedang dilanda gempa.

Lebih tenang Yeyen, wajahnya memenuhi layarnya sendiri, cuma mendelik horor tanpa sepatah katapun bunyi. Kecuali tadi, "Sat."

Diingat-ingat kembali memang membuat malu. Kana meringis, ada yang perlu dikoreksi.

"Sebenarnya gue, sih yang meluk dia. Haha ..."

Tawa kaku Kana tidak cocok sama sekali di kondisi Gendhis yang kejang-kejang kerasukan naga putih bear brand, atau Yeyen yang lubang hidungnya kembang kempis menyedot banyak oksigen.

Merasa berhutang cerita banyak, mau tak mau Kana harus meluruskan. Ia memulai dengan disclaimer, "Tapi, jangan marah loh, ya." Yang diangguki Gendhis dan Yeyen saking lemasnya mau bereaksi apa.

Waktu itu Kana tak tau lagi bagaimana menghadapi hubungannya dengan Dewa yang kian tidak jelas. Apalagi, Dewa yang terus saja menepisnya menjauh. Cowok itu hanya memikirkan egonya sendiri. Kalaupun Kana sampai mengemis, dia tidak akan peduli.

Kana melampaui titik lelahnya, yang ia butuhkan adalah menyendiri dalam ketenangan. Ia ikuti ke mana kakinya berjalan, yang lalu menuju taman belakang sekolah yang sunyi.

"Gue mojok di bawah pohon ... nangis," di akhir katanya yang mengecil, Kana mendapati tatapan mereka meredup tak senang.

Kana menambahkan buru-buru, "Nangis dikit doang, kok, dikiiiittt bangeett."

Demi apapun, Kana sangat berhati-hati memilah kata-katanya, "Tau kan saat diri lo lagi down banget, dan lo sok-sokan mau menyendiri, kenyataan lo butuh sandaran buat nemenin. Kurang jelas gimananya, itu cowok udah di depan gue ... si Gale. Terus ..." Di bagian inilah Kana was-was parah.

Nada bicaranya melirih, "Nggak tau otak lagi kemasukan apa, gue langsung nubruk dia aja. Meluk sih ... yaaa gitu deh."

Biar suasana mencair, Kana tertawa sekali lagi, "Hahaha."

Seperti Kana prediksi, Gendhis berubah wujud jadi emak-emak yang roll rambutnya penuh. Sewaktu mengomel bibirnya mencang-mencong sekali. Dimarahi pun Kana tidak protes. Sadar juga betapa cerobohnya dia, bisa-bisanya memeluk cowok tak dikenal. Meski, keadaan Kana saat itu sedang tidak baik-baik saja, tetap saja tindakannya sangat tidak wajar.

"Salah orang kali, Na. Yakali dunia kecil amat. Maksud gue, kebetulan banget, woi!" Setelah cukup ngomel-ngomelnya, Gendhis masuk di tahap denial.

"Mata gue masih sehat walafiat, ya, gue sering makan sayur." Kana yakin dengan pasti. Orang yang ditemuinya semalam dan pemilik akun Instagram (disebut bernama Gale itu), termasuk cowok di insiden pelukannya kemarin, mereka adalah satu orang yang sama.

Kalau memang ini adalah jawaban atas ramalannya, Gendhis tidak habis pikir. Dari sekian banyak pria di muka bumi, kenapa juga mesti dia, si buaya ulungnya sekolah.

Rugi, doongg.

"Ngomong ngapa, Yen."

Yeyen sedang menempelkan koyo di pinggiran kening (tiba-tiba saja kepalanya keliyengan), ia kembali fokus ke sambungan. Tepatnya pada Gendhis yang kelihatan ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Sudah jalannya Kana begitu," Yeyen berkata, membuka tutup botol minyak kayu putih, lalu dihirup pelan-pelan. Yeyen adalah bukti nyata remaja jompo.

"Kenapa? Kenapa sama si Gale-Gale itu? Dia berandal? Tukang ngeranggal aturan? Tipe bad boy-bad boy ketua geng motor gitu?" Kana bertanya-tanya kebingungan.

keepyousafe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang