[19•TB] KECEWA

904 81 15
                                    

Angin malam yang sejuk berhembus pelan, membawa aroma khas bunga sedap malam yang mekar di sudut balkon. Langit malam ini dipenuhi bintang-bintang berkelap-kelip, memberikan pemandangan menakjubkan yang membentang sejauh mata memandang.

Askara dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan, duduk di depan kanvas besar. Tangan kanannya memegang kuas, sementara tangan kirinya menggenggam palet warna yang penuh dengan cat minyak. Matanya yang tajam dan penuh inspirasi terus-menerus bergerak dari kanvas ke pemandangan malam di depannya, seolah-olah ingin menangkap setiap detail keindahan malam itu.

Sesekali ia juga berhenti sejenak untuk menyesap teh hangat yang ia letakkan dimeja kecil disampingnya.

Arsaka membuka perlahan pintu balkon, ia berhenti sejenak di ambang pintu, mengamati saudara kembarnya dengan hati yang hangat. Wajahnya menampilkan senyuman lembut, penuh kasih dan kekaguman. Matanya berkilauan dengan campuran perasaan bangga melihat adiknya begitu terhanyut dalam dunia seni. Dia tahu betapa pentingnya melukis bagi Askara, bagaimana setiap goresan kuas adalah cerminan dari jiwanya yang mendalam dan kreatif.

Dengan langkah pelan, Arsaka mendekati Askara.
"Indah banget," puji Arsaka.

Askara langsung terkejut dengan kedatangan abangnya yang terasa tiba-tiba.

"Ohh ya allah, Bang! Ngagetin aja lo!"

Arsaka hanya terkekeh melihat ekspresi terkejut saudara lima menitnya itu.

"Makanya jangan terlalu serius, kan kaget," ledek Arsaka di akhir kekehannya.

"Ahh!" Askara menabok pelan lengan abangnya lalu kembali pada aktivitas awal.

"Baru pulang?" tanya Askara tetap fokus memainkan kuas.

"Iyh," jawab Arsaka menghela nafas pelan lalu mengambil cangkir teh Askara dan menyeruput teh hangat itu.

Askara menoleh menatap Arsaka, sepertinya ada yang aneh dengan abangnya. Dia adalah tipe cowok peka jadi dia bisa mencium sesuatu yang tak beres dari abangnya terlebih lagi mereka terlahir kembar.

"Ada masalah di pesantren?" tanya Askara lagi, care.

Arsaka menatap serius Askara cukup lama sampai Askara menegur. "Bang! Jangan buat gue takut!"

Arsaka terkekeh dan geleng-geleng kepala.

Sekali lagi Arsaka menghela nafas berat. "Abang mau mengatakan sesuatu. Abang dan umi ingin mengatakan ini sejak dua hari yang lalu tapi Abi melarang. Abang tidak bisa menyembunyikannya lagi dari kamu."

Askara menelan salivanya yang terasa tercekat. Apakah Abinya begitu tak percayanya hingga harus merahasiakan sesuatu darinya sedangkan yang lain tau. Untuk menyembunyikan perasaannya Askara kembali fokus melukis. "Tentang apa?"

"Abang dan ..." Arsaka tak melajutkan.

Askara menjadi penasaran. "Buruan cerita jangan digantung," kesal Askara karena terlanjur dibuat penasaran.

"Hazel," sambung Arsaka akhirnya.

Mendengar nama sahabatnya di sebut, Askara menjadi serius dan meletakkan semua peralatan lukisnya. "Hazel? Maksud abang Hazel-,"

"Iyh Hazel yang kamu kenal," tukas Arsaka.

"Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Askara memicingkan matanya.

"Beberapa hari lalu Abang sudah menikahinya tanpa sepengetahuannya," jawab Arsaka yang langsung frustasi setiap kali memikirkan situasi yang ia alami.

Mata Askara melebar. "Apa?! Kalian sudah menikah?" Suaranya terdengar setengah tak percaya dan setengah kaget.

Twins BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang