PERISTIWA

235 94 22
                                    

Tatkala manusia kehilangan nyawa, ada beberapa manusia lainnya yang bersedih, histeris dan merasa kehilangan, dan ada beberapa pula yang biasa saja karena itu adalah hal yang wajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatkala manusia kehilangan nyawa, ada beberapa manusia lainnya yang bersedih, histeris dan merasa kehilangan, dan ada beberapa pula yang biasa saja karena itu adalah hal yang wajar. Satu manusia akan kembali pada Tuhannya, dan akan ada manusia-manusia lain yang lahir kembali ke dunia.

Namun, berbeda dengan kematian yang di alami oleh Milena Stavin Ais, tubuh yang sudah setengah kaku dan membiru itu terlentang di atas genangan darahnya sendiri, lehernya hampir putus dengan tubuhnya yang setengah telanjang, bagian intimnya robek, basah akibat darah yang bisa di lihat masih mengalir meski samar.

Di gudang sekolah menengah atas Prabu Lima 02, di temukannya mayat yang sudah mengeluarkan bau busuk hingga menggemparkan seluruh warga dan siswa setempat. 

Di lokasi kejadian, kepala sekolah dan beberapa guru juga beberapa murid di boyong oleh aparat kepolisian ke tempat yang sedikit sepi untuk di tanyakan beberapa hal.

Suara sirine mobil ambulance pun terdengar berisik, saling beradu padu dengan sirine mobil polisi yang menertibkan dan mengamankan lokasi dari beberapa warga yang ikut menerobos masuk ke sekolah itu.

Srek!

Garis-garis yang sudah di tandai oleh aparat kepolisian terbentang, bersamaan dengan mayat Milena yang di bungkus dengan plastik kuning ciri khas untuk mayat dari kepolisian setempat. Bau busuk tercium menandakan bahwa ini bukanlah sekedar mimpi belaka, melainkan benar-benar nyata.

Milena yang dulunya beraroma parfum stroberi yang manis, kini terganti dengan bau bangkai yang menyengat, angin membawa bau itu pada setiap hidung manusia yang berada di sana, hingga sahabat dan teman-temannya memekik histeris tidak terima dengan kenyataan bahwa Milena Stavin Ais benar-benar telah di cabut nyawanya dengan tragis.

“Gila, mayatnya ngeri banget, Dewa sampai muntah-muntah di sana.”

Tak jauh dari kerumunan yang menyaksikan olah TKP yang di lakukan oleh pihak berwajib, Puan dan Pitaloka mengasingkan diri di bawah pohon angsana yang rimbun daunnya. Ucapan Puan pun di benarkan oleh Pitaloka. Mayat Milena benar-benar mengerikan, tubuhnya seperti di cat oleh darah, bahkan rambut panjangnya berubah jadi kku akibat darah yang sudah setengah mengering.

Rakai, Dewa, Yudha dan beberapa siswa lainnya tiba-tiba menjadi petugas dadakan yang membungkus mayat Milena dalam karung kuning khas mayat milik polisi setempat dan mengangkat jenazahnya bersama petugas lain dalam mobil ambulance untuk di autopsi sebelum di pulangkan ke rumah duka.

Suara sirine mobil ambulance terdengar semakin kuat mendayu-dayu, pertanda mobil itu sudah bergerak membelah jalan raya, beberapa wartawan yang datang mengikuti mobil ambulance itu dari belakang, agar lebih mudah meliput berita untuk di konsumsi oleh publik, beberapa orang menebak, pasti wartawan itu akan mewawancarai keluarga duka.

•••••

“Huek!”

Dewa berjongkok, memuntahkan semua isi perutnya yang ia santap saat sarapan tadi pagi, di dekat gerbang yang kini di tutup secara paksa oleh pihak polisi, ketiganya terengah dengan bulir-bulir keringat yang mengalir dari sisi kening.

PURBAKALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang