BALA PUTRA DEWA

139 84 14
                                    

Putra Kiriman Sang Hyang Widhi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Putra Kiriman Sang Hyang Widhi

•••••

Malam berlalu, dengan gemuruh kecil dan kilat yang saling menyambar di langit, cuaca memang tidak bisa di prediksi, sore yang tadinya cerah dengan lautan jingga yang menyala menjadi gulita yang akan menurunkan butiran-butiran air dari angkasa.

Roda motor custom mahal itu bergulir melaju sesuai kecepatan yang di inginkan oleh sang pemilik, dari kejauhan, rumah besar bercat putih dengan aksen emas itu terlihat, bersamaan dengan rintik-rintik hujan yang jatuh membasahi daratan.

Gerbang bewarna senada itu terbuka lebar hingga menutup dengan sendirinya saat sang pewaris masuk dan memarkirkan salah satu motornya di sebelah motor-motor miliknya yang lain.

Memasuki rumah yang di setiap sudut ruangannya terang benderang akibat cahaya lampu-lampu besar sebagai hiasan, sang putra 'Kiriman' mendengar suara tawa dari ruang tamu rumahnya.

Sedikit mengintip karena penasaran pada sang tamu, dia sang Dewa, terlihat terkejut saat mendapati salah satu orang yang sangat mudah dikenali di sekolahnya. Gadis yang mempunyai penampilan berbeda dari gadis-gadis cantik di sekolah kaku itu.

Wajah mengkerut Ayahnya terlihat bahagia, tertawa lepas di ikuti oleh sang Bunda yang ada di sampingnya. Dewa sadar, kedua orang tuanya sudah berusia senja, yakni 57 tahun. Ayahnya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dari pada berkumpul dan kembali berpetualang mencari tahu zaman-zaman kuno bersama kelompok arkeologi yang di bentuknya di masa muda.

Ada alasan kuat mengapa namanya di namakan dengan nama kuno yang sekarang menjadi dongeng historical bagi para remaja yang mabuk dengan pria skin tone sawo matang.

Dulu, setelah Ayahnya keluar dari dunia artis yang gemerlap, pria itu langsung mempersunting sang Bunda yang di mana kala itu mereka masih sangat muda. Lama berlayar dengan sang Ayah yang menjanjikan pulau emas untuk sang Bunda tercinta, keduanya belum juga dikaruniai keturunan sebagai penerus dari darah Laksma.

Akhirnya, hari yang mereka habiskan bersama dengan di iringi doa pada yang maha kuasa membuahkan hasil, Nari Ratih mengandung di akhir usia tiga puluhan, dan tepat di hari ulang tahun wanita itu yang ke 39, Dewa di lahirkan ke dunia.

Mahsib di kala itu beragama Budha, hal yang sangat jarang yang terjadi dalam suku Jawa, karena identiknya agama dengan suku itu yakni agama Islam,  namun dengan lapang dada ia memeluk agama Islam sebagaimana Nari Ratih mempercayai agama itu.

Maka dengan keputusan Mahsib ini, pria itu memberi nama bayinya seperti nama pria yang tercantum tampan yang namanya beriring dengan nama sang agung Hyam Wuruk dan Rakai Pikatan dalam sejarah, juga sebagai rasa terimakasihnya pada sang Dewa yang menjadi keluh kesahnya selama setengah hidup dalam agama itu.

PURBAKALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang