Cangkul-cangkul yang kini kotor oleh tanah tergeletak di sekitar lubang yang kini tercipta, malam semakin gelap saat suara burung hantu terdengar yang hinggap di pohon besar di lokasi itu. Peti yang tertimbun dengan nuansa antik kini mulai di angkat, di bawah cahaya lampu tamaran dari ponsel mereka.
Malam itu tak ada bulan maupun bintang, hanya langit malam dengan angin yang berhembus pelan, membawa berbagai macam aroma yang membuat bulu kuduk naik.
Suara burung perkutut juga menambah suasana takut, hingga dengan was-was sekelompok remaja itu melirik ke sana-kemari.
“Cepetan buka petinya, perasaan gue mulai gak enak.”
“Gue juga, kek ada yang liatin kita deh kayaknya.”
“Mungkin mereka kali yah?”
“Maksud lo Milena dan teman-teman mokadnya?”
“Anjing, diem deh, jan bikin parno lo pada.”
Mereka, dari kelompok Habibieka Dikmaba Sukma, dengan kelompok Zicoandre Buffalo Modi bergabung, saling patungan uang untuk menyewa seorang detective yang cukup terkenal dan sangat pintar di bidangnya, detective tua yang sudah menyelesaikan ratusan misi selama setengah abad hidupnya. Dan sekarang, detective yang sering di panggil Wak young itu dengan terburu-buru membuka petinya.
“Gila Wak, tengkorak semua!”
Habibie dan Zico terkejut, begitupula dengan teman-temannya.
“Seumur-umur, baru malam ini gue lihat tulang asli manusia, selama ini gue cuma liat duplikatnya di laboratorium sekolah kita,” ucap Zico berkomentar.
“Sepertinya, ini tulang dari korban-korban yang lain, Wak yakin bukan hanya empat korban, tapi ada banyak, buktinya tulang-belulang ini sudah sedikit rapuh di bagian luarnya, seperti sudah ada satu atau dua tahun, atu mungkin pula belasan tahun belakangan, biar Wak periksa dulu.”
Dua kelompok itu mengangguk, dan tim dari Habibie dengan sigap menyalakan kamera dengan mengarahkan pada Wak young dan peti tua itu.
Namun, sebelum tangan rentanya menyentuh tulang-belulang yang ada di dalam petinya, tubuh pria itu terlebih dulu kejang-kejang.
“Akh, Akh!”
Hingga para remaja itu panik.
“Wak kenapa Wak?”
“Jangan-jangan dia kesurupan woi.”
“Bantuin jangan diam aja anjing.”
Tubuh Wak young menggelepar di tanah, seperti ayam yang baru saja di potong lehernya. Kelompok itu histeris, saat dari mulut detective itu memuntahkan lava merah kehitaman, tubuh renta itu kini mulai kotor di selimut tanah, bahkan wajahnya terlihat mengerikan di akibatkan oleh darah yang bercampur itu.
“Gu-gue mau pulang gue mau pulang.”
Kelompok itu panik, hingga terkocar-kacir berlari tak tentu arah. Zico dan Habibie yang ikutan panik juga pergi berlari dari sana dengan pakaian kotor mereka, meninggalkan Wak young yang kini tubuhnya kaku dengan matanya yang membola.
Mulutnya terbuka lebar-lebar, seperti ingin berteriak tapi tak bersuara, semenit setelahnya, tubuh itu berhenti bergerak, bersamaan dengan kamera yang mati dengan sendirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURBAKALA
Novela JuvenilPurbakala Gang, suatu kelompok remaja yang ada di SMA bergengsi PRABU LIMA 02. Suatu hari di sekolah itu, terjadi insiden mengerikan di mana salah satu murid kebanggaan dan kesayangan kepala sekolah yayasan tersebut di temukan tewas di gudang. Beri...