Mimpi?

746 86 10
                                    

"Mia..." Mako dengan mata sembab nya mengusap pelan kepala milik Mia agar si empu bangun dari tidurnya.

"Bangun yuk.." Mako tetap mencoba membangunkan Mia dengan selembut mungkin.

"Eum.., kenapa kak?" Dengan mata yang masih terpejam Mia membalas ucapan Makoto.

"Kamu siap-siap, kita semua mau ke rumah sakit sekarang." Ucap Makoto yang mencoba tersenyum dihadapan adiknya.

"Emang kenapa kak? Mami udah bangun?" Pertanyaan itu membuat Makoto tersentak namun dengan cepat ia menarik Mia untuk menuju kamar mandi dikamar miliknya.

"Kak? Mami kenapa?" Mia masih saja melontarkan pertanyaan itu kepada Makoto, namun tetap saja ia tidak mendapatkan balasan apapun dari Makoto.

..

"Kita beneran kehilangan mami?" Dengan nada yang lirih Thia bertanya kepada Key yang sedang duduk melamun dengan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya.

"Key? Kita beneran kehilangan mami!?" Kini nada milik Thia meninggi kala pertanyaan itu tidak digubris oleh Key, mendengar itu Elya sontak saja langsung membawa Thia kedalam pelukan nya.

Enon merangkul Echi untuk menuruni anak tangga, meskipun tubuh Enon saat ini lemah karena mendengar kabar itu tapi ia harus bisa menguatkan sahabat nya itu.

Ia yakin Echi sangat terpuruk mendengar kabar itu meskipun ia dan yang lain nya juga sama terpuruk nya, tapi Enon mengerti bahwa sahabat nya itu jauh lebih terpukul ketimbang yang lainnya.

"Si adek udah bangun?" Tanya Enon yang sudah bergabung dengan mereka semua. Mereka semua hanya menganggukkan kepalanya.

"Non.. gw gak sanggup Non." Isakan Echi semakin kencang ketika ia kembali mengingat kenangan ia dengan sang mami.

Enon menggelengkan kepalanya ia juga semakin mempererat pelukan nya untuk menenangkan Echi.

Selia yang mendengar isakan Echi, akhirnya ikut menangis di pelukan Riji, sedangkan Riji juga sudah tidak bisa menahan tangisannya pula. Dengan memeluk Selia ia juga menumpahkan semua rasa sesak yang berada di dadanya sedari tadi.

Mia yang sedang menuruni tangga bersama Makoto menatap bingung ketika ia melihat saudara nya yang lain sedang menangis.

"Kak Mako?" Dengan tatapan bingungnya ia menatap Makoto yang juga tengah menahan isakan yang sebentar lagi akan keluar.

Makoto yang mengerti perlahan menarik Mia ke dalam pelukannya, yang justru membuat Mia perlahan mengerti situasi saat ini.

"Mami Caine kenapa?" Makoto menyandarkan wajahnya di kepala milik mia dan perlahan memejamkan matanya.

"Janji sama kakak, kamu harus tetep kuat buat kedepannya oke? Untuk hari ini boleh kamu nangis tapi buat besok kamu harus kuat oke?" Mia mengangguk perlahan ia menarik nafasnya untuk mendengar hal yang ia takutkan sedari dulu.

"Mami Caine dinyatakan meninggal jam 1 malam tadi, Pak Sui nelpon kita tadi setengah 2 buat ke rumah sakit." Mia memejamkan matanya mendengar hal itu, ia meremas kuat baju Makoto ketika ia merasakan sesak di dalam dadanya.

"Jangan ditahan dek, keluarin aja." Mendengar hal itu sontak saja mia langsung mengeluarkan tangisan nya yang sudah ia tahan, ia menangis sejadi-jadinya dipelukan Makoto.

Memori tentang dirinya dan Caine terputar didalam pikirannya, setelah ini tidak ada lagi orang yang akan menyahut ketika ia panggil mami, tidak ada lagi senyuman manis yang selalu Caine perlihatkan kepada dirinya, tidak ada lagi suara tawa ketika ia dan yang lainnya mencoba menghibur Caine.

Tak ada sepatah katapun yang diucapkan oleh Mia ia sibuk mengeluarkan semua sesaknya di pelukan Makoto. Kini ruangan itu hanya terdengar semua isakan kehilangan anak-anak tnf, sebelum mereka bertemu dengan jenazah Mami mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dangerous City Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang