- Laya Sasa Adinda -
Jakarta, 23 Maret 2004Anak pertama dengan dua adik laki-laki dan satu adik perempuan, Laya merupakan sosok tertua dalam lingkaran pertemanan mereka. Kesabaran Laya sebesar samudra dan kadang setipis tissue yang terkena air. Bagi Laya, menolak permintaan teman adalah hal yang tidak pernah terlintas. Ia selalu siap membantu kapan pun teman-temannya membutuhkan dukungan.
- Arundari Gemati -
Jakarta, 19 September 2005Anak pertama yang hanya memiliki satu adik laki-laki, menduduki posisi tertua kedua setelah Laya dalam lingkaran pertemanan. Runda dalam kehidupan nyata tidak sama dengan Runda di dunia maya. Ia memiliki karakter yang berlawanan 180°. Prinsipnya adalah people come and go, tetapi jika ada yang meninggalkan, tangisnya akan menggema paling lantang.
- Lalitha Tsamara -
Jakarta, 5 Desember 2005Anak pertama dengan satu adik laki-laki dan dua adik perempuan, posisi Litha dalam lingkaran pertemanan adalah sebagai anak tengah. Selain menjadi juara kelas, Litha juga juara dalam hal memberikan silent treatment. Jika ingin bersaing dalam ketahanan diam, menyerahlah karena Litha selalu menjadi yang terbaik. Meskipun demikian, ia tetap memberikan nasihat teman-temannya untuk selalu memperhatikan nilai di setiap mata pelajaran.
- Dayi Ananta Gayatri -
Depok, 8 Desember 2005Ia lahir sebagai anak pertama dan terakhir. Meskipun menjadi anak tunggal di rumah, di lingkaran pertemanan ia memiliki 3 kakak dan satu adik. Baginya, status anak tunggal tidaklah terlalu buruk. Dayi tidak pernah merasa kesepian karena ia memelihara sekitar 7 kucing di rumahnya. Sikapnya yang sangat fleksibel membuatnya mudah beradaptasi dengan berbagai situasi. Terkesan cuek, Dayi tidak memedulikan omongan yang tidak bermanfaat. Apa yang masuk kuping kanan, akan keluar dari kuping kiri. Selain itu, julukan swag girl sangat melekat pada dirinya.
- Asyima Mezzaluna -
Depok, 30 Agustus 2006Anak kedua dengan satu kakak laki-laki, Asyi tumbuh sebagai anak bungsu di rumah dan dalam lingkaran pertemanan. Sifatnya yang manja terkadang membuatnya terlihat seperti anak kecil, tetapi terkadang juga menunjukkan sikap dewasa. Jika Asyi mengenakan seragam sekolah dasar, mungkin orang-orang masih percaya. Tubuh mungil dan berisi membuat keempat kakaknya selalu ingin mencubitnya. Ketika menghadapi masalah, diam dan menangis menjadi reaksi utamanya.
* * *
Yogyakarta, Februari 2023
Angin berhembus tenang dengan sedikit gemericik air hujan, melintasi para pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam aneka buah tangan. Di mana bulan? Di mana bintang? Sayangnya, keduanya tidak terlihat. Suara musik khas Jawa sayup-sayup terdengar di telinga para gadis yang berjalan sambil membawa payung.
"Kita mau ke mana lagi?" tanya salah satu gadis.
"Aku juga nggak tau," jawab yang lain.
"Balik ke hotel aja, yuk! Dingin banget, aku mau ganti baju," ucap salah satu gadis yang gamisnya sudah basah kuyup.
"Iya deh, kita balik ke hotel aja, udah malam juga."
Kelima gadis tersebut akhirnya memutuskan untuk pulang ke hotel setelah berkeliling Jalan Malioboro. Bukan karena mereka tidak ingin, tetapi keadaan dan cuaca yang kurang bersahabat membuat mereka menyerah. Mereka sempat kehujanan sebelum membeli payung di toko terdekat. Saat dalam perjalanan pulang, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Mereka sedikit panik karena satu payung harus digunakan oleh dua orang.
"Laya, kita boleh main hujan nggak?" teriak salah satu gadis dari belakang.
"Nggak boleh, Dayi! Mau masuk ke hotel dengan basah?" jawab Laya.
"Ah, malas. Kamu nggak asik," sahut Dayi dengan nada kecewa.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju hotel meskipun tiga di antara mereka ingin bermain hujan, dua lainnya melarang. Jika Laya dan Runda sudah mengatakan, maka tetap tidak. Setelah tiba di kamar, mereka bergantian membersihkan diri. Pesta piyama! Ya, para gadis itu telah merencanakan pesta piyama sejak lama.
Sebelum pesta piyama dimulai, mereka mempersiapkan segalanya dengan cermat. Laya memasak makanan untuk disajikan, Litha dan Dayi menyusun dekorasi kamar, sementara Runda dan Asyi menyiapkan kamera dari berbagai sudut untuk dokumentasi. Kerja sama yang sangat baik, bukan?
"Litha, Dayi, sudah selesai menyusun dekorasinya?" tanya Laya sambil menata makanan di atas meja makan.
"Sudah dong," jawab mereka serentak.
"Runda dan Asyi, bagaimana dengan dokumentasinya?" tanya Laya.
"Belum, Laya. Aku bingung menata kameranya agar kita terlihat cantik di video. Ada saran?" tanya Runda seraya menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Laya hanya menggelengkan kepala.
"Kenapa tidak diletakkan dekat televisi saja?" usul Dayi.
"Sek, yo. Aku coba dulu," sahut Runda.
Runda dan Asyi bergegas menata kamera tepat di depan televisi kamar hotel. Mereka berdua fokus dan serius dalam tugasnya. Jika angle-nya tidak pas, mereka terus mencoba. Runda selalu ingin segalanya sempurna.
"Berhasil!" seru Runda tiba-tiba.
"Apa yang membuatmu begitu senang?" tanya Laya.
"Cahayanya pas, angle-nya strategis. Kita terlihat cantik dari posisi ini," kata Runda dengan senyum ceria. Runda tidak selalu pendiam seperti yang kalian kira.
"Let's deeptalk, Sist," ajak Litha.
Mereka semua duduk di meja makan yang sudah terisi aneka makanan, tentunya tidak membelakangi kamera. Kelima gadis dengan piyama berwarna lembut dan motif lucu terlihat begitu menggemaskan. Eits, jangan membayangkan terlalu jauh!
"Finally, kita berhasil mewujudkannya," ucap Laya sambil memandang adik-adiknya.
"Alhamdulillah, semoga semua wish list kita tercapai satu per satu, aamiin," kata Runda.
"Kita mulai dari mana, nih?" tanya Dayi kegirangan memukul-mukul meja makan.
"Dari awal kita kenal."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Senja di Langit Madrasah [END]
Teen FictionMenceritakan kisah pertemanan para gadis yang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah jurusan Keagamaan Islam. Mereka terdiri dari lima orang, yaitu Laya, Arundari, Lalitha, Dayi, dan Asyima. Pertemanan mereka tidak sekadar sebatas ikatan persaudaraa...