Jakarta, Juli 2022
Tahun pelajaran sebelumnya telah berakhir. Gadis yang terpaksa menempuh pendidikan di Madrasah mulai menerima takdirnya secara perlahan. Setelah menjalani satu tahun di kelas sepuluh, kini ia membuka diri lebih luas dengan teman-temannya. Ia bahkan tidak menolak ketika kakak kelasnya mengajaknya untuk menjadi perwakilan dalam ekskul kerohanian Islam. Baginya, di tahun ajaran baru ini, ia harus memulai sesuatu yang baik untuk dirinya dan lingkungannya.
"Kak, udah siap belum? Ayahmu sudah menyalakan motor, loh," teriak Bunda Nova dari lantai bawah.
"Iya, tunggu sebentar lagi, Bun," jawabnya.
Waktu menunjukkan pukul 05.45 WIB. Jarak rumah Runda ke sekolah cukup jauh, sekitar 9 kilometer. Oleh karena itu, ia harus berangkat lebih awal. Setiap pagi, hal yang paling merepotkan baginya adalah hijabnya. Setiap pagi juga suasana hatinya terasa kacau.
"Bisa nggak ini hijab cepet rapi. Kenapa selalu berantakan, sih? Kenapa?!" ucapnya dengan nada frustasi.
"Kak, udah hampir jam 6. Kamu ngapain lama begitu?" teriak Bunda Nova. Runda mendengar dan hanya bisa menghela napas. Dia bergegas mengambil jaket dan tasnya. Hijab sepertinya bukan lagi prioritasnya.
Selama perjalanan menuju halte bus sekolah terdekat, Runda tetap diam seperti biasanya. Ia lebih memilih menikmati suasana pagi yang tenang. Sebenarnya Runda tidak terlalu dekat dengan ayahnya karena selama ini bunda Nova yang selalu ada di sisinya. Bukan berarti Runda tidak menghormati ayahnya, ya.
Runda memiliki dua sisi yang berbeda dalam keluarganya, yaitu sebagai anak yang suka bercerita dan juga sebagai anak yang suka menyimpan segala hal sendirian. Setiap kebahagiaan yang ia rasakan, keluarganya akan mengetahuinya. Lain halnya perihal menceritakan kesedihannya, Runda tidak punya keberanian. Ia selalu berpikir bahwa sebagai anak sulung tidak boleh merepotkan siapa pun.
“Kita sudah sampai, Nak,” ucap ayahnya sambil mematikan mesin motor perlahan. Runda yang sadar segera turun dari motor. Waktu menunjukkan pukul 06.03 WIB, artinya tinggal 27 menit lagi bel sekolah berbunyi.
“Terima kasih, Ayah. Runda izin berangkat,” ucap Runda sambil mencium punggung tangan ayahnya.
“Iya, hati-hati, Nak. Semangat belajarnya,” ucap sang ayah. Runda sedikit terkejut dan hanya bisa tersenyum tipis.
“Setelah 16 tahun? Apakah begitu sulit bagi ayah mengucapkan semangat untuk anak perempuannya?” ucap Runda membatin.
Tidak lama kemudian, bus sekolah menuju Madrasah Al-Inayah tiba. Runda melangkah dengan hati-hati dan duduk di kursi nomor dua sebelah kiri seperti biasa. Ia memasang earphone dan memutar musik favoritnya. Suasana pagi saat berangkat sekolah membawa ketenangan bagi Runda.
* * *
Kriing, kriing!
Bel tanda berakhirnya jam pelajaran berbunyi nyaring. Para siswa merapikan buku dan alat tulisnya. Senyum kebebasan merekah di wajah-wajah mereka, tetapi seorang gadis tetap duduk tenang di mejanya, tidak bergeming. Ya, siapa lagi kalau bukan Arundari Gemati atau Runda. Tangannya masih menelungkup di atas meja, earphone biru kesayangannya terpasang di telinga.
"Nda, hari ini ada pertemuan rohis, kamu ikut, 'kan?" tanya gadis berhijab syari yang duduk dua meja di depan Runda. Gadis yang ditanya hanya terdiam. Ia tidak beranjak sedikit pun dari posisinya.
"Percuma, Tha. Dia pasti nggak denger," sahut Laya yang duduk tepat di belakang Runda.
Laya berjalan ke arah meja Runda dengan tempat pensil di tangannya. Ia paham betul bagaimana cara membangunkan Runda. Laya menarik earphone Runda perlahan, dan seketika gadis itu menegakkan tubuhnya.
"Bangun, Runda. Sudah jam pulang sekarang. Tadi Litha nanya, kamu ikut pertemuan rohis nggak?" tanya Laya.
"Hm? Oh, itu. Aku ikut, kok," jawab Runda dengan kesadaran yang masih setengah.
"Beresin dulu barang-barangnya, jangan sampai ada yang tertinggal, Nda," ucap Laya sambil menepuk bahu Runda pelan.
Runda mengangguk, berusaha membuka matanya yang terasa berat. Baginya, tertidur di kelas adalah kenikmatan tersendiri.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Senja di Langit Madrasah [END]
Fiksi RemajaMenceritakan kisah pertemanan para gadis yang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah jurusan Keagamaan Islam. Mereka terdiri dari lima orang, yaitu Laya, Arundari, Lalitha, Dayi, dan Asyima. Pertemanan mereka tidak sekadar sebatas ikatan persaudaraa...