11. Empat Sekawan

11 9 1
                                    


Tak peduli seberapa banyak ketua kelas melarang hingga mengancam tegas, Aji dan kawan-kawan akan tetap ngeyel dan keras kepala.

Aji punya empat teman akrab. Pertama ada Gama, tetangga rumah iya, teman sekelas iya, anaknya pak RT juga iya. Lalu ada Nabil, orang tua mereka sudah akrab sejak lama, makanya mereka juga jadi teman akrab. Kalau Ramon, dulu Aji bertemu temannya ini di tempat les waktu masih SD dan jadi sobat akrab sampai sekarang.

Pagi ini Aji bersama Ramon, Nabil, serta Gama, kembali menentang perintah ibu ketua kelas mereka yang terkenal paling galak seantero angkatan. Sebab hari ini, pelajaran lagi-lagi ditiadakan.

Maka dari itu, daripada Aji bengong-bengong tak jelas di kelas, Gama ribut menyanyi yang malah semakin membuat kepala pusing, Nabil bertingkah aneh membuat satu kelas bergidik ngeri, atau Ramon yang dalam sekejap berubah menjadi bapak motivator kelas dan memberi wejangan bijak kepada teman-teman, akhirnya mereka memilih untuk pergi ke warkop dekat sekolah.

"Ibunda ratu ngechat gue," celetuk Gama yang tadinya lemah lunglai tak memiliki semangat hidup langsung bersegera menegakkan badan dengan senyum lebar, "katanya nanti habis istirahat ada demo ekskul baru."

Ramon jadi terkekeh mendengar kata kawannya, padahal ketua kelas tadi bilang bahwa tidak ingin mengurusi apapun yang berkaitan dengan mereka lagi. Tapi melihat ketua kelas mengirim pesan secara sukarela kepada Gama, cewek itu pasti tidak tega juga.

"Yes!!! Nggak pelajaran lagi!!" seru Nabil senang bukan main.

"Ekskul baru apaan lagi?" tanya Aji. "Ni sekolah mau nambah ekskul sebanyak apa lagi dah?" sambungnya jadi mengoceh.

Gama mengangkat bahu sekilas. "Ekskul berburu ubur-ubur kali," jawabnya asal.

Nggak lucu.

Lantas, Nabil memilih untuk meraih gitar milik warkop yang sejak tadi nganggur, membuat Ramon dan Gama langsung siaga mau menyanyi. Perlahan petikan lirih terdengar.

Tapi belum sempat lirik pertama masuk, Aji malah bertanya. "Eh, lo deket sama cewek, ya?"

Masing-masing dari ketiga kawannya menoleh, saling tatap-tatapan dengan Aji.

"Siapa yang lo maksud?" tanya Ramon, semata-mata hanya untuk memastikan bahwa itu bukanlah dirinya. "Gama?"

"Lah, iya. Lo katanya lagi PDKT? Sama siapa? Kintan? Apa Kael?" Aji menerka-nerka.

Dengan amat sangat tidak minat, Gama menjawab. "Gue dah move on dari Kintan sama Kael. Orang ini anak IPS, kok."

"10 IPS 5." Nabil menambahi, membuat Gama mendecak dan hampir menempeleng kepalanya. "Dan udah jadian."

"Lian?" Dahi Aji mengkerut, tidak ada nama lain di kepalanya selain nama si adik. Walau kemudian kerutan di dahinya hilang digantikan oleh mata membelalak, sebab tanpa aba-aba Gama merapat padanya dengan wajah cerah.

"Ini ceritanya lo udah ngasih restu ke gue sama Lian?"

"Enggak, sih."

Gama langsung mendesis.

Dan Nabil benar-benar menonjok lengan Gama. "Ingat cewek lo wahai buaya."

"Bercanda." Gama mundur lagi dan kini lebih santai. "Si temennya Lian, Tata."

"Oh." Aji manggut-manggut. "Tapi gue nggak nanya Gama, sih, niatnya. Mau nanya Nabil."

"Gue kenapa?" sahut Nabil cepat.

"Katanya lo lagi deket sama cewek."

Dahi Nabil mengkerut, alisnya menyatu. Laki-laki dengan hoodie hitam itu terdiam sebentar sebelum akhirnya bertanya, "siapa?"

"Ya nggak taulah, malah nanya." Aji mendecak.

"Apaan dah? Gue nggak deket sama siapa-siapa," kata Nabil santai. Tangan laki-laki itu masih genjreng-genjreng gitar beberapa kali mencari nada.

"Lah, pernah rame. Gue baru inget!" Untuk kedua kalinya, Gama kembali heboh. Kini dia menepuk-nepuk pahanya sendiri. "Itu, pas MOS dulu lo digosipin pacaran sama Faradisa, kan? Gara-gara King-Queen-MOS," ucapnya menekan pada setiap kata.

Nabil mengangguk saja, tidak peduli banyak.

"Cringe banget dah pakai King Queen segala. Untung gue nggak kepilih," lanjut Gama benar-benar bersyukur.

"Nggak ada yang milih lo juga, sih, Gam." Ramon menyahuti.

"Hooh, emang nggak ada," jawab Gama, Ramon hanya menghela napas.

"Apa, sih? Apaan pacar-pacar." Nabil mengelak sewot. "Berita hoax itu."

"Adek gue yang bilang," jawab Aji kalem.

Namun hal itu berhasil membuat Nabil mendecak. "Gue sama Faradisa satu klub, gue ketuanya dia wakilnya. Wajar dong kalau gue sama dia emang deket. Maksudnya tuh deket sebagai rekan."

Aji manggut-manggut. "Oh," jawabnya.

"Yakin cuma rekan?" Gama malah mancing.

Sementara Nabil, dia geming. Sudah tak berminat pada gitar di pangkuannya itu. Petikannya pun sudah terhenti sejak bermenit-menit lalu, dan kini lebih memilih untuk memandangi pot kaktus mungil di atas meja. Sebenarnya dari mana, sih, rumor tak jelas itu ada? Ck, ck. Heran.

"Ah, udahlah," lerai Ramon, malas kalau ada ribut-ribut.

Nabil menoleh pada Aji. "Lo kali, Ji, yang ada cewek. Siapa itu, mbak duta?"

Mendengarnya Aji jadi mendecak, melempar cabai yang tinggal sedikit ke muka Nabil. "Monyong aja mulut lo ngomong."

Membuat ketiga temannya terbahak puas.

Membuat ketiga temannya terbahak puas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Serangkai Kata [New Version]✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang