Kicauan burung parkit milik pak RT terdengar nyaring ketika mentari pagi menebar kehangatan kepada setiap insan, suaranya mengudara sampai ke mana-mana seolah mengiringi senyum sang pusat tata surya.
Bagi keluarga Gumilang, kicauan burung berwarna biru itu jelas bukan menjadi hal yang langka lagi. Malah-malah sudah seperti alarm alami. Intinya, kalau kicauan burung parkit itu terdengar, tandanya akan ada kekacauan besar yang datang. Alias, dapat dipastikan bahwa hari sudah terlalu siang untuk bangun. Tapi untung saja hari ini hari sabtu.
Benar, sabtu sudah kembali datang, padahal rasanya belum lama Aji mengeluh atas ketidakadilan jumlah hari libur dan hari sekolah yang menurutnya sangat jomplang. Jika diutarakan dengan kata-kata lebay, maka 1:100 cukup untuk mendeskripsikan.
Namun, menyadari fakta bahwa ternyata tak butuh waktu selama itu untuk menghampiri hari libur-yang sebenarnya terasa jauh lebih cepat dibandingkan hari-hari biasa-Aji tersenyum lebar menyambut cerahnya sang surya pagi ini. Bahkan pemuda itu juga bersenandung ceria. Sebab Aji tidak peduli jika hari libur berlalu sangat cepat, sebab yang penting adalah libur.
"Apa, sih??!?!!"
Senyum cerah Aji luntur, senandung merdunya pun tak berlanjut. Kini dengan mata menatap nyalang, ia memasang wajah seolah ingin menendang Lian karena membuatnya hampir nyungsep bila saja tidak segera berpegangan pada pintu. Paginya yang indah ini harus terganggu karena kedatangan Lian.
"Kalau mau lewat tuh bilang permisi!!!" ucapnya menggebu-gebu.
Namun yang namanya Lian jelas tak mau kalah dan mengalah. "Kok, jadi aku yang harus permisi??? Mas yang salah duduk di tengah jalan!!" sewot gadis itu lebih galak, suaranya bahkan sampai menyaingi nyaringnya kicauan burung parkit pak RT.
Lian bersidekap dada, dagu terangkat, matanya memicing sinis pada sang kakak yang sama-sama memicing tak mau disalahkan. Pagi hari rumah bapak Gumilang ini memang kurang sesuatu bila tak dimulai dengan keributan si nomor dua dan si nomor tiga.
"Pasti belum mandi," celetuk Aji tiba-tiba. Melihat kaos yang dalam satu minggu bisa dipakai lebih dari tiga kali itu masih menempel sejak kemarin sore, sebenarnya Aji tak butuh pembenaran lagi. Lian ini tipe orang yang habis mandi pasti ganti.
Setengah tidak peduli, Lian mengangkat alis. "Terus?"
"Pantes kayak gembel."
Kalimat itu jelas sukses memancing emosi Lian lagi, bahkan ia juga tak segan untuk memukul bahu sang kakak dengan kekuatan penuh seolah-olah sedang mentransfer semua energinya ke sana. Yang praktis membuat Aji langsung mengaduh-aduh, sedangkan si pelaku hanya melengos tidak peduli.
"Ck! Nggak jelas! Awas!!"
Gadis dengan kaos berwarna hijau dan celana olahraga bekas SMP itu, semena-mena menyenggol sang kakak hingga benar-benar terjerembab ke lantai. Setelah perbuatannya itu Lian tidak menoleh sama sekali, tetap lurus ke depan menghampiri Papa yang sibuk mengeluarkan alat-alat untuk berkebun.
Aji sendiri hanya bisa dibuat menatap dengan tatapan tidak percaya, ia membeku untuk beberapa saat. Binar mata yang dipenuhi rasa sedih itu seolah berkata, "teganya dirimu wahai adikku".
Walau pada detik setelahnya Aji jadi mendecak keras, dengan perasaan dongkol ia berdiri. Kadang sesekali, Aji ingin sekali menendang Lian ke galaksi lain karena kelakuannya yang suka membuat naik darah itu. Tapi mengingat bahwa Berlian Amara adalah adiknya yang tidak akan pernah ia temukan di tempat manapun, Aji hanya bisa mendumel dalam hati.
Lihat saja, nanti kalau sudah memiliki niat, Aji akan membalas Lian.
Lihat saja!
"Good morning, Papa!" sapa Lian ceria seperti biasa, tak lupa dengan senyum terang yang mampu membuat siapa saja ikut tersenyum bila melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serangkai Kata [New Version]✓✓
FanficSelamat datang di rumah Gumilang Bersaudara. Keluarga yang katanya keluarga cemara, ceria dan harmonis tiada tara. Mereka pemenang kategori keluarga paling idaman saat lomba 17an tahun kemarin, atas hasil voting warga satu komplek. Padahal penghuni...