Aji berkacak pinggang setelah menutup pintu belakang rumah, kepalanya mendongak melihat langit yang mendung gelap. Seketika dia mendecak, kesal karena baru saja selesai jemur pakaian.
Laki-laki itu menghela napas, agak protes kenapa hujannya tidak nanti sore saja. Ini tengah hari, seharusnya jadi waktu yang paling cocok untuk jemur baju.
"Kenapa hujan sekarang?!!!??!!??!" rengeknya geram, menengadah tangan bertanya-tanya. "Aku baru selesai nyuci baju. Aku nih capek baru mau rebahan."
Tapi akhirnya, dia tetap naik ke rooftop buat ambil jemuran. Daripada nanti tambah basah kalau betulan hujan.
Di tengah jalan Aji menghela napas lagi, tiba-tiba merasa kalau jumlah anak tangga jadi banyak. Tingginya juga lumayan lagi.
Siapa, sih, yang ngide naruh tempat jemur baju di lantai paling atas?
Aji memasang muka jelek, masih protes ngomel-ngomel sendiri.
Giliran dia rajin, ada saja tantangannya. Apakah ini tanda kalau Aji tidak boleh rajin?
Lagian, ini juga sudah bulan Juni. Aji nggak tau sih musim kemarau itu dari bulan apa sampai apa, tapi sejauh dia ingat bulan Juni itu masih kering.
Dan, sudah beberapa hari belakangan ini hujan terus turun. Cuaca jadi tidak tentu, hawanya berubah tidak enak. Bahkan kakak dan adiknya sudah punya gejala mau batuk pilek. Radang-radang.
Virus.
Aji mendecak kecil. Siklus hidup beberapa hari terakhir ini memang kalau tidak hujan ya mendung, kalau tidak mendung ya hujan. Papa sampai pusing, katanya karena cucian banyak yang tidak kering. Dan kalau mau laundry mahal, harga lagi naik-naiknya.
Tapi, padahal, kan, papa orang kaya.
"Eh, Bro, nitip angkatin sepatu Abang, ya."
Baru sampai di atas, Aji langsung dibuat jantungan. Kaget dengar suara Loka yang serak radang. Dia berjingkat hampir lompat. Tak punya ekspektasi kalau kakaknya ada di sana.
"Lah kalau Abang di sini kenapa nggak Abang aja, sih, yang angkat jemuran????" Aji langsung melebarkan mata sadar, protes dengan napas masih sedikit ngos-ngosan.
Wah, Aji lama-lama bisa kurus kalau begini. Karena hari ini, dia sudah naik turun tangga hampir lima kali.
Ini tanpa nge-gym juga bakal berotot.
"Aku tuh pengen rebahan," kata Aji merasa dikerjai.
"Sengaja," jawab Loka santai, terkekeh sendiri melihat Aji hanya menghela napas karena anak itu susah marah. Paling mentok hanya ngedumel sensi seperti sekarang.
"Bentar deh. Perasaan Abang tadi kayak pamit mau ke warung deh. Napa tiba-tiba di sini?" tanya Aji teringat, dahinya menekuk serius.
"Iya." Loka batuk-batuk kecil, tenggorokannya gatal kalau buat bicara. "Males, jauh," katanya beralasan.
"Perasaan depan rumah doang," gumam Aji. "Jauhan juga ke sini."
Loka berdiri setelah Aji kelihatan selesai, dia berjalan di depan tak membawa apa-apa bagaikan bos dan Aji pesuruhnya.
Tapi di tengah jalan Loka bertanya, "mau dibantuin nggak?" Sok basa-basi, takut anak itu ngadu ke papa.
Aji menatap lama, hawanya tidak menyenangkan. "Nggak," jawabnya dingin.
Kalau niat bantuin mah dari tadi, batin Aji.
"Oh, ya udah Alhamdulillah. Abang juga cuma basa-basi kok," kata Loka santai, jalan lebih cepat meninggalkan Aji yang melongo diam.
Infonya jualan kakak dong.
••
"Kamu sekolahnya kapan, sih?" tanya Loka mendekat ke arah Lian yang asik nonton TV sambil makan kacang, tapi anak itu langsung menjulurkan tangan menghadang kedatangan Loka dan bergerak mundur.Loka menekuk dahi, berpandangan dengan Lian agak lama. Tapi ketika mendengar bocah itu berbicara, Loka langsung menatapnya datar.
"Eit, jangan mendekat. Nanti aku ketularan pileknya Abang," kata Lian mengambil bantal, menggunakannya seolah itu perisai.
Loka memutar mata, yang kemudian laki-laki itu malah mendekat tanpa aba-aba. Dia merangkul Lian kuat-kuat membuat adiknya itu jerit-jerit heboh menghindar dengan nyaring.
"Nih, nih, biar kita pilek bareng-bareng." Loka mendekatkan kepalanya, tertawa jumawa karena Lian tak mungkin bisa melawan dirinya.
Tapi walau mustahil Lian terap mendorong Loka supaya segera enyah dari sana. "Ih Abang bau matahari!!!!!" jeritnya nyaring.
"Nggak mungkin, orang mendung, kok," elak Loka tak berpindah, semakin tertawa jahat mendengar Lian ngos-ngosan.
Aji yang bersandar di pintu belakang hanya bersidekap dada, memandangi dua saudaranya dengan kepala geleng-geleng. Dia menghela napas ikut lelah sendiri, energinya seolah ikut terkuras padahal hanya nonton.
"Ck, kayak bocah semua," celetuk Aji lalu lebih memilih untuk melangkah pergi.
"Aw, aw," rintih Loka merasa lengannya digigit, membuatnya melepas Lian hingga anak itu langsung menarik napas dalam-dalam. "Mainnya gigit-gigit, nggak fair itu namanya," protes Loka mengusap-usap lengannya.
Tapi Lian hanya melengos. "Abang sadar nggak, sih, badan Abang tuh besar????" Dia juga protes dengan mata melotot, lalu meninju sang kakak pakai tenaga.
Loka mengaduh kecil lalu terkekeh. "Salah siapa punya badan kecil," katanya menjulurkan lidah meledek.
Membuat Lian menoleh garang, siap mau meninju Loka lagi tapi akhirnya hanya mendecak dan menghela napas. "Tau ah, sebel sama Abang."
"Hahaha, iya, maaf-maaf," kata Loka menepuk-nepuk kepala Lian, tapi adiknya itu malah menatap dengan tatapan mematikan. Loka menaikkan alis tak peduli, kemudian mengambil kacang di toples. "Jadi kamu sekolahnya kapan?"
"Minggu depan," jawab Lian agak menekan. "Kan, dulu juga udah dikasih tau."
Tapi Loka melotot kaget. "Lah, kok, lama amat???"
"Dari sekolah begitu???"
"Nggak adil!!! Abang dulu tanggal 2 januari, nih, udah berangkat sekolah tau!!!!" ucap Loka bersungut-sungut merasa tak adil.
Lian mendecak. "Orang tua jangan banding-bandingin terus, ya. Makanya jangan tua," ucapnya tanpa beban.
Tapi tetap saja, Loka tetap merasa tidak adil.
"Udahlah Abang pergi aja sana," ucap Lian dengan gerakan tangan mengusir. "Mengganggu."
"Mager ah udah duduk." Loka kini jadi rebahan, mengambil remote dan mencari acara menarik.
Membuat Lian menghela napas, dia pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serangkai Kata [New Version]✓✓
Hayran KurguSelamat datang di rumah Gumilang Bersaudara. Keluarga yang katanya keluarga cemara, ceria dan harmonis tiada tara. Mereka pemenang kategori keluarga paling idaman saat lomba 17an tahun kemarin, atas hasil voting warga satu komplek. Padahal penghuni...