09

50 8 0
                                    

Noah tergesa-gesa memasuki sebuah cafe kecil di ujung jalan dekat sekolahnya.

Ketika ia menengok ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa, apakah orang yang akan ditemuinya sudah tiba atau belum, nafasnya masih agak tersengal.

"Noah!"

Di sudut, seorang gadis cantik melambai dengan senyum lebar.

"Kamu!"

Noah melangkah lebar mendekati gadis tersebut kemudian bertanya to the poin tanpa berbasa-basi mengambil duduk di seberang gadis itu.

"Katakan, jadi murid baru yang dirumorkan itu adalah kamu?"

Noah menatap lekat pada gadis cantik yang sedang menatapnya dengan tatapan lembut.

Dia, Aurora, pujaan hati Noah.

"Hm, ya. Ayahku berkata sudah saatnya aku keluar dari zona nyaman, kau tahu bukan selama ini aku terus menghabiskan waktuku di rumah untuk belajar?"

Aurora tersenyum malu. Dia sedikit merasa minder dengan keadaannya yang sedikit tertutup.

Selama ini Aurora telah menghabiskan waktu belajarnya di rumah karena alasan keamanan.

"Ah, begitu rupanya. Lantas kenapa kau tidak bilang padaku?"

Noah berkata dengan nada merajuk yang manja membuat Aurora terkekeh kecil.

"Ini adalah kejutan."

Noah mengulas senyum tipis mendengarnya. "Begitu? Aku sangat terkejut."

Sekali lagi Aurora terkekeh ringan. "Sebenarnya aku tadi juga datang ke sekolahmu."

"Benarkah?"

Aurora mengangguk. "Aku bertemu dengn Axel," katanya dengan nada sedikit lirih terkesan malu-malu.

"Oh? Kenapa tidak bertemu denganku?"

"Ayah sedikit terburu-buru, aku bertemu Axel pun hanya sekedar berpapasan saja."

"Dia tidak menyapamu?"

Aurora meringis dan menggeleng membuat Noah berdecih sinis di dalam hatinya. Merutuki Axel yang orientasi seksualnya belok sampai-sampai mengabaikan sosok cantik seperti Aurora.

"Jangan tersinggung, Axel memang seperti itu."

Noah bermaksud mengatakan Axel memang memiliki sifat tidak ramah. Dia takut Aurora akan sakit hati dan menjauhinya karena mengira Noah akan sama saja seperti Axel, kembarannya.

"Tidak, aku tidak masalah. Aku tahu Axel memang pendiam," tuturnya membuat Noah mengangguk puas.

"Aku harap di sekolah nanti aku bisa dekat denganmu lebih baik dan menjagamu."

Noah memegang tangan Aurora yang sedikit tersentak menatapnya.

"Aku berjanji, aku akan melindungimu."

Noah tersenyum lebar dengan mata berbinar cerah menyilaukan.

Ah sepertinya, Noah memang benar-benar sangat sangat mencintai Aurora.

-

"Terimakasih sudah mengantarkan ku," kata Jemy malu-malu setelah menuruni motor besar milik Axel.

Axel tersenyum sebagai balasan. "Tidak perlu berterimakasih, sudah jadi tugasku untuk mengantar jemput kekasihku sendiri."

Jemy semakin merona ketika mendengar itu. Dia agak malu, tapi mau bagaimana lagi, faktanya dia dan Axel memang sepasang kekasih sesama jenis.

"Um, Axel, motorku sudah selesai perbaikan, aku akan mengambilnya nanti, jadi kamu tidak perlu repot mengantar jemputku lagi besok."

"Benarkah?"

Jemy mengangguk. "Lagipula, sebenarnya rumah kita dengan sekolah tidak berada di satu arah yang sama, kamu akan kerepotan jika melakukan ini terus menerus."

Axel terdiam sejenak mendengarkan Jemy sebelum mengulas senyum tipis. "Semua tentangmu tidak pernah merepotkanku," katanya dengan nada manis membuat Jemy hampir meleleh.

"Uhm, jangan bicara seperti itu, aku tidak senang jika kamu kesusahan."

Axel tidak menjawab dan hanya terkekeh ringan saja.

"Hari ini kamu bekerja?"

Jemy menggeleng. "Aku mengambil libur sehari, aku harus menemani ayah untuk cek up di rumah sakit."

"Ayahmu sakit?"

Jemy tersenyum kecil. "Akhir-akhir ini kesehatannya agak memburuk, jadi kami memutuskan untuk memeriksakannya."

"Ingin aku temani?"

Jemy menggeleng cepat-cepat. "Kamu sangat sibuk, jadi itu tidak perlu, kami bisa pergi sendiri."

"Ah, baiklah."

"Uhm."

Axel hanya tersenyum tidak berdaya. "Baik, jika itu mau mu, aku akan pergi sekarang, jaga dirimu."

"Oke, hati-hati di jalan."

Begitu motor besar Axel melaju menjauh, Jemy menghela nafas agak berat.

"Itukah temanmu, Mimi?"

Jemy hampir menyemburkan ludahnya sendiri karena terkejut akibat suara yang begitu tiba-tiba muncul di belakangnya.

Jemy berbalik dan dia langsung mendapati sesosok pria dewasa yang tampak memandangnya rumit.

"A-ayah?"

Jemy khawatir.

Apakah ayahnya melihat semua interaksinya dengan Axel?

"Ah, sejak kapan ayah berdiri di sini?"

"Belum cukup lama."

Jemy memperhatikan ayahnya yang tampak biasa-biasa saja yang itu berarti ayahnya sepertinya tidak mendengar Axel sempat menyebutnya sebagai kekasih tadi.

Jika benar ayahnya tidak mendengarnya, maka Jemy akan bersyukur.

Memeluk erat lengan ayahnya, Jemy mencoba tersenyum lebar kemudian mengalihkan pembicaraan dengan segera. "Ayah, kita harus segera bersiap-siap bukan? Ayah sudah berjanji kita akan pergi ke rumah sakit bersama."

"Um, sebenarnya ayah bisa pergi sendiri."

Jemy cemberut. "Tidak, Mimi akan ikut ayah!"

"Hm, dasar anak ini."

Daniel—ayah Jemy, menggerakkan tangannya yang tidak dipeluk oleh Jemy untuk mengacak rambut lembut milik putranya.

"Hehe."

Keduanya kemudian berjalan masuk ke dalam rumah tanpa bicara lebih banyak lagi.

---
Tbc

Minimal kalo mau lanjut di vote lah sayangku 😔😔

Kalo keliatan banyak pembaca tapi ga ada vote sebanyak pembacanya aku kan jadi mikir mungkin ceritaku sangan jeleg atau nggak menarik atau ngebosenin sampe ga di vote, aku sedikit keciwa 🤏😔😔

Dan ya, sekarang aku mutusin coba buat jadwal ya...

Kalean yg menunggu update, baik buat book ini atau book sebelah bisa lihat di bio ku meng... 😉

[BL] Because, I Love You! (Slow Up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang