03

88 9 0
                                    

Dengan ekspresi horor Jemy menutup pintu belakang cafe dan tidak lupa untuk menguncinya juga.

Deg. Deg. Deg.

Jemy meremat pakaian bagian dadanya merasakan jantungnya yang berdentum kuat. Rasanya seperti jantungnya akan melompat dari tempatnya menjebol kulit dadanya. Agak mengerikan.

Detik berikutnya setelah berhasil sedikit tenang, Jemy mengusap wajahnya kasar lalu cemberut kesal.

Dia tidak pernah berpikir bahwa Noah akan repot-repot datang kepadanya seperti ini hanya untuk menindasnya seperti tadi. Orang gila!

Sejauh ini, dirinya tidak pernah berhubungan dengan Noah. Jemy hanya mengenal sebatas tahu nama dan statusnya sebagai saudara kembar kekasihnya saja. Bahkan untuk bertegur sapa pun tidak pernah. Lantas mengapa Noah seperti sedan memendam dendam yang begitu besar kepadanya?

"Sepertinya dia tahu prihal kisah lamaku dengan Axel."

Jemy menggigit kuku jarinya dengan cemas. Jika Noah benar-benar tahu, Jemy rasa tidak ada salahnya Noah untuk membencinya sebesar itu. Rupanya Noah benar-benar perduli dengan Axel.

Jemy menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia mengabaikan rasa panas dan sedikit perih di pinggangnya akibat bekas kuku tajam Noah yang mencengkramnya tadi.

Jemy menggidik ngeri ketika tiba-tiba teringat bahwa tidak hanya Noah, namun untuk teman-teman Axel yang lain sepertinya Jemy pun tidak memiliki hubungan yang baik. Karena pada saat itu meski berpacaran dengan Axel, interaksi Jemy dan teman-teman dari kekasihnya sangatlah terbatas dan terbilang sangat sedikit.

Ha, bagaimana jika tidak hanya Noah namun teman-teman Axel pun juga membencinya?

Setelah sekian lama berpikir Jemy pada akhirnya memilih untuk menggelengkan kepalanya mencoba mengenyahkan pemikiran buruknya yang sempat ia rasakan barusan.

"Tidak apa-apa untuk mereka membenciku, jika dia sangat perduli kepada Axel itu sudah lebih dari cukup."

Jemy menunduk dengan senyuman lembut. Untuknya Axel adalah yang terpenting. Tidak ada hal lain. Dan karena itulah sebenarnya Jemy seringkali merasa menyesal karena pernah meninggalkan orang baik seperti Axel hanya karena keraguan hatinya.

"Aku tidak perduli bagaimana mereka membenciku, semua itu tidak akan mengurangi rasa cintaku kepada Axel."

Jemy kemudian menjadi sangat riang dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

-

"Jemy?"

Merasa terpanggil, Jemy pun segera menoleh. Pria kecil itu perlahan tersenyum ketika mendapati sosok yang sangat dikenalnya berjalan menghampirinya dengan langkah penuh pesona.

Ah, Axel memang mempesona. Pikir Jemy dengan pipi merona.

"Sudah mau pulang?"

Jemy mengangguk gembira. Pekerjaannya sudah selesai dan ini saatnya untuk pulang. "Kamu datang? Um, bukankah kamu hari ini ada jadwal balapan?"

Axel menggeleng pelan dengan senyum kecil. Tangannya terulur untuk mengelus kepala yang lebih pendek. "Benar, tapi masih ada waktu."

"Benarkah?"

"Ya, aku ingin menjemput pacarku sepulang kerja terlebih dahulu."

Ketika kata 'pacarku' disebutkan, Jemy tidak bisa untuk tidak gugup dan salah tingkah.

"Lagipula aku dengar motormu juga sedang diperbaiki, bukan?" imbuh Axel menatap penuh arti kepada Jemy.

Jemy mengangguk cepat. "Motor tua, maklum."

[BL] Because, I Love You! (Slow Up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang