11

109 13 5
                                    

Mengapa Noah harus mengancamnya seperti itu?

Jemy tahu jika Noah tidak menyukainya bahkan membencinya sampai mati.

Tapi ini tidak seperti Jemy benar-benar akan berbuat jahat!

Lagipun, sebenarnya apa hubungan Noah dengan si murid baru itu?

"Ada apa dengan ekspresimu? Kamu terlihat kesal."

Jemy mengangkat wajah. Sedikit tercengang dengan penampilan Axel yang selalu terlihat sangat bagus di matanya.

Aduh, jantung Jemy jadi sedikit berdegup karena gugup.

"Axel, kamu datang."

Jemy bergeser ke samping, memberi ruang lebih untuk Axel bisa duduk bersamanya di kursi panjang taman sekolah.

"Ya, aku tidak melihatmu di kantin, aku menjemputmu di kelas tapi kamu sudah pergi terlebih dahulu lalu aku menemukanmu disini."

Kelopak mata Axel agak menurun ketika ia menatap kotak bekal di pangkuan Jemy. "Kamu membawa bekal sendiri?"

Jemy agak meringis malu. "Um, aku sedang berhemat dan tidak akan pergi ke kantin untuk beberapa waktu."

"Mengapa?"

"Tidak ada alasan khusus, hanya ingin."

Taman sekolah ini sedikit sepi. Saat ini hanya ada dua sosok saja yang duduk di kursi panjang di bawah pohon, yaitu Jemy dan Axel yang duduk berdampingan.

"Oh iya! Aku hampir lupa, aku ingin mengembalikan uangmu."

Jemy merogoh kantong sakunya. Mengeluarkan uang dan memberikannya kepada Axel. "Aku tidak tau diri karena meminjam uang mu dan hampir lupa, hehe, maafkan aku," tuturnya setelah meletakan uangnya di telapak tangan Axel yang terbuka.

"..." Axel terdiam sebentar dan tidak mengatakan apapun. Ekspresi wajahnya masih terlihat serius dan kaku seperti biasa.

"Jangan menolaknya, aku benar-benar tidak ingin memiliki sebuah utang."

Axel menatap Jemy yang tersenyum lalu tanpa daya akhirnya hanya bisa menerima uang tersebut.

"Sebelumnya kamu belum menjawab pertanyaanku, mengapa wajahmu terlihat kesal?" Axel menatap Jemy sedikit dengan kilat tajam. "Adakah yang mengganggumu?"

Sejenak Jemy berpikir. Haruskah dia mengatakan bahwa Noah lah yang menganggunya?

"Um, tidak."

Tapi pada akhirnya Jemy mengeluarkan jawaban ringan untuk menutupi kebenaran.

Pikirnya, Noah hanya sekedar usil karena kurang menyukainya, jadi masalah kecil seperti itu tidak perlu di besar-besarkan.

"Kelas sangat nyaman, hanya saja seperti biasa aku yang tidak bisa membaur dengan mereka."

Mata Jemy agak redup ketika bercerita. Dia bahkan tidak menyadari bahwa Axel terus memperhatikannya dengan tatapan lekat yang gelap.

"Aku... Aku pikir masalahnya adalah aku sendiri, tidak ada yang membuatku tidak nyaman, semuanya baik-baik saja."

Jemy menoleh menatap Axel dengan senyuman lebar yang tulus. Matanya menyipit bak bulan sabit, terlihat manis dan menyenangkan.

"Axel?"

Tapi ekspresi indah yang baru saja terukir di wajah Jemy perlahan terganti oleh ekspresi bingung ketika melihat Axel perlahan mendekatkan wajahnya dengan ekspresi serius.

Jemy gugup, apa yang akan Axel lakukan?

Mengulurkan tangan, mencubit sedikit leher belakang Jemy, Axel mulai bergerak mendekat dengan lambat namun pasti.

"A-axel?"

Jemy tegang. Wajahnya dan wajah Axel sudah berjarak sangat dekat bahkan hidung mereka juha sudah hampir bersentuhan.

"Tidak perlu merasa khawatir, kamu tidak butuh mereka karena yang kamu butuhkan hanya aku."

Jemy tertegun. Matanya terkunci lekat pada mata tajam Axel yang menatapnya dalam seperti ingin menembus kepalanya.

"Mereka semua tidak penting, jangan hiraukan mereka, kamu hanya butuh aku dan selalu aku."

Jemy seperti terhipnotis. Otaknya seketika terasa kosong dan sulit untuknya berpikir jernih. Dia gagal memahami apa yang sedang terjadi, karena dia hanya bisa menjadi kaku menerima Axel yang telah melahap bibirnya dengan rakus dan obsesif.

"Umm!"

Jemy meremas seragam bagian depan Axel. Merasa sedikit tertekan dan kebas pada seluruh tubuhnya tertuama pada bagian bibir yang terpanggut erat oleh bibir orang lain.

-

"Axel?"

Langkahnya terhenti secara spontan.

Pemuda bertubuh tinggi itu berbalik dan menemukan seorang gadis yang menatapnya dengan senyuman lebar di matanya.

"Bersyukur aku bertemu denganmu, aku-"

"Di mana Noah?"

Tanpa menunggu Aurora menyelesaikan kalimatnya, Axel sudah memotongnya.

"Ah, dia pergi secara tiba-tiba," katanya ragu.

"Pergi begitu saja?"

"Um."

Axel masih berekspresi dingin. Dia menatap Aurora dengan sedikit lekat sebelum akhirnya kembali memutar arah.

"Aku akan mengantarkanmu ke kelas," tuturnya singkat.

Aurora tanpa banyak komentar langsung mengikuti.

"Kamu berada di kelas yang sama dengan Noah?"

"Um, ya."

"Oke."

Tidak ada pembicaraan lagi. Axel hanya diam dengan ekspresi seriusnya.

Jika Aurora berada di kelas yang sama dengan Noah, itu berarti dia juga berada di kelas yang sama dengan Jemy.

Mengingat Jemy, Axel baru saja mengantarkannya juga kembali ke kelas setelah ciuman panas mereka di belakang sekolah beberapa waktu yang lalu kemudian diam-diam tersenyum tipis.

Axel baru terpikirkan oleh sesuatu. Tiba-tiba senyum tipisnya berubah sedikit menjadi senyum miring misterius.

Melirik Aurora yang berjalan menunduk di sampingnya, Axel tiba-tiba meraih tangan gadis itu untuk digenggamnya.

"A-apa?"

Aurora agak tertegun. Mengapa Axel tiba-tiba menggandengnya?

Tanpa banyak bicara, hanya memberikan senyum tipis lalu tetap berjalan, Axel telah memberikan efek besar terhadap hati dan pikiran Aurora.

Ini...,

Apakah Axel diam-diam juga memperhatikan perasaannya?

Sekarang, Aurora tidak bisa untuk tidak merasa sangat bahagia!

---
Tbc

Axel diam-diam menjadi bangsat.

Terimakasih buat yang sudah mampir meski cuma baca tanpa vote atau komen ❤

[BL] Because, I Love You! (Slow Up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang