04

60 8 0
                                    

Tempat balapan malam ini ramai seperti biasanya.

Berbeda dengan anak-anak muda yang sibuk mempersiapkan keperluan balapan liar malam hari ini, Noah terlihat duduk tenang di trotoar dengan kepala menunduk menatap layar ponselnya yang menyala.

Noah tampak fokus. Dia seperti tidak terganggu atau memperdulikan area sekitarnya yang ramai. Senyuman lembut kemudian terukir indah di bibir tipisnya ketika membaca sederet pesan manis dari seseorang.

"Siapakah itu?" Ezra yang baru saja tiba duduk di samping Noah sembari sedikit mengintip ke arah ponsel milik temannya. "Aurora? Apakah ini Aurora yang itu?"

"Memangnya yang mana lagi?" Noah tersenyum penuh arti. "Tidak ada gadis lain bernama Aurora yang sedang dekat denganku."

Jari Noah kemudian mengklik sebuah foto yang baru dikirim oleh lawan chatnya.

"Bukankah Aurora begitu manis?"

Ezra melirik Noah yang tiba-tiba menyodorkan ponselnya yang menampilkan gambar seorang gadis yang terlihat manis.

Ezra, "..."

"Ah, mengapa diam? Jangan bilang kau juga terpaku dengan kecantikannya, tidak! Tidak bisa! Hey Aurora itu milikku!" Noah menarik kembali ponselnya. "Aku tidak bisa memiliki saingan cinta dengan orang-orang terdekatku."

"Cih, aku tidak suka. Dia bukan tipeku." Ezra mendengkus dengan ekspresi jijik. "Lalu sebaiknya jangan terlalu gegabah, dia masih belum jadi pacarmu, jadi apanya yang milikmu?" imbuhnya sinis.

Noah hampir tersedak ludah sendiri ketika mendengar komentar pedas Ezra. Dia kemudian balas mendengkus, "Ini tidak akan lama."

"Hm."

Noah kemudian terkekeh renyah. Rona bahagia tampak terlihat jelas dari sudut matanya. "Aku benar-benar menyukainya sampai rasanya mau gila," ucapnya tiba-tiba.

Ezra, "..."

"Aahh, bagaimana ya cara mengungkapkan perasaan dengan mudah?"

"Aku bukan orang berpengalaman."

Noah tertawa semakin keras lalu meraih bahu Ezra untuk di rangkulnya dengan erat. "Menurutmu apakah ada peluang untuk perasaanku ini?"

"Ada."

"Benarkah? Berapa persen?"

"Satu persen."

"Bajingan!" umpat Noah memukul keras bahu Ezra.

"Jangan terlalu berharap," kata Ezra lagi lalu kemudian memilih diam.

Noah juga kemudian memilih diam. Dia malas berinteraksi dengan Ezra benar-benar yang tidak asik itu. Bukankah lebih baik untuknya bertukar pesan penuh cinta dengan crush-nya saja?

"Dimana Axel?" Alvin tiba-tiba datang menghampiri Ezra dan Noah yang saling terdiam.

"Ada apa?" Noah mengerut menatap Alvin dengan penuh tanya.

"Hari ini adalah jadwal Axel balapan, kemana dia sekarang?"

"Oh Axel, aku dengar dia sedang menjemput Jemy sepulang kerja."

Pada saat itu Noah, Ezra, dan Alvin bersamaan menatap Kara.

"Ha? Serius? Orang gila! Bagaimana bisa dia memaksakan diri untuk menjemput Jemy disaat waktu sudah mepet seperti ini?" tutur Alvin dengan nada sedikit keras.

Kara mengangkat bahunya acuh. "Entahlah, dia bilang Jemy yang memaksa dan Axel tidak berdaya."

"Sial, si Jemy Jemy itu benar-benar pengaruh buruk," timpal Alvin.

"Sial, waktunya sudah mepet!" geram Kara.

"Um apakah perlu untukku menggantikannya?"

Alvin dan Kara menoleh bersamaan kepada Noah yang mengajukan diri.

"Ide buruk, Axel akan marah jika dia datang."

"Benar, aku akan bilang ke panitia terlebih dahulu untuk meminta waktu."

Noah menatap Kara yang berlari pergi dengan pandangan cemas. "Jika dia terlambat aku bisa menggantikannya," katanya kepada Alvin.

"Itu kita lakukan nanti saja jika dia benar-benar terlambat, hah, ini semua gara-gara Jemy."

Alis Noah mengerut. "Benarkah dia yang memaksa Axel?"

Alvin terdiam sejenak menatap ekspresi tidak suka di wajah Noah sebelum mengangguk dengan ekspresi kecewa. "Axel sudah berusaha menolak tapi Jemy benar-benar keras kepala, oh sepertinya dia memutuskan untuk kembali berhubungan dengan Axel adalah untuk memanfaatkannya saja. Oh benar-benar Axel yang malang."

Menggertakkan gigi, Noah berdecih keras. "Axel bodoh, sebenarnya untuk apa dia kembali dengan pelacur itu lagi setelah disakiti?!"

Alvin mengangguk dengan dramatis. "Benar, tapi menurutku Axel bukanlah bodoh, tapi hanya terlalu baik."

"Baik dan bodoh adalah paket yang sama, aku rasa sama saja." Ezra tiba-tiba datang dan menyela.

Alvin melirik tajam kepada Ezra. Dia menendang kakinya dengan pelototan ganas yang diacuhkan oleh Ezra.

"Alvin benar, Axel hanya terlalu baik. Tapi, Ezra juga benar karena terlalu baik Axel berubah menjadi bodoh." Noah mengepalkan tangannya. "Aku memiliki feeling bahwa nanti pelacur itu pasti akan segera merampas waktu Axel dari kita."

"Ya benar, itu benar. Aku sungguh sangat sedih." Alvin kemudian memaksa duduk di antara Ezra dan Noah.

"Noah sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Alvin kemudian merangkul Noah dan berbisik pelan meninggalkan Ezra yang hanya melirik dengan ekspresi acuh tak acuh.

"Hanya kau yang bisa melindungi Axel, kau sepertinya harus melakukan sesuatu supaya jalang laki-laki itu berhenti mendekati malaikat kita, Axel. Bukankah begitu?"

Noah terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk dengan penuh keyakinan. "Itu benar, kau benar Alvin. Hanya aku yang bisa membuka mata Axel bahwa Jemy sangat tidak baik untuknya."

"Ya, benar."

Lalu tidak lama kemudian Axel pun akhirnya tiba. Melihatnya tidak berniat menghampiri, Noah berinisiatif untuk menghampiri kembarannya itu terlebih dahulu meninggalkan Alvin berdua dengan Ezra.

Setelah yakin Noah benar-benar sudah menjauh, akhirnya Alvin angkat bicara.

"Jika tidak mau ikut campur, tetaplah diam di tempatmu," tutur Alvin dengan nada datar kepada Ezra. "Jika saja kau merusak rencana, kau akan tahu akibatnya."

Alvin berdiri lalu pergi setelah mengatakan hal itu. Dia tidak menoleh ke arah Ezra yang memiliki ekspresi rumit di wajahnya.

---
Tbc

🐥 : jangan lupa vote dan komen!!

[BL] Because, I Love You! (Slow Up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang