10

70 8 0
                                    

"Sudah ayah katakan, ayah baik-baik saja."

Begitu Daniel dan Jemy keluar dari ruang pemeriksaan, Daniel berkata dengan nada lembut meyakinkan kembali Jemy yang masih tampak seolah meragukan kesehatan ayahnya sendiri.

"Tetap saja aku khawatir, ayah akhir-akhir ini menjadi sedikit tidak sehat, aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, ayah."

Jemy melekat dengan manis. Memegang lengan ayahnya, bertingkah sedikit centil menggosok kepalanya ke bahu sang ayah.

"Mimi tidak perlu khawatir, ayah mu ini sehat dan kuat."

Jemy akhirnya hanya bisa menghembuskan nafas beratnya. Dia mengalah dan mencoba meyakinkan diri sendiri kalau ucapan ayahnya adalah benar.

Sebelumnya dokter itu juga tampak mencurigakan. Ayahnya tidak mengijinkannya untuk ikut melihat proses pemeriksaan dan hanya disuruh untuk ikut mendengarkan nasihat penutup dokter di bagian akhir.

"Ayah, hari ini ayah ingin makan sesuatu?"

Daniel terdiam sebentar untuk berpikir. Sambil tersenyum kecil, pria dewasa itu hanya menjawab dengan ringan, "tidak ada keinginan khusus, apapun yang dimasak Mimi, ayah akan tetap makan."

Mengerucutkan bibirnya dengan lucu, Jemy seperti sedikit tidak terima.

"Ayah selalu seperti itu."

Melihat putranya agak merajuk, Daniel hanya bisa tertawa pelan sebagai tambahan.

Pasangan ayah anak itu berjalan menyusuri koridor hendak pulang, mereka tampak akrab dengan sesekali bercanda kecil bersama sebelum terinterupsi tepat di belokan koridor karena hampir menabrak orang.

"Maafkan aku, aku sedikit terburu-buru tadi."

Itu adalah Ezra, salah satu teman Axel.

Jemy yang mengetahuinya sedikit terkejut dan tertegun.

"Ezra?"

Daniel melirik Jemy dengan sebelah alis terangkat sebentar sebelum kembali menatap anak muda yang hampir menabraknya.

"Jemy?"

Jemy berkedip. "Kebetulan bertemu, kamu mengapa di sini?"

Ezra, seperti biasa hanya menampilkan wajah datar dan tenang meski sedang terkejut sekalipun.

"Hanya menjenguk seseorang," jawabnya singkat.

Mata Ezra tertuju kepada Daniel yang juga menatapnya lalu kembali kepada Jemy dan bertanya pelan, "Ayahmu?"

Jemy mengangguk dengan semangat. "Ayahku. Ayah ini teman satu sekolahku," katanya memperkenalkan sebagai formalitas.

Daniel tersenyum menanggapi.

"Halo, aku ayah Jemy, senang berkenalan denganmu nak."

"Senang juga berkenalan denganmu paman, aku Ezra."

Jemy sedikit menangkap tatapan aneh Ezra terhadap ayahnya. Tapi, dia segera menepisnya dan tidak memikirkannya lebih lanjut lagi karena pada saat itu Ezra segera berkata dengan buru-buru.

"Karena aku sedang sedikit terburu-buru, maafkan aku tidak bisa menyapamu lebih lanjut lagi."

Jemy dan Daniel menggeleng dengan kompak serta ekspresi yang mirip.

"Tidak masalah nak, selesaikan terlebih dahulu urusanmu kami juga akan segera pulang."

"Um! Kalau begitu aku duluan. Jemy, Paman," katanya lalu berjalan sedikit cepat melewati Daniel dan Jemy.

"Kita juga harus pulang ayah, ayo."

Daniel dan Jemy kembali berjalan setelah melihat punggung Ezra yang telah menjauh untuk sejenak. Keduanya tidak menyadari, begitu mereka sudah menghilang di belokan koridor, Ezra berhenti melangkah dan berbalik kembali.

Mata yang sebelumnya hanya diselimuti sorot dingin telah sedikit berubah dengan kilat tajam yang menusuk.

Dengan tangan terkepal kuat, Ezra  melanjutkan langkahnya dan bergumam pelan dengan nada dingin, "ketemu."

-

"Dia yang dikatakan sebagai murid baru?"

Semua pandangan segera tertuju ke depan. Tak terkecuali Jemy yang awalnya sedang sibuk mencoret-coret kertas hvs dengan gambaran abstraknya.

Untuk sesaat Jemy tertegun. Dia merasa bahwa gadis yang sedang berdiri di depan kelas adalah seorang peri yang sangat cantik.

Bagaimana ada seorang gadis secantik itu di dunia ini?

"Bukankah dia cantik?"

"Terlihat tidak nyata seperti peri."

"Kecantikannya terlihat murni."

Dan masih banyak lagi bisikan-bisikan yang membicarakan Aurora, si murid baru itu.

Teman-teman sekelas berhenti berbisik tepat ketika Aurora selesai memperkenalkan diri.

Jemy terus saja menatapnya sampai dia merasakan sesuatu dilemparkan mengenai kepalanya dan membuatnya teralih menunduk untuk melihat sebuah penghapus kecil yang terjatuh di samping sepatunya.

Jemy mengernyit kemudian menoleh menatap Noah yang menatapnya sinis.

"Berhenti menatapnya, kau hanya akan menodainya!"

Jemy tercengang.

Apa maksudnya itu?

"Jangan berani berbuat macam-macam terhadapnya, jika saja kau berani aku tidak akan melepaskanmu!" ancam Noah dengan dingin tanpa perduli apakah Jemy akan memahami maksudnya atau tidak.

---
Tbc

Fyyii~

Aku update dua book sekaligus hari ini setelah kembali dari kesibukanku.

Ehehe, maaf ya sebelumnya, aku nggak jadi buat jadwal update karena aku sendiri sadar cara menulisku nggak bisa diatur pake jadwal karena semua ini hanya spontan terpikir ketika memang ada inspirasi saja.

Dan jujur book ini memang kayanya bakal jadi lebih lambat updatenya daripada book sebelah karena peminat book sebelah lebih banyak dari book ini. Tapi meski begitu, book ini sudah aku rencanakan buat update sampai tamat. Maka dari itu,

Ayo berikan vote dan komen kalian untuk book ini apabila kalian suka.

Terimakasih 🤍

[BL] Because, I Love You! (Slow Up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang