Dekat, namun ada sekat yang memisahkan.
Jelas bukan?–Atama Candala –
***
Sore itu, langit mulai menunjukkan warna jingganya. Di trotoar jalan kota Jakarta, terlihat dua remaja yang sedang berjalan bersama, angin bertiup pelan, menerpa permukaan wajah.
Mereka berjalan beriringan dengan kedua tangan dimasukan kedalam saku celana abu abu yang mereka kenakan.
" Lo kenapa belum pulang Ma? " Tanya Elegi sembari menendang kerikil-kerikil kecil yang menghalangi jalannya.
" Baru selesai kerja kelompok sama temen yang rumahnya deket di sekitar sini. " Jawab Tama dibalas anggukan oleh abangnya itu. Tujuan mereka sekarang adalah taman yang sudah terlihat dari pandangan mereka.
Ya, setelah turun dari bus, ternyata Elegi tidak langsung pulang, melainkan dia pergi kearah yang berlawanan dengan Jalan Samudera, dia ingin bermain, hingga akhirnya dia berada di tempat ini.
Sore yang kebetulan jika menurut dua remaja itu, karena mereka bisa bertemu dan akhirnya memilih untuk bermain bersama. Kapan lagi kan mereka bisa seperti itu, hingga akhirnya mereka menapakan kaki di taman, mereka duduk di tepian danau buatan yang ada di taman tersebut, menatap langit dengan warna jingganya yang begitu memukau.
" Senja itu indah Ma, cuman, senja tuh nggak abadi kayak matahari dan langit. " Celetuk Elegi membuat Tama menoleh kearahnya.
" Lo lagi ngumpamain apa? " Tanya Tama di balas gelengan oleh Elegi.
" Enggak, tiba tiba aja gitu, terbesit di kepala. " Jawab Elegi, Dua saudara itu terlihat begitu timpang. Elegi yang kerdil seperti liliput dan Tama yang bongsor seperti tiang listrik membuat Tama lebih cocok untuk menyandang sebutan Abang ketimbang Elegi, atau karena Tama-nya saja yang kegedean?
Selain dari postur tubuh, dari sifat mereka sebenarnya juga timpang, Elegi yang ceria, dan Tama yang tergantung suasana.
" Di SMA PRISMATA ada cewek yang namanya Zoraya, lo kenal nggak? " Tanya Elegi kepada adiknya itu.
" Zoraya ya, nggak kenal tapi tahu. " Jawab Tama. " Lo kenal? " Tama balas bertanya.
" Pernah ketemu aja. " Balas Elegi. " Dia murid femous kah? " Elegi kembali bertanya, mendengar jawaban dari Tama membuat Elegi ingin mengorek beberapa informasi tentang gadis itu.
" Ya, dia kakak kelas gue, dan di nobatkan sebagai siswi paling cantik urutan kedua di PRISMATA, dia juga bisa di bilang primadona–paralel dua seangkatan. " Balas Tama memberi sedikit abangnya informasi, ada beberapa pertanyaan di benak Tama, tapi berhubung dia sedang malas, akhirnya Tama hanya diam.
Setelah percakapan yang singkat itu berhenti, hanya hening yang menemani, hingga suara angin berembus pun terdengar di telinga mereka.
" Gue pengin jadi Pilot bang, biar bisa terbang, alasan karena gue pengin dekat sama ayah. " celetuk Tama memecah keheningan saat melihat pesawat yang tengah mengudara di langit sana. Elegi tertawa kecil.
" Jadi keinget sama novel marvelluna yang di baca sama temen cewek gue, di mana pemeran utama cowoknya bilang, mau jadi pilot biar bisa deket sama bundanya yang udah meninggal. " ujar Elegi membuat kerutan kecil muncul di dahi Tama.
YOU ARE READING
ELEGI |•| Bintang yang kehilangan cahayanya.
General Fiction" tertawa hanya untuk sekedar menutup luka yang selalu menganga. "