Hai👋ketemu lagi ya.
Jangan lupa kasih semangat.
Soalnya pia abis nangis semalam. nangisin cowok fiksi yang jadi ubi, dan masih Gamon sampai sekarang 🙃.****
Ceklekkk
Suara pintu terbuka, membuat Elegi yang sedang mengompres pipinya dengan air dingin menoleh ke arah sumber suara.
" Bang, lo, berantem? " Tanya Tama yang berjalan masuk kedalam kamar sang kakak yang selalu rapi.
" Nggak, di hadang preman aja tadi. " Jawab Elegi tersenyum tipis.
" Di hadang preman? Emang ada preman yang berani mangkal di area sini. " Ujar Tama bingung. Pasalnya, rumahnya ini berada di perumahan Elit, jadi tidak mungkin sekali akan ada preman yang mangkal di sekitar sini.
" Lewat jalan tikus tadi, biar cepet. " Balas Elegi menyengir kuda.
" Kayak nggak ada jalan lain aja! " Ketus Tama, namun kali ini Elegi tetap fokus mengompres pipinya yang masih sakit. Apalagi bagian ulu hatinya yang di tendang oleh Agha.
Tapi, elegi memilih untuk diam." Lo ngapain kesini Ta? Kalau mama tahu, pasti dia bakal marah. " Kata Elegi setelah cukup lama diam. Dia meletakan handuk kecil yang ia gunakan di baskom yang ia letakan di nakas.
" Mama nggak dirumah, dia lagi ketemuan sama temannya. " Balas Tama mendudukan dirinya di dekat abangnya yang duduk tepi ranjang.
Suasana di antara Kakak beradik itu terlihat canggung. Mungkin karena mereka jarang sekali berlaku sedekat ini seperti layaknya pasangan kakak beradik di luaran sana.
Ya, itu semua karena larangan dari sang mama. Tama, di beri benteng oleh sang mama untuk tidak terlalu dekat dengan kakaknya. Bahkan, saat kecil saja, mereka sangat jarang sekali bermain bersama, padahal usia mereka hanya terpaut satu tahun.. dan mereka tumbuh bersama.
Tama memandang abangnya dengan tatapan bertanya, saat melihat Elegi yang beranjak berdiri, lantas menyambar jaket Hoodie biru dongker kesayangannya yang berada di nakas.
" Mau kemana bang? " Tanya cowok itu.
" Main lah, lagi bosen nih gue. " Jawab Elegi sembari memakai Hoodienya.
" Mepet maghrib loh bang. " Ujar Tama tapi yang melihat itu juga segera menyusul abangnya.
Beberapa kali cowok itu memanggil Elegi, tapi Elegi malah semakin mempercepat langkahnya.Bukan tanpa alasan Cowok itu melakukan hal tersebut. Dia hanya tidak ingin membuat mamanya marah. Meski mamanya berada di luar. Bukankah dirumah ini tidak hanya ada dirinya dan Tama bukan?
Lalu sebenarnya, ada apa dengan dua kakak beradik itu? Biarlah waktu yang akan menjawab semua pertanyaan kalian tentang mereka berdua.
****Langit sore kota Jakarta mulai terlihat petang, dengan warna oranye yang di dominasi oleh warna merah yang menjadi ciri khas sekali dari yang namanya senja.
Bahkan, sampai ada kata. "Senja itu indah, namun hanya sementara. Begitupun manusia. Mereka datang hanya sementara, tapi menorehkan luka? "Aihhh kenapa harus menuju kesitu. Elegi menggelengkan kepalanya saat pikirannya berkelana entah kemana. Yang jelas, dia berdecak kagum saat melihat indahnya ciptaan tuhan.
YOU ARE READING
ELEGI |•| Bintang yang kehilangan cahayanya.
General Fiction" tertawa hanya untuk sekedar menutup luka yang selalu menganga. "