Gimana kalau ternyata aku nggak bisa?
Pertanyaan itu terus menghantuiku sepanjang waktu. Entahlah, aku semakin merasa muak dengan semua pemikiran positif yang rasanya hanya topeng palsu.
Namun, aku masih yakin pasti ada jalan. Akhir-akhir ini fokusku terpusat pada laptop. Kali ini aku bahkan dengan sadar tidak menonton sinetron favoritku. Ben bahkan tidak perlu mengingatkan, malahan begitu keluar dari kamar aku langsung menuju ruang tamu, tempat terbaik mengerjakan skripsi. Kuabaikan dia yang kaget saat aku melewatinya begitu saja.
Aku baru bisa bernapas lega sejam kemudian. Akhirnya revisianku kelar! Aku yakin setelah ini pasti akan di-acc dan aku tinggal mengurus surat turun penelitian. Bye-bye proposal and welcome skripsi!
Aku pun mulai menyelonjorkan kaki dengan nyaman di sofa lantas membuka chat grup. Chat terakhir tadi dari Fira, dia membahas revisiannya yang sudah diterima dan besok dia akan ke kampus, mengurus surat turun penelitian.
Group Chat "Skripshit Fighter"
Omg finally!!! Congrats ya, Fir. Akhirnya udah mau neliti~
Ukhtea Firaa
Yoi maaciww intanku cayanggg.
btw revisian lo gimana?It's finish! haha, udah selesai nih. Doain besok gue mau bimbingan.
Miss Nadiaa
Wehhh congrats ya fir. Gue temenin besok sekalian mau ke perpus.[reply to you]
Gue harap revisian lo di acc besok ya, In.Ukhtea Firaa
Okay! Jemput gue ya, Nad. Jangan telat lagi lo.Semoga revisiannya Intan di acc, Aamiin.
tengkyuuu gaess.
*sending pap muka kusut*
Gue baru aja selesai revisian, muka udah kayak gembel.
Ukhtea Firaa
Sumpah muka lo keliatan banyak pikiran, In🤣Jangan stress, ga baik pengantin baru masa stress sih.
Miss Nadiaa
Biarpun gembel gitu at least lo udah punya suami, In. Malahan makin cinta tuh.Aku mengernyit heran. Benarkah? 'Makin cinta?' Cinta aja enggak! Rasanya aku ingin bercerita pada mereka bahwa kami tinggal berdua malah terasa seperti teman. Tidak ada sweet things layaknya pengantin baru.
"Revisiannya udah selesai?"
Astaga! Aku kaget! Ben tiba-tiba saja ada di depanku dan bertanya dengan suara beratnya itu. Sejak kapan dia di sini?
"Udah, tuh liat." Aku menunjuk laptop dengan bibir yang sedikit dimonyongkan. Sejujurnya aku juga heran kenapa orang-orang bisa-bisanya menunjuk sesuatu dengan gerakan bibir atau dagu. Well, unik, haha.
Ben ikut duduk di sampingku yang buru-buru memperbaiki posisi duduk. Dia meletakkan gelas kopinya itu kemudian mengecek apa yang aku kerjakan.
Aku heran sendiri, memangnya dia mengerti tulisan bahasa inggris? Tak lama dia mengangguk, sepertinya sudah yakin bahwa revisianku memang sudah selesai.
"Bagus. Besok bimbingan? Jam berapa?" tanyanya.
"Belum pasti. Dosennya baru mau dikonfirmasi besok pagi."
Dia tampak berpikir lama. Aku jadi bingung sendiri apa yang dia pikirkan itu.
"Mikirin apa, Kak?"
"Jadwal gue besok cuma satu kelas dan itu pagi. Ntar abis itu gue izin buat nganterin lo ke kampus."
"Nggak usah, Kak!" tolakku spontan. Kini dia yang menatapku curiga. "Kenapa? Lo mau ketemu mantan?"
"Ya nggaklah! Gue udah biasa sendiri."
"Ya siapa bilang lo nggak bisa sendiri? Tapi kali ini biarin gue yang nganter." Dia memaksa dan setelah itu lekas beranjak ke dapur. Terdengar bunyi gemericik air di wastafel, mungkin dia sedang mencuci mug-nya.
Sementara aku di sini masih terpaku oleh waktu. Ucapannya tadi entah mengapa terasa ... manis? Aku bahkan bisa merasakan bunyi detak jantungku yang menggila.
Sedetik kemudian aku menepuk kedua pipiku. Tidak! Ini tidak bisa terjadi. Ayo waras, Intan! No baper-baper club!
***
Pukul sepuluh pagi terdengar bunyi motor Ben berhenti di depan rumah. Dia membuka pagar dan memencet klaksonnya."Dek? Ayo berangkat."
Aku menggerutu dalam kamar. Aku masih asyik berdandan. Inilah kenapa aku paling malas pergi berdua. Aku tidak suka disuruh buru-buru.
Dengan alis kiri yang masih belum digambar, aku buru-buru ke depan.
"Kak, sini masuk dulu. Gue masih dandan nih. Sini, minum air dulu." Setelah memberinya segelas air dingin aku kembali masuk ke kamar.
Sepuluh menit kemudian selesai. Aku segera menghampiri Ben yang ternyata sudah berganti pakaian.
"Loh, seragamnya mana, Kak?"
"Udah ganti. Gerah pake itu. Lagian udah izin buat nggak balik."
Kami pun segera pergi. Ini memang bukan pertama kalinya aku dibonceng laki-laki. Sebelumnya bahkan pernah nebeng pada teman saat zamannya sibuk dengan mata kuliah dan segunung tugas dengan deadline yang bersamaan. Hanya saja sekarang rasanya aneh. Kali ini aku dibonceng ... suami? Ekhm, lidahku terasa aneh dengan kata itu.
Aku sedikit ragu apakah harus memeluknya atau bagaimana. Hingga akhirnya tanganku berakhir di atas pahaku sendiri.
"Kak, warna bibir gue udah pas nggak sih?" Aku menatap kaca spion yang memang diarahkan padaku.
"..."
"Hah? Nggak kedengeran."
Dia menoleh padaku. "Iya udah cocok."
Selebihnya tidak ada percakapan. Aku di antar di depan gedung jurusan dan dia menungguku di taman dekat tempat parkiran.
Setelahnya aku buru-buru menaiki tangga. Jujur saja aku telat dua menit dan berharap dospemku tidak akan marah. Aku beruntung sebab ada teman satu bimbingan yang masih konsultasi di ruangan beliau. Untunglah, lebih baik menunggu daripada ditunggu dosen.
***
"Kemarin apa saja yang dikomentari oleh Bu Dewi?" tanya Sir Noval, dospem keduaku."Yang ini, Sir. Bab 1 saya kemarin lebih fokus menyebut finding sementara bab 2 yang harusnya finding malah menjelaskan definisinya. Jadi disuruh memperbaiki itu. bagian previous study diminta lebih fokus juga untuk menekankan apa perbedaan penelitian saya ini."
Selanjutnya obrolan kami terasa semakin mendalam. Aku sesekali menggigit bibir dalam dengan perasaan takut. Berharap semoga dospemku ini mengerti maksud penjelasanku.
"Ini sudah oke, iya betul ...."
Print out revisianku sudah mulai ada coretan spidol.
"Yang bagian ini kamu harus revisi lagi. Bedakan antara data collection and data analysis. I suggest you to read more skripsi or journal and see how they write in these parts."
Aku mengangguk pasrah. Beberapa menit kemudian dengan senyum lebar aku segera pamit keluar. Begitu menutup pintu, senyumku pudar.
Omg! Bahkan masih ada revisi! Bahuku merosot. Padahal aku sudah sangat percaya diri bakal di-acc. Rasanya aku ingin menangis.
Aku keluar gedung dengan hati yang acakadut. Segera menghampiri Ben dan sepertinya dia bisa menduga suasana hatiku. Terbukti dia tidak bertanya apa pun terkait bimbinganku.
"Kita balik sekarang?" tanyanya.
Aku mengangguk. Bahkan sejak tadi tidak menatap wajahnya, hanya sekilas.
Aku masih bergelut dengan rasa kecewa. Sulit sekali membesarkan hati untuk lebih ikhlas menerima.
Ben kemudian memakaikanku helm dan kami segera meninggalkan kampus tercinta. Meski hatiku masih terasa berat dengan kekecewaan ini.
Tbc
Monday, 04/11/2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Skripshit
ChickLitDemi apa pun Intan membenci skripsi. Gara-gara itu dia stress, kena mental dengan teman-temannya yang sudah lulus. Belum lagi pertanyaan tetangga dan keluarga yang tiada habisnya. Paling parahnya adalah dia juga akan dijodohkan gara-gara skripsi yan...