8. A Day in Perpus

36 3 5
                                    

"Cielah pengantin baru."

Aku melotot pada Nadia. Mulutnya ember sekali! Bagaimana jika ada orang lain di perpustakaan ini yang mendengarnya? Mau ditaruh di mana mukaku!

"Gimana honeymoon-nya? Lancar?" Fira ikut menggoda.

Aku memutar bola mata. Menggeser kursi dan duduk bergabung dengan mereka. "Honeymoon mulu otak lo, sana kerjain skripsi."

Sungguh aku jengah. Tiap bertemu dengan orang pasti aku disapa pengantin baru. Aku kan jadi tidak percaya diri.

"Tapi aura lo masih aura pengantin. Ya wajar aja sih. Gimana rasanya punya suami?" Nadia mengerling nakal.

"Ya masih manis-manis aja. Namanya juga masih pasangan baru," ujarku. 

Setelah kupikir-pikir, sejak awal ternyata aku tidak merasa tertekan yang sampai ingin kabur seperti yang kubaca dari kisah perjodohan. Padahal aku menerima perjodohan ini dengan terpaksa. Mungkin karena Ben yang santai dan dia juga dapat mengimbangiku sehingga aku jadi merasa biasa saja. Aku jadi merasa beruntung bertemu Ben, meskipun jompo, setidaknya dia bisa beradaptasi denganku dengan cepat.

"Revisian lo udah sampe mana, Nad?"Aku segera mengalihkan topik sebelum dua jomlo ini membahas hal-hal tidak penting.

Nadia memijit kepalanya. "Gue butuh mie, laper."

"Ya ampun, Nad, gue baru aja dateng. Nggak usah ngajak-ngajak ya lo. Revisian gue belum kelar."

"Ya itu kan elo. Kita berdua udah dua jam di sini. Mentang-mentang pengantin baru, bangunnya jadi suka telat," seloroh Nadia.

Apa hubungannya coba!

Kali ini Fira sudah berdiri duluan. "Gue juga pengen makan mie."

Ya ampun, aku geleng-geleng kepala. "Ya udah ayo, gue juga mau."

Kuharap kami bertiga tidak kena tipes. Masih ada skripsi yang harus diperjuangkan.

***
"Lo tahu nggak sih, si Lili udah mau seminar hasil minggu ini."

Aku kaget, menatap tidak percaya Nadia dan gosipnya itu.

Fira baru saja menandaskan mie-nya. "Gue nggak mau buru-buru. Masih pengen nongkrong di perpus buat makan mie."

"Terus si Dani udah mau ujian kompre. Gila padahal baru semhas dua hari lalu, udah ngebut aja tu anak." Nadia menggebu-gebu menceritakannya.

Sungguh aku ketinggalan berita. Setahuku Lili masih struggle dengan dosen pembimbingnya yang moody-an and Dani bahkan bulan lalu sempat kudengar bermasalah dengan data hasil penelitiannya. Kini mereka berdua sudah mulai mengibarkan bendera kebebasan.

"Di kelas kita udah banyak yang semhas. Ini udah bulan terakhir kita di semester 9. Kalau nggak ke kejar wisuda bulan depan, auto welcome semester sepuluh!" ujar Nadia merasa horor. Aku jadi ikut merinding.

"Ya gapapa, hitung-hitung jadi donatur. Biar kampus kita makin maju pembangunannya," ujar Fira optimis.

Aku dan Nadia sontak menatapnya dengan tatapan "ini lo lagi nggak keselek batu gunung kan, Fir?"

Tidak seperti biasanya dia sesantai ini.

"Gue udah nerima takdir kalau gue nggak bisa wisuda semester ini. Ya gimana lagi, gue aja belum turun penelitian," kata Fira realistis.

Iya sih, itu ada benarnya. Tapi aku teringat kata Ben yang mendorongku agar bisa mengejar wisuda semester ini. Tidak boleh menyerah, aku harus semangat!

"Kita kan ngambil linguistik, Fir. Kita nggak perlu nunggu lama buat dapat hasil penelitian. Asal mau berusaha aja," balas Nadia.

Kami memang sengaja mengambil lingustik atau ilmu kebahasaan karena sejak awal merasa itu mudah. Dibandingkan dengan teaching atau pengajaran yang jika obyek penelitian di sekolah yang mana membutuhkan waktu lama untuk mengurus surat izin penelitian dan harus konfirmasi dengan guru pengajar di sekolah.

Literature atau sastra sebenarnya mudah, hanya saja aku kesulitan menemukan kebaharuaan penelitian di sana. Sebagai anak pendidikan bahasa, 3 hal di atas adalah hal yang kami pelajari selama kuliah dan  bisa memilih salah satu untuk dijadikan fokus penelitian skripsi.

Nadia meneliti perbedaan bunyi bahasa pada postingan di salah satu platform sementara Fira menganalisis tindak tutur lokusi pada sebuah film. Tanpa perlu turun ke sekolah dan menunggu waktu untuk turun lapangan, kapan pun datanya bisa diambil.

Begitu juga denganku yang meneliti standar kecantikan yang dibangun dalam iklan-iklan kecantikan. Datanya bisa kapan saja diambil. Mau sambil rebahan juga bisa. Masalahnya ada revisi kami belum juga selesai.

"Kita pasti bisa, Nad!" ucapku tiba-tiba dengan semangat yang menggebu. Lalu aku dan Nadia berusaha meyakinkan Fira bahwa kami pasti bisa. Bukankah bulan lalu kami berhasil sempro? Asal ada niat.

Fira jadi termotivasi. Baiklah,kami bertiga siap bertempur dengan skripsi!

Ayo bisa! Ayo bisa!

Begitu pulangnya dari perpustakaan, aku malah tertidur saking capeknya bergosip ria tadi.

What a day!

Tbc
Friday, 01/11/2024

SkripshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang