Diary 2

124 21 2
                                    

Seorang pria berperawakan tinggi tampak dengan balutan kaos tanpa lengan serta jangan lupakan kemeja lengan panjang yang menggantung di antara tas selempangnya yang tersampir dibahu kirinya. Dia terlihat berjalan menuruni undakan tangga rumahnya lalu menghentikan langkahnya tepat ketika dia menginjak lantai satu. Dia pun celingak-celinguk ke sana ke kemari sembari sesekali melempar dan menangkap bola basket kesayangannya.

Rumah tampak sepi sekarang ini. Wajar sih sebenarnya mengingat beberapa hari ini rumah hanya diisi olehnya dan Bundanya saja. Sementara Mas-nya kan sudah memiliki rumah sendiri, dan Ayahnya sendiri sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota sejak seminggu yang lalu, tepatnya ke daerah Bali.

Sejak setahun yang lalu Ayah memang mendapatkan tawaran kerjasama dari suami teman baik Bundanya yaitu Yunita untuk membangun resort & hotel di Bali. Ayah tidak langsung menerima tawaran tersebut karena sejak awal Ayah memang hanya ingin fokus merintis karirnya di kota ini saja. Tentu saja karena Ayah ingin lebih maksimal menjaga keluarganya. Ayah tidak mau terlalu sering pergi-pergian ke luar kota untuk perjalanan bisnis seperti saat Angkasa kecil. Hotel Ayah yang terletak di Yogyakarta saja hampir ditutup oleh Ayah jika saja Bayu tidak mengambil alih.

Namun setelah diskusi yang cukup memakan waktu yang lama, termasuk mendapatkan persetujuan dari Bunda dan kedua anaknya, akhirnya Ayah pun menerima tawaran tersebut. Tentu saja dengan syarat bahwa hotel tersebut akan diurus sepenuhnya oleh suami Yunita, selayaknya yang Bayu lakukan selama ini. Sementara Ayah sendiri tetap akan berfokus bekerja di kantor utama dan memantaunya dari kejauhan saja.

Pembangunan hotel & resort di daerah Bali memakan waktu yang terbilang sebentar, karena sejak awal pun Ayah dan suami Yunita sudah sepakat untuk membeli bangunan jadi saja yang kemudian hanya perlu direnovasi sesuai konsep mereka. Tentu saja dengan pertimbangan lokasi yang strategis. Dan kurang dari setahun saja hotel & resort tersebut sudah berhasil mereka bangun.

Jadi bisa dibilang seminggu ini Ayah Mada harus terbang ke Bali karena memang harus mengurus beberapa hal yang tidak bisa diwakilkan oleh orang lain, termasuk menghadiri peresmian pembukaan Nareksa Hotel & Resort Bali.

Tadinya sih anak bungsunya ini memaksa ingin ikut dengan Ayahnya. Alasannya sih sepele saja. Dia ingin healing ke salah satu pantai di Bali di tengah padatnya jadwal kuliahnya ini. Diijinkan oleh Ayah? Mustahil tentu saja. Sehingga setelah diiming-imingi oleh-oleh berupa baju pantai, setoples pasir pantai dan tetek bengeknya akhirnya ia pun setuju untuk tidak ikut Ayahnya.

"Bun" suara beratnya menggema begitu dia menginjak area dapur, sementara tatapannya terlihat sangat kebingungan. Habisnya tumbenan sekali Bundanya yang biasanya pagi-pagi sekali sudah mengisi dapur, hari ini justru membiarkan dapurnya kosong dengan panci yang mengepulkan asap tipis-tipis. Bunda sedang membuat sayur sepertinya.

Pria berambut hitam legam itu pun menoleh ke arah taman di samping rumahnya, tempat favorit Bundanya yang lain di jam-jam seperti ini. Kalau tidak sedang menyiram bunga-bunga kesayangannya, pasti sedang mencuci pakaian di sana.

Tapi lagi-lagi dia hanya menemukan kehampaan di sana. Apa mungkin Bundanya sedang keluar? Membeli mecin alias MSG di warung misalnya. Mengingat anak bungsunya ini kan paling tidak bisa memakan makanan tanpa tambahan mecin.

"Bunda parah banget kompornya ditinggalin. Nanti beledug gimana?" Gumamnya sembari menggaruk kepalanya yang terasa gatal.

Kemudian dia menaruh tas, kemeja dan bola basketnya ke atas salah satu kursi di ruang makan lalu melangkahkan kakinya sampai ke depan kompor yang masih menyala tersebut.

[5] Everyday : Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang