Diary 3

163 21 5
                                    

Angkasa menepikan motor maticnya tepat di depan toko herbalnya yang terletak di dekat RCH. Dia mematikan mesin motornya lalu menundukkan kepalanya ke bawah, ke arah Anna yang notabenenya sengaja dia gendong di depan dengan baby carrier hipseat atau sederhananya gendongan bayi tersebut agar aman selama berkendara.

Merepotkan memang karena berkendara menggunakan motor sembari membawa Anna yang notabenenya masih bayi, namun setelah dilakukan cukup sering, Angkasa pun semakin terbiasa. Lagipula Angkasa memang lebih senang berkendara menggunakan motor matic-nya meskipun tabungannya sudah sangat cukup untuk membeli mobil sendiri. Tentu saja, fakta bahwa rumah yang dia huni bersama Liona yang notabenenya merupakan hadiah yang Ayah Mada berikan ditambah lagi fakta bahwa baik Angkasa maupun Liona yang sama-sama bekerja, membuat mereka secara otomatis bisa lebih banyak menyisihkan uang mereka untuk disimpan demi masa depan mereka dan juga putri kecil mereka.

"Dingin sayang?" Tanyanya pada Anna sembari melepaskan helm-nya.

Refleks Anna pun mendongakkan kepalanya ke atas sampai manik matanya bertubrukan dengan manik mata Sang Papa. Hari ini Anna terlihat sangat menggemaskan dengan balutan jaket bertudung berwarna kuning cerah. Sengaja dipakaikan Liona agar tidak kedinginan selama perjalanan.

"Papa"

Angkasa berdeham pelan menyahuti panggilan Anna. Lalu Angkasa sibuk turun dari motornya kemudian melepaskan gendongan tersebut dan menurunkan Anna dari sana.

Suara decitan dari sepatu yang Anna kenakan menggema saat kaki Anna menginjak tanah. Dia tampak menolehkan kepalanya ke sekelilingnya, melihat area toko Papanya yang cukup besar ini kemudian menoleh ke arah jalan besar yang dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Raut wajahnya tampak kebingungan, padahal ini bukan kali pertama Anna diajak keluar rumah atau berkunjung ke toko Papanya.

Anna pun kembali mendongakkan kepalanya ke atas, melihat ke arah Papanya yang kini sedang membuka jok motornya untuk mengambil berkas yang sebelumnya dia letakkan di sana.

"Papa" panggil Anna lagi.

"Iya. Sebentar ya Rihanna sayang"

Anna memajukan bibirnya ke depan, sementara kedua tangannya saling tertaut. Lucunya meskipun kesal diminta menunggu oleh Papanya, Anna tetap menurut juga. Dia benar-benar sabar menunggu di sana sembari memperhatikan apa yang Papanya lakukan.

Tidak berapa lama kemudian Angkasa pun menoleh ke arah Anna lalu melemparkan senyuman lembutnya. Hatinya tidak pernah gagal merasa bahagia setiap melihat Anna yang menuruti titahnya.

"Kenapa Rihanna sayang?"

Anna langsung mengangkat kedua tangan mungilnya lalu memegangi dahinya, "lambut Annya tadi di cini. Cekalang ilang" ujarnya dengan nada suara bergetarnya.

Angkasa mengangkat kedua alisnya, terkejut sebetulnya mendengar pertanyaan Anna barusan. Bahkan rasanya dia ingin sekali tertawa, namun karena Angkasa tahu bagaimana tabiat Rihanna yang akan langsung menangis jika ditertawakan, maka Angkasa pun berusaha untuk menahannya.

Angkasa pun langsung berjongkok di hadapan Anna lalu menaruh atensinya pada wajah Anna yang terlihat sangat kecut bercampur khawatir. "coba Papa cari dulu ya. Tadi pagi masih ada kan?" Tanyanya yang dibalas anggukan kepala Anna.

Angkasa yang melihat wajah menggemaskan Anna pun sudah tidak bisa lagi menahan senyuman gemasnya. Dia mengulurkan kedua tangannya ke depan lalu menurunkan tudung jaket Anna yang menutupi rambut Anna. Dia pun merapikan poni rambut Anna yang sempat dibuat tersingkap karena angin yang berhembus selama perjalanan mereka.

"Loh ini ada rambutnya Na" ujar Angkasa sembari menunjuk dahi Anna.

Anna pun langsung menggulirkan bola matanya ke atas lalu melihat poni rambutnya yang kembali menghiasi dahinya. Raut wajahnya terlihat terkejut seolah dia benar-benar yakin bahwa poni rambutnya sempat menghilang, dan secara ajaib kembali pada tempatnya setelah disentuh oleh Papanya.

[5] Everyday : Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang