Matahari baru menunjukkan kehadirannya di balik ufuk timur dan pemuda dengan kantung mata tebal sudah ribuan kali mengayun tongkatnya. Tidak ada lagi percikan api maupun ledakan di ujung senjatanya. Hanya suara sabetan udara dan berdebum yang terdengar setiap ujung tongkatnya mengenai boneka jerami.
"Harus lebih kuat lagi," pikirnya. Setiap satu pukulan yang mengenai boneka jerami membuatnya teringat akan pertarungan melawan Perampok Cerdo. Kala itu, dia hampir tidak bisa memukul mundur seorang penyerang. Tanpa bantuan buff dan bahan peledak di ujung tongkatnya, dia tidak yakin bisa membuat penyerang Cerdo ketakutan.
"Tirta! Ayo sarapan!"
Pemuda itu menahan tongkatnya di atas kepala. Dia lalu menoleh ke arah seruan yang berasal dari pintu belakang rumah. Di sana, seorang pria seusianya mengacungkan tas kresek berisi makanan. "Satu jam lagi!" balasnya. Dia kembali mengayunkan tongkatnya.
"Nggak ada tunda-tunda! Ayo makan! Kau dari semalam belum makan, loh! Jangan sampai kau lemas saat pertandingan eliminasi nanti."
Tirta menghentikan ayunannya. Ucapan pemuda berpipi lesung itu mengingatkannya terhadap kegiatan yang akan dia ikuti nanti. Meskipun dia ingin meneruskan latihannya, tetapi perkataan pemuda itu tidak bisa diabaikan. "Gebu: tarik!" gumamnya. Mantra perintah itu membuat tongkat sepanjang dua meter di tangannya menyusut menjadi tiga puluh sentimeter dalam waktu singkat. Tongkat tipis itu dia masukkan ke saku khusus di sisi celana panjangnya.
"Dua tahun aku nggak lihat kamu latihan. Sepertinya, kamu makin kuat. Kayaknya bisa, nih, jadi juara utama Pahlawan Tombak nanti," puji pemuda berpipi lesung. Dia berjalan mendekati Tirta yang sedang mengusap wajah dan badan atas menggunakan handuk kecil.
Tirta menggelengkan kepala. Ditaruhnya handuk kecil di atas kursi taman, di dekatnya. Dia lalu duduk di samping handuk itu setelah memakai kaos. "Aku belum sekuat itu," ucapnya menelan getir.
Pemuda berpipi lesung duduk di kursi seberang meja dan langsung mengeluarkan sarapan untuknya. "Merendah untuk meroket, ya! Bisa mengalahkan Perampok Cerdo, mustahil kalau kamu nggak sekuat itu. Tapi, kenapa kamu nggak mau ambil hadiahnya? Dengan begitu, kamu nggak perlu repot-repot ikut pertandingan, 'kan? Aku yakin, hadiah pertandingan nanti juga pasti nggak seberapa dibanding kesuksesanmu dalam mengalahkan para perampok itu."
Tirta mengambil sekotak makanan dan sebotol air mineral bagiannya tanpa berkomentar. Dua buah roti panggang yang mengapit daging dan sayuran langsung dia santap. Kurang dari sepuluh menit, dua buah roti isi sudah habis dia lahap. "Berapa kali harus kuulang, Ga? Bukan aku yang mengalahkan mereka," ucapnya dengan nada malas. Dia tidak suka meninggikan suara sekalipun sedang kesal.
Pemuda berpipi lesung itu cepat-cepat menelan makanannya yang baru dikunyah beberapa kali. "Saksinya banyak, Tir! Para penumpang yang selamat, semuanya bilang kalau kamu punya andil besar dalam mengalahkan mereka."
"Tapi, pedang yang menancap di tengkorak penyihir wanita itu, jelas bukan aku pelakunya. Sosok misterius yang tiba-tiba muncul itulah yang telah mengalahkan mereka."
"Makanya itu, kubilang kamu punya andil besar. Mereka melihatmu bertarung dengan hebat. Saat menjemputmu pun, kulihat pakaianmu terkoyak parah khas pertarungan sengit. Sudah sepantasnya kamu dapat kompensasi, minimal dari Serikat Penjelajah. Atau bahkan para bangsawan yang selama ini merasa dirugikan atas tindakan para perampok …."
Pikiran Tirta berkelana ke tiga hari lalu. Memorinya mampu mereka ulang setiap kejadian hari itu: dari bangun tidur pagi sampai pertempuran melawan Perampok Cerdo. Bahkan dia juga mampu mengingat wajah-wajah orang yang baru dikenalnya.
Hanya saja, ada siluet hitam tidak jelas yang mengganggu pikirannya. Siluet itu mengisi satu tempat duduk dalam truk. Siluet yang seakan sengaja ditempel dalam memorinya untuk mengganti peran seseorang yang sengaja dihilangkan. Siluet itu pulalah yang paling berjasa dalam mengalahkan para Perampok Cerdo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spear Wielder: Pengguna Tombak (Segera Dibukukan)
FantasíaLaufey dan Tirta, dua pemuda yang berbeda tujuan, tetapi dihadapkan pada polemik yang sama. Yaitu, mengadapi kekuatan jahat yang menyerang Kerajaan Elpana. Di tengah teror kekuatan jahat, mereka harus mengalahkan sang Pembawa Bencana yang telah memp...