01. Drama harian

2.3K 152 10
                                    

"Keyran, ya gusti.. anak itu!"

Memanjat tembok pagar rumah sembari menenteng setangkai mangga muda, Keyran adma anjaya-- remaja berusia 16 tahun menunjukkan senyum tengil yang terlihat begitu menjengkelkan di mata seorang wanita berusia di atas 60 tahun.

"Mbah, jangan pelit-pelit mbah. Nanti cepet mati loh."

"Heh!"

Melompat turun sembari menyemburkan gelak tawa, Keyran berlari menjauh dari rumah mbah Sarimah dengan senyum merekah.

Satu buah mangga muda yang terlihat begitu besar ia angkat tinggi. "Gila, ngidam banget aing sama mangga ini!"

Ia tertawa cekikikan di tengah celetuk.

"Kasian bayi-bayi cacing di perutku, kepengennya minggu lalu, baru bisa keturutan hari ini. Jangan ngiler ya nak, Papa sudah berusaha," cerocos Keyran asal.

Asik mengelus perutnya yang sedikit buncit, membuat Keyran tak memperhatikan jalan. Hingga keberadaan sosok menyeramkan yang melotot galak padanya, tak disadari oleh sang remaja.

"Bagus, bagus! Maling mangganya Mbah Sarimah lagi ya, kamu." Tepukan tangan membuat tubuh Keyran menegang.

Patah patah ia mengangkat kepalanya, dan senyum iblis kakak keduanya sukses membuat Keyran kesulitan meneguk saliva.

Keyran berdehem, ia menegakkan badan dan memasang postur berdiri tegak. "Pada jaman dahulu," bocah itu mengangkat jari telunjuk kanannya ke udara, membuat sang kakak menaikkan sebelah alis lantaran bingung.

"Hiduplah seorang laki-laki benjol!" Usai berkata asal, Keyran segera melemparkan mangga muda yang sedari tadi ia pegang hingga tepat mengenai pelipis Zekran abimanyu. Saudara yang berusia 5 tahun lebih tua darinya.

Menggunakan kesempatan di kala lengahnya Zekran, Keyran segera mengambil langkah seribu untuk kabur menghindari amukan Megalodon.

Emosi Zekran sudah mendidih hingga naik ke permukaan. Wajahnya memerah, urat-urat di pelipis pemuda berusia 21 tahun itu terlihat dengan jelas.

"KEYRAN ADMA ANJAYAAA!!"

|Malapetaka|

Damai sekali sore hari ini. Jemari tangan seorang remaja berusia 17 tahun, membenarkan letak kacamatanya. Duduk santai sembari membalik halaman buku serta sesekali menyeruput kopi hitam tanpa gula yang masih mengepulkan asap di atas meja.

Senyum tipis terpatri menghiasi wajah yang menawan, setidaknya ekspresi wajahnya begitu indah dipandang selama beberapa saat sebelum ia perlahan mendongak dan terjungkal ke belakang.

"Oi, nyet!"

Derit kursi dan suara tubuh yang menghantam kayu terdengar hingga luar.

Ketenangan Nazka terpecahkan begitu saja, saat secara mengejutkan anomali asing menempelkan seluruh wajah dan kedua telapak tangan di kaca jendela kamarnya-- yang mana pada posisi itu, Nazka sedang duduk di meja belajar dan fokus pada buku.

"Keyran sialan!" Desis remaja itu sembari mengusap pinggangnya.

Tetangga menyebalkannya itu mungkin akan meriang jika tak membuat keributan di kampung mereka satu hari saja.

"Kau ngapain hah?!" Nazka berdiri lalu membuka kaca jendela dengan kasar, membuat mau tak mau wajah Keyran jadi terdorong.

Hidung Keyran berdenyut nyeri, ia mengusap hidung peseknya sembari merengut.

Malapetaka 1980Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang