Semua orang pasti pernah merasa jenuh terhadap situasi yang harus dihadapi berulang-ulang. Dan tidak ada yang membuat Sekala merasa teramat jenuh daripada kehidupannya sekarang.
Sudah empat tahun Sekala bekerja di Jakarta, meninggalkan kehidupannya bersama teman-teman dan keluarga besarnya di Bandung. Pilihannya bekerja di Jakarta semata-mata karena ingin melarikan diri dari kenyataan pahit yang baru saja ia ketahui. Kenyataan yang membuatnya menyesal pernah dilahirkan.
Selama tinggal di Jakarta, Sekala bekerja di Bluewave, start-up yang membuat terobosan dalam dunia teknologi digital. Bisa dikatakan, saat pertama kali bergabung, start-up tempat Sekala bekerja masih berada di fase early stage. Ketika itu, Bluewave bahkan baru memulai untuk validasi problem solution fit, dan baru tahun lalu validasi untuk product market fit.
Awalnya semua itu terasa menyenangkan. Sekala senang sekaligus bangga terhadap diri sendiri karena bisa terlibat dalam pendirian sebuah bisnis. Tidak dipungkiri jika hal itu membuatnya belajar banyak hal.
Sekala yang saat itu baru saja menyelesaikan kuliahnya, semakin memahami seluk beluk dunia desain dan teknologi. Secara soft skill pun meningkat. Terlebih, baru satu tahun bergabung, dirinya sudah dipercaya menjadi Project Director sekaligus sebagai Team Leader dalam beberapa project event.
Empat tahun berlalu dan Sekala merasa terjebak di dalam rutinitas yang sama setiap harinya. Dengan penghasilan yang terbilang besar, beban dan tanggungjawab yang diemban pun tidak kalah besarnya. Tidak jarang Sekala sampai harus menginap di kantor setiap kali ada project yang harus diselesaikan.
Namun, seberapa besarpun keinginannya untuk hengkang dari kantor itu, Sekala tidak bisa mengikuti keinginan hatinya karena mencari pekerjaan baru yang lebih baik, nyatanya lebih sulit dari mencari jodoh. Walaupun papanya sudah berulang kali memintanya pulang dan membantu mengurusi perusahaan milik keluarga, Sekala tetap dengan pendiriannya untuk selalu berdiri di atas kakinya sendiri. Terlebih, Sekala tahu, dirinya tidak punya hak apa pun atas perusahaan itu.
Setelah selesai memarkirkan mobilnya, lelaki 28 tahun itu bergegas memasuki gedung perkantoran tempat dirinya bekerja dan menaiki lift menuju kantor Bluewave yang terletak di lantai delapan belas.
Dia hanya mengenakan polo shirt dan celana jins, dan begitulah dirinya biasa berkantor sehari-hari. Berbeda dengan pekerja korporat, kunci fashion orang-orang start-up hanya butuh cadangan pakaian formal untuk meeting atau bertemu user. Selebihnya, pakai baju senyamannya saja. Biasanya outfit yang digunakan tergantung mood. Kadang formal, kadang casual, kadang rapi, kadang-kadang seperti gembel.
Sebuah ruangan lepas dengan dominasi warna biru menyambut kedatangan Sekala begitu kakinya melangkah keluar lift. Dia langsung menuju mejanya untuk menyimpan tas, lalu bergegas menuju pantry.
"Udah pada di sini aja lo," sapanya ketika menemukan keberadaan Kemal dan Indy yang terlihat sedang terlibat dalam percakapan serius di dalam pantry.
"Eh, Kal. Lo udah tahu kita kedatangan anak baru yang gantiin Ivanka?" tanya Indy.
Sambil menyeduh kopi kemasan yang tersedia di pantry, Sekala menjawab, "Baru dengar infonya kemarin. Memang orangnya datang hari ini?"
"Gue dengar dia udah mulai kerja hari ini. Katanya dia keponakannya Pak Indra."
Pak Indra yang dimaksud adalah founder sekaligus CEO Bluewave. Di tengah-tengah percakapan itu, pikiran Sekala berkelana sesaat memikirkan seandainya dirinya memilih bekerja di kantor papanya, mungkin saja ia akan mendapat omongan yang sama dan dianggap sebagai anak titipan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceJangan biarkan perasaan ini semakin mendalam dan nyaman, untuk kamu yang hanya sebatas angan. Pergilah, menjauhlah, sebelum aku semakin jatuh karena sayang yang salah.