"Udah hampir jam sembilan. Aku pulang, ya?"
Citra yang saat itu masih betah bersandar di dada Sekala, menatap pacarnya dengan tampang cemberut. "Kok pulang, sih?" protesnya.
"Emang kamu maunya gimana? Aku nginap di sini?"
Citra menggelengkan kepala. Bisa diomeli habis-habisan jika orang tuanya tahu Citra membawa laki-laki menginap di rumahnya pada saat orang tuanya sedang tidak ada di rumah. Namun, Citra pun tidak mau membiarkan Sekala pulang, karena itu artinya ia akan sendirian lagi di rumah besar itu tanpa kehadiran siapa pun yang menemaninya.
Tiba-tiba muncul satu ide di kepalanya. "Aku boleh nggak, ikut ke apartemen Mas Kala?" pintanya.
"Boleh aja. Tapi sekarang udah malam. Kamu mau pulang ke sini lagi jam berapa. Sedangkan besok kita masih harus kerja."
"Kalau aku nginap di sana, gimana? Boleh nggak?"
Sekala terdiam, mencoba menimang permintaan itu. "Kamu nggak mau sendirian di rumah?" tebaknya.
"Iya, Mas. Tapi, kalau nggak boleh juga nggak apa-apa, kok."
"Boleh aja, Sayang. Aku nggak keberatan kamu ikut ke apartemen aku. Yang aku permasalahkan, gimana kalau orang tua kamu tahu kamu menginap di apartemen aku?"
"Aku bisa jelasin sama mereka. Papa pasti ngerti kalau aku kesepian di rumah."
"Ya sudah, kalau gitu kamu siap-siap dulu. Jangan lupa bawa baju kerja buat besok, dan jangan lupa juga pamit sama Si Mbak."
Citra langsung mengangguk dengan antusias. "Oke, Mas. Tunggu sebentar, ya."
Beberapa menit kemudian, mereka sudah duduk berdampingan di dalam mobil menuju tempat tinggal Sekala di Rasuna Said, Kuningan. Citra senang bukan main. Rasanya baru kali ini Citra bisa merasa sebebas ini. Hal yang selama ini sulit ia dapatkan mengingat bagaimana protective papanya selama ini.
Setelah mengarungi jalanan Jakarta yang masih padat walaupun hari sudah menjelang larut malam, akhirnya mobil Sekala berhasil memasuki kawasan apartemen high rise yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Dengan menggunakan kartu akses Sekala memarkirkan mobilnya di basement dan membawa Citra ke unitnya yang berada di lantai delapan belas.
“Well, welcome to my home,” ucap Sekala ketika mereka melangkah masuk ke dalam apartemennya.
Ini adalah pertama kali Citra mengunjungi tempat tinggal seorang laki-laki, dan dia hanya bisa ternganga melihat sebuah unit apartemen yang sepertinya memang didesain khusus untuk tempat tinggal seorang laki-laki.
Segalanya yang ada di apartemen itu terlihat serba maskulin. Mulai dari sofa kulit berwarna hitam polos, entertainment center dengan teknologi terkini yang juga serba hitam dan abu-abu, area pantry berwana monokrom, dan lantainya yang terbuat dari marmer putih. Dan yang mengagumkan adalah, semuanya terlihat rapi dan teratur, menandakan orang yang tinggal di tempat itu adalah tipikal orang yang consent dengan kerapian.
Citra mengikuti Sekala yang sedang menunjukkan letak kamar utama, dan mendapati dirinya berada di sebuah kamar tidur paling manly yang pernah ia lihat.
"Ini master bedroom. Kamu tidur di sini aja karena di kamar satunya lagi nggak ada toilet di dalam."
"Aku tidur di sini?" tanya Citra, kedua matanya masih berpendar memperhatikan keadaan sekitar.
Kamar itu sangat maskulin dan sensual. Citra yakin dirinya akan tidur dengan nyenyak di kamar ini. Dua dinding dari kamar itu adalah kaca besar yang menampilkan keindahan Jakarta dari lantai 18. Pemandangannya hampir tidak terbatas. Segala hiruk pikuk dan kesibukan kota metropolitan bisa terlihat dari balik kaca ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceJangan biarkan perasaan ini semakin mendalam dan nyaman, untuk kamu yang hanya sebatas angan. Pergilah, menjauhlah, sebelum aku semakin jatuh karena sayang yang salah.