Citra baru saja terlelap ketika mendengar smartphone-nya berdering. Dengan mata masih setengah terpejam, Citra mencari-cari ponselnya dan menemukan benda itu berada di bawah bantal.
"Halo, Sayang. Kamu nggak jadi pulang malam ini?"
Suara papanya dari seberang telepon membuat Citra langsung terjaga sepenuhnya. Dia baru ingat belum sempat mengabari orang tuanya jika dia saat ini masih di Bandung.
"Pa, maaf, aku lupa kasih kabar kalau aku nggak jadi pulang malam ini," ujarnya.
"Berarti sekarang kamu masih di Bandung?"
"Iya, Pa. Mungkin besok pagi baru pulang ke Jakarta."
"Pantas aja sampai jam segini kamu belum sampai rumah. Kamu tau sendiri mami kamu nggak akan bisa tidur sebelum kamu pulang."
"Maaf, Pa. Jam sembilan aku udah tidur sampai lupa kasih kabar."
"Ya sudah kalau gitu. Yang penting Papa tahu kamu baik-baik aja."
Setelah panggilan terputus, Citra memeriksa ponselnya dan menemukan beberapa pesan WhatsApp dari mama dan papanya yang belum sempat dibaca. Udara daerah tempat tinggal Sekala masih sangat sejuk dan asri, sehingga membuat Citra tidur lebih cepat dari waktu biasanya.
Sudah menjadi kebiasaannya setiap bangun tidur Citra butuh air minum karena tenggorokannya terasa kering. Citra menimang-nimang apa dia harus mengambil minum di dapur, atau menahan rasa hausnya hingga besok pagi.
Karena tidak bisa menahan haus, Citra memaksakan diri untuk mengambil minum di dapur. Dia menemukan keadaan rumah megah itu dalam keadaan hening saat dirinya keluar dari kamar. Citra pikir semua penghuni rumah sudah tidur. Namun, saat Citra menuruni tangga, terlihat keberadaan Sekala di ruang tengah, terlihat sedang sibuk mengerjakan sesuatu dengan laptopnya.
"Kok belum tidur, Mas?" tanya Citra setelah tiba di dekat Sekala.
"Nggak bisa tidur gue. Si Uni kalau tidur kayak gangsing. Muter-muter terus sampai gue nggak kebagian tempat," jawab laki-laki itu.
"Hah? Mas Kala sama Uni tidur satu kamar?"
"Tau itu anak emang nggak jelas. Katanya kangen sama gue jadi pengin tidur di kamar gue."
"Oh... Kirain kalian emang biasa tidur bareng." Setelah itu Citra melanjutkan niatnya untuk mengambil minum di dapur.
Sambil membawa gelas berisi air mineral, Citra duduk di samping Sekala. "Lagi ngerjain apa?" tanyanya sambil melongokkan kepala untuk mengintip layar laptop Sekala.
"Laporan hasil meeting kemarin. Lo kenapa belum tidur juga?"
"Aku udah tidur, kok, tapi kebangun gara-gara papa aku nelepon. Aku lupa ngabarin orang rumah kalau aku nggak jadi pulang hari ini."
"Tapi bokap lo nggak apa-apa lo nggak jadi pulang hari ini?"
"Nggak apa-apa. Papa cuma makesure keadaan aku aja."
Setelahnya mereka sama-sama terdiam. Sekala kembali fokus dengan pekerjaannya, sementara Citra meneliti sekeliling rumah yang tampak gelap tanpa cahaya penerangan. Satu-satunya penerangan di sekitar mereka hanya berasal dari cahaya laptop Sekala yang masih menyala.
"Rumahnya Mas Kala nyaman banget. Aku betah deh tinggal di sini," ungkap Citra.
"Bukannya rumah lo lebih mewah dari rumah ini?"
"Mungkin. Tapi yang jelas keadaan di rumahku nggak sehangat rumah ini."
"Kenapa?"
"Hubungan Papa sama mami aku nggak seharmonis hubungan orang tua Mas Kala. Yang aku tau, mereka menikah karena dijodohin. Kelihatan jelas kalau mereka itu sebenernya nggak pernah saling mencintai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomanceJangan biarkan perasaan ini semakin mendalam dan nyaman, untuk kamu yang hanya sebatas angan. Pergilah, menjauhlah, sebelum aku semakin jatuh karena sayang yang salah.