8

58 4 0
                                    

Azfar berdiri berhadapan dengan Ghania ibunya. Dia mengambil napas sebentar, melihat raut wajah penasaran sang ibu mungkin terlihat bingung tak biasanya dia mengajak berbicara serius kali ini.

"Aku udah tahu, Ma. Kalau Ayah Elvano bukan ayah kandung aku, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian berdua di kamar tadi malam."

"Tolong jawab, dimana ayah kandung aku? Dia ada dimana, aku ingin bertemu dengannya. Jangan terus berbohong Ma ...."

Tatapan penuh harap dari sorot mata Azfar membuat Ghania hanya berdiam tanpa tahu harus membalas apa pertanyaan putranya. Tak di sangka kalau Azfar mendengar pembicaraan dia semalam dengan suaminya, dia pikir semua anaknya sudah tertidur makanya dia berani membicarakan masalah itu berdua dengan suaminya.

"Mama tidak bisa memberitahu, kamu lupakan saja dia. Anggap saja Elvano adalah ayah kandung kamu, tidak perlu mengingat dia!" Akhirnya Ghania menjawab tidak sesuai harapan Azfar malah mengecewakan hatinya.

"Ma, aku ingin bertemu dengan ayah. Kenapa Mama melarang ku? Ada masalah apa Mama sama dia, lagipula aku ini anak kandungnya berhak mengetahui dimana ayah ku."

"Aku mohon, tolong beritahu dimana dia. Aku mohon ..." ucap Azfar pelan.

Ghania tak mau menjawab Azfar memegang tangan Mama wajah sudah dipenuhi air mata, dia berjongkok untuk sangat memohon kepada Ghania agar memberitahu dimana sosok ayah nya selama ini.

"Aku mohon,"

"Beritahu aku dimana dia sekarang. Aku ingin bertemu ayah," Azfar menangis tersedu-sedu.

Ghania malah menyentak tangannya begitu kasar. Dia menarik Azfar untuk berdiri, kilatan marah dari mata nya tampak sedikit menakutkan.

"MAMA SUDAH BILANG. JANGAN CARI DIA, LUPAKAN AYAH KAMU ITU! DIA BUKAN AYAH YANG BAIK!"

"ADA AYAH ELVANO. DIA AYAH KAMU, JANGAN PEDULI LAKI-LAKI ITU! PAHAM!"

Ghania pergi begitu saja setelah meluapkan seluruh amarahnya pada Azfar. Hasya melihat pertengkaran Azfar dengan Mama terlihat begitu terkejut, untuk kali pertama Mama semarah itu. Dia sampai membentak Azfar karena sebuah pertanyaan menurutnya sangat sederhana, tidak menyangka Mama sampai seperti itu.

"Bang, Abang baik-baik aja?" Hasya khawatir melihat Azfar menangis karena dimarahi Mama barusan.

"Pertanyaan tadi salah ya? Kenapa mama sampai sebegitu nya, gua perlu penjelasan kenapa dia misahin gua sama ayah,"

"Gua juga mau ketemu ayah, sya!" racau Azfar dia menonjok lantai saking kesalnya. Ghania tak memberi penjelasan tentang kenapa dia tidak boleh bertemu ayah, kenapa pula Mama sangat membenci ayahnya.

"Abang sabar, nanti Hasya bantu bilang ke Mama. Maafin Mama udah bentak Abang tadi, Mama mungkin lagi banyak pikiran." Hasya mengelus surai kakaknya. Keduanya memang sering terlihat tidak akur, lebih sering berantem dibanding akurnya.

Tapi kenyataannya mereka saling menyayangi satu sama lain. Hanya keliatan gengsi saja, tak berani menunjukkan secara terang-terangan.

"Mama udah bohong selama ini, Sya. Dia udah nutupin rahasia besar sama gua, kenapa? Kenapa gua ngga boleh ketemu ayah,"

"Apa alasannya, gua butuh itu sekarang. Kenapa harus marah, gua mau ketemu ayah ...." Hasya menundukkan kepalanya ikut menjatuhkan air mata.

"Nanti Hasya coba bantu, Abang jangan sedih lagi. Ada Hasya disini,"

"Hasya bantu buat Abang ketemu sama ayah, harus senyum lagi. Kalo nangis terus malah keliatan jelek!" Azfar menabok lengannya sekali tapi cukup kencang. Tidak apa, itu tandanya Azfar sudah kembali seperti semula dia lebih suka kakak yang suka marah, dibanding sedih terus kaya gini.

§§§

Kairi membuka mata perlahan melirik tempat Yolan berada dengan tangannya terus berada di genggaman nya. Kairi dapat melihat Yolan sangat kelelahan terus menjaga nya sepanjang hari, dia pasti kekurangan istirahat sebab terus menjaganya di sini.

Yolan mengucek mata sambil terus menguap saat sadar kalau dia ketiduran dengan posisi duduk. Pinggang kerasa pegal, posisi tidur seperti ini membuat badan terasa sakit.

"Akhh! Pegal sekali," ringis Yolan memijat pinggang nya.

"Kak? Kakak sudah sadar?" Yolan tentu kaget melihat Kairi sudah sadar, terus menatap nya.

"Papa kalau mau tidur, tidur aja. Kakak udah ngga apa-apa, lagian kalo perlu sesuatu ada suster yang bisa kakak mintain tolong." ucap Kairi

"Ngga apa-apa, Papa udah ngga ngantuk lagi. Tadi ngga sengaja ketiduran," dusta Yolan pada dirinya baru tertidur satu jam setelah semalaman bergadang.

"Papa bohong, keliatan dari wajah lelah Papa kalau Papa itu kurang tidur,"

Senyum Yolan tak pernah luntur sejak bangun tadi dia pintar sekali membuat topeng untuk menyembunyikan semuanya. Untuk kali ini Kairi tidak percaya senyum itu tulus, mungkin hanya untuk menenangkan dia agar tidak terlalu kepikiran.

Padahal itu yang membuat dia berpikir kalau dia lah penyebab Yolan sering khawatir secara berlebih. Dia juga sering drop membuat kerjaan Yolan kembali berantakan, semua karena nya.

"Papa pernah ngerasa capek gak?" celetuk Kairi secara spontan itu membuat Yolan terheran.

"Capek kenapa? Bentar pertanyaan kamu ini mengarah kemana sih?"

"Capek ngurus anak penyakitan kaya kakak? Pasti pernah ya,"

Yolan tak menyangka kalau pertanyaan begitu keluar dari mulut Kairi sendiri. Disaat dia ingin menatap wajah nya anak itu malah menatap ke arah lain. Berusaha sekali menghindari kontak mata dengannya.

"Papa ngga pernah capek ngurus kamu atau pun adek. Stop bilang kalau kamu anak penyakitan, kamu bukan seperti itu. Kakak sendiri kan yang ngerasa capek harus masuk rumah sakit terus?"

Bahu Kairi bergetar pasti anak itu sedang menangis sekarang. Dia menggigit bibir untuk meredam suara tangisnya.

"Kalau kakak bilang iya, juga ngga akan bikin kakak sembuh kan. Kakak emang sering ngerasa capek, dibalik rasa ingin kakak sembuh."

"Ada rasa ingin menyerah juga, bahkan setiap kali kakak masuk kesini kakak berpikir tidak akan selamat. Sakit itu ... Sangat menyiksa diri aku."

Yolan menangkup kedua pipi anaknya untuk segera menatap wajah dengan serius. Mata Kairi sudah memerah, bibir bawahnya terluka akibat terlalu keras dia mengigit nya.

"Kakak dengerin Papa sebentar, mau?"

"Kakak sudah hebat banget bisa bertahan sampai sekarang. Kakak hebat sudah menahan segala sakit yang kakak rasakan selama ini, Papa juga akan berusaha keras mencari cara untuk kesembuhan Kakak,"

"Kita sama-sama usaha ya? Kakak bertahan, Papa cari cara untuk kakak sembuh dan ngga ngerasa sakit lagi. Mau kan?" Kairi masih menangis tetapi dia tetap mengangguk kecil.

Yolan mencium kening putranya tak lupa dia memeluk tubuh kecil Kairi. Semakin erat pelukan semakin kencang pula tangisan Kairi, Yolan membiarkan agar anak nya bisa sedikit lebih tenang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Want You To Be Happy [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang