16

142 5 3
                                    

Semesta kembali bersedih atas keadaan Kairi kembali memburuk, hujan turun dengan deras petir ikut mengiringi membuat perasaan Yolan semakin tak karuan menangis dan berdo'a lah yang bisa ia lakukan saat ini.

Didalam sana ada anak laki-laki yang sedang berjuang bertahan atau pergi. Kairi sudah begitu banyak anak itu merasakan sakit, banyak luka telah ia terima, hanya setitik kebahagiaan baru ia rasakan. Setiap langkah yang dia jalankan terasa begitu berat, tidak ada jalan untuk mencapai kebahagiaan nya sendiri. Slalu jalan buntu lah yang ia temukan, hidup terlalu banyak penderitaan dibanding dengan kebahagiaan.

Dokter melakukan beberapa pengobatan untuk terus mempertahankan nyawa Kairi. Saat itu mereka sedang mengejar detak jantung yang semakin melemah.

Melakukan dengan alat implan pacemaker atau alat pacu jantung untuk membantu alirkan listrik ke jantung pasien. Tujuannya adalah supaya detak jantung jadi lebih teratur dan kembali normal.

Ternyata tubuh Kairi merespon walaupun masih sangat kecil tapi sudah sangat baik. Dokter melihat mata Kairi terbuka dan terus meracau memanggil nama Yolan membuat hatinya merasa iba.

"Mau saya panggil kan ayah kamu?" Kairi mengangguk kecil sudut mata nya terdapat air mata. Menahan kesakitan yang semakin menyiksa seluruh badannya.

°°°°

"Dengan ayah pasien?" Yolan memang sedang menunggu dokter langsung bangkit.

"Pasien Kairi ingin bertemu dengan anda," Yolan menatap putri kecil nya yang masih menangis dalam diam. Yolan mengangguk lantas masuk sebelum itu dia harus pakai pakaian khusus yang sudah diberikan dokter.

"Kakak," panggil Yolan lirih.

"Pa–pa, sakit. Bad-an kakak sakit..." Yolan mencium berkali kali tangan putranya. Kairi terlihat begitu tersiksa dengan kesakitan yang ada, berusaha sekali mengambil setiap napas yang ia hembuskan.

"Kakak boleh tidur ngga? Mata kakak sudah tidak kuat menahan ngantuk, berat sekali."

"Kakak ngantuk ya? Boleh kok, nanti Papa bacakan sholawat untuk kamu ya. Biar tidur semakin nyenyak..." Genggaman tangan Kairi semakin erat, Yolan dengan seribu rasa sakitnya dengan merdu melantunkan ayat-ayat Al Qur'an serta sholawat di telinga Kairi.

Dalam masker oksigen nya Kairi tersenyum dengan mata sudah tertutup sempurna. Beberapa saat Yolan terdiam, dia tahu ini sudah saatnya mengikhlaskan kepergian si sulung. Dia harus bahagia, sudah tidak akan merasakan sakit. Tapi tetap saja rasanya sulit bagi nya menerima dengan lapang dada.

"Kairi Caka Diratama bin Yolan Ezra Diratama meninggal pada hari Senin, pukul 08:13 dalam rengkuhan sang ayah," ucap dokter sudah tidak melihat lagi detak jantung Kairi saat di bacakan sholawat dengan Yolan.

Raisya sudah berdiri depan pintu menunggu Kairi dengan perasaan tak tenang. Melihat Yolan sudah begitu hancurnya perasaan takut semakin besar.

"Pa, kakak gimana? Kakak baik-baik aja kan."

Lutut Yolan meluruh ke lantai tangis semakin kencang. Raisya yakin pasti ada sesuatu yang terjadi pada kakak kembarnya. Tidak mungkin Yolan bisa sehancur ini kalau tidak terjadi apa-apa di dalam sana.

"Pa–"

"Kakak kamu sudah meninggal,"

Raisya mundur beberapa langkah dari ayah nya. Dia terus menggeleng berusaha menghalau perkataan itu, tidak semua pasti tidak nyata. Kairi, dia masih hidup tidak mungkin sudah pergi.

Raisya menutup telinganya berteriak kencang dengan tangisan begitu menyesesakan hati siapapun. Saat berita itu sampai pada nya, tangannya Raisya menutup wajahnya menangis tersedu-sedu.

I Want You To Be Happy [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang